Sabtu, 18 Desember 2021

Merubah Konflik Menjadi Berkat

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, ST, STh.

 Pendahuluan

Ketika dua insan yang berlainan jenis (pria dan wanita) saling mencintai, mereka tentunya menginginkan supaya hubungan yang mereka jalani diikat dalam suatu pernikahan yang kudus. Pernikahan tersebut terbentuk dengan suatu harapan / damba untuk mendapatkan kebahagian. Saling membahagiakan satu dengan yang lainnya, demikianlah yang terpartri dalam janji pernikahan sehidup dan semati.

Seiring dengan berjalannya waktu, dalam mengarungi bahtera rumah tangga, tidaklah terlepas dari adanya konflik. Pemicu konflik tersebut sangatlah bermacam-macam, mulai dari persoalan yang kecil, sedang sampai ke persoalan yang besar, jika tidak diselesaikan dengan baik oleh kedua suami dan isteri, maka berpotensi kepada perceraian / hancurnya rumah tangga yang pastinya akan berakibat buruk baik kepada kedua suami isteri tersebut, terlebih kepada anak-anak sebagai buah nikah mereka.

Tidak ada seorangpun yang menginginkan kehancuran dalam rumah tangganya, tidak ada seorangpun yang mau menikah untuk kemudian bercerai. Tetapi kebanyakan pernikahan yang berujung pada perceraian, memiliki suatu alasan yang klasik, yakni untuk kebahagiaan masing-masing pribadi. Benarkah demikian ?

Pengertian Konflik dan Penyebab Terjadinya Konflik

Menurut Cassell Concise English Dictionary, 1989; konflik bisa didefinisikan sebagai “suatu pertarungan; suatu benturan; suatu pergulatan; pertentangan kepentingan-kepentingan, opini-opini, atau tujuan-tujuan; pergulatan mental; penderitaan batin”. Sedangkan Menurut Cornelius et al, 1992, konflik adalah: “dua jajaran kebutuhan atau lebih yang menarik dari arah-arah yang berlainan”. Konflik dapat disimpulkan sebagai berikut: “Ketidaksetujuan atau ketidaksepakatan yang muncul ketika kepentingan/paham dua pihak yang bertentangan. Untuk memuaskan kepentingan-kepentingan tersebut dipengaruhi oleh sumber daya yang dimiliki terbatas, komunikasi antar pihak lemah dan tidak adanya itikad untuk mencari jalan keluar terbaik”. (Jaliaman Sinaga, dkk (2015).

Menurut Jaliaman Sinaga, dkk (2015), Konflik dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : Perbedaan karakter/kepentingan, perbedaan paham / pemahaman / persepsi / interpretasi, perilaku yang kurang menghargai orang lain, kompetisi nyata ataupun tersembunyi untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan/di luar jangkauan; serta Tugas dan tanggung jawab yang tidak dirumuskan secara jelas.

Sedangkan menurut Hadisubrata dalam Nurul Atieka (2011), konflik dalam perkawinan yang menyebabkan keretakan hubungan suami-istri atau bahkan menyebabkan  perceraian, biasanya bersumberkan pada kepribadian suami istri dan hal-hal yang erat kaitannya dengan perkawinan. Konflik yang bersumber pada kepribadian pada umumnya disebabkan oleh  : Ketidakmatangan kepribadian, Adanya sifat-sifat kepribadian yang tidak cocok untuk menjalin hubungan perkawinan, dan adanya kelainan mental. Sedangkan Konflik yang bersumber pada hal-hal yang erat kaitannya dengan perkawinan, menyangkut masalah sebagai berikut : Keuangan, Kehidupan social, Pendidikan anak, Masalah Agama, Hubungan dengan Mertua-Ipar, Penyelewengan dalam Hubungan Seksual, serta Ketidakpuasaan seksual.

Mengatasi dan Meminimalisir Konflik

Pasangan suami isteri Kristen, menyadari bahwa perceraian bukanlah sesuatu hal yang dikehendaki Allah. Mat. 19:5-6 : “Dan firman-Nya : Sebab itu laki-laki akan menginggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia.” Dan lagi Lukas 16 : 18 ditekankan : “Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.”

Suami isteri Kristen yang mengasihi Tuhan dan taat kepada kebenaran Firman Allah, tidak akan pernah menginginkan perceraian sebagai solusi untuk menyelesaikan konflik dalam pernikahan mereka. Jangankan dilakukan, dipikirkan ataupun diperkatakan saja, akan membuat ketidaknyaman dalam hati keduanya. Bagaimana mengatasi konflik dalam rumah tangga itulah yang merupakan solusi terbaik bagi kebahagiaan rumah tangga mereka.

Jika kita menyadari bahwa konflik dalam rumah tangga itu tidak bisa dihindari, maka satu-satunya cara yang dapat kita lakukan adalah menghadapi konflik tersebut dan mau berupaya untuk mengatasinya, atau dengan kata lain kita berusaha untuk “mengubah konflik menjadi berkat” sehingga kebahagiaan dalam pernikahan akan tetap dapat kita nikmati bersama pasangan suami atau isteri kita, dan kita terhindar dari sesuatu keputusan yang membuat kita lebih menderita.

Jaliaman Sinaga, dkk (2015), menawarkan tujuh langkah mengubah konflik menjadi berkat berdasarkan Firman Tuhan, yaitu : Meminta hikmat dari Tuhan; Memiliki sikap mau belajar; Membangun komunikasi; Mengintrospeksi diri; Memiliki jiwa besar; Mempersingkat konflik; dan Mengendalikan Emosi. Tujuh langkah tersebut jika kita implementasikan dengan baik, tentunya akan membawa kita keluar dari konflik yang berkepanjangan.

Konflik memang tidak bisa kita hindari, namun sesungguhnya konflik dalam pernikahan itu bisa saja kita minimalisir. Beberapa hal yang dapat kita lakukan uintuk meminimalisir konflik dalam pernikahan diantaranya adalah sebagai berikut :

1.             Memiliki Hidup Yang Bergaul Karib dengan Tuhan.

Seorang yang memiliki hubungan karib dengan Tuhan, pasti akan mampu mengendalikan dirinya melakukan sesuatu yang tidak berkenan kepada Tuhan dan sesama. Bergaul karib dengan Tuhan dibuktikan dengan pemberian waktu setiap hari menyembah Tuhan, berdoa dan membaca kebenaran Firman Allah.

2.             Berusaha Meluangkan Waktu Bersama Pasangan.

Beberapa keuntungan ketika suami dan isteri memiliki waktu untuk bersama, adalah : Terjalinnya komunikasi yang baik antara suami dan isteri; Menumbuhkan perasaan cinta kasih kepada pasangannya, dan Jika memilki masalah akan dapat dicarikan solusi untuk memecahkan permasalahan yang dialami oleh pasangan.

3.             Menciptakan suasana yang harmonis, penuh kasih sayang dan perhatian.

Dengan menciptakan suasana yang harmonis, penuh kasih sayang dan perhatian, akan membuat pasangan suami isteri itu menjadi bahagia dan terhindar dari percekcokan. Pasangan suami isteri perlu memiliki selera humor, dan boleh mencoba untuk mempraketakan itu ketika mereka sedang bersama.

4.             Membangun komitmen untuk saling mengasihi dan saling percaya.

Kasih Kristus merupakan dasar hidup suami isteri (Ef. 5 : 22-33). Jika kita menyadari bahwa Kristus mengasihi kita dan mau berkorban bagi kita, maka demikianpun selayaknya kita memperlakukan pasangan hidup kita. Dengan membangun komitmen untuk saling mengasihi dan saling percaya, potensi konflik akan dapat diminimalisir.

Penutup

 Kebahagiaan hidup suami isteri bukanlah berarti karena tidak pernah mengalami konflik. Konflik dalam suatu rumah tangga merupakan bumbu kehidupan yang perlu dikelola dengan sebaik-baiknya. Ketika suami isteri mampu mengelola konflik, maka konflik tersebut akan dapat menjadi suatu berkat dalam kehidupan pernikahan.

“Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan diri sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” Filipi 2:1-5.

Kepustakaan :

Eva Meizara Puspita Dewi. Konflik Perkawinan dan Model Penyelesaian Konflik Pada Pasangan Suami Isteri. Jurnal Psikologi Volume 2, No. 1, Desember 2008.

Jaliaman Sinaga, dkk. Bimbimbang Pernikahan. Divisi Pengajaran GBI, Jakarta. 2015.

Lembaga Alkitab Indonesia (2002). Alkitab, Cetakan Kesepuluh. Penerbit Lembaga Alkitab Indonesia. Jakarta

Nurul Atieka. .Mengatasi Konflik Rumah Tangga (Studi BK Keluarga). Artikel Guidena, Vol. 1, No, 1. September 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar