Senin, 18 Desember 2023

Doa Saat Upacara Hari Bela Negara

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, ST, STh, MAg, MTh (C).

Dalam Kedaulatan Allah Sang Pencipta Semesta Alam, Bapa di dalam Kristus Yesus Tuhan, kami tertunduk seraya menaikan madah syukur atas penyertaanMu yang sempurna sehingga kami masih boleh ada kini dan di sini, dalam rangkaian upacara memperingati Hari Bela Negara yang ke-75 tahun di Tahun 2023 ini.

Demi kemurahanMu yang besar kami memohon ……....... berikanlah kekuatan dan kemampuan kepada kami, sehingga melalui mementum upacara bela negara ini kami dapat memantapkan diri untuk terus mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, serta menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Rahmatilah Bangsa kami, Bangsa Indonesia tercinta ini, biarlah kemuliaanMu terpancar atas Bangsa ini, sehingga menjadi bangsa yang bermartabat, menjunjung tinggi keadilan, menciptakan kemakmuran dan mampu mendatangkan kenyamanan dan ketentraman hidup bagi seluruh warga masyarakat.

TanganMu yang perkasa menuntun Negeri 47 Pulau, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, dari Pimpinan Daerah kami, bapak Penjabat Bupati, bapak Sekretaris Daerah, Bapak Ibu Assisten, Staf Ahli Bupati serta Pimpinan-Pimpinan OPD, sehingga melalui pemakaian Tuhan atas hamba-hambaMu ini, negeri ini menjadi negeri yang diberkati baik tanah, laut maupun udaranya, dan dapat menjadi mezbah doa bagi keselamatan Bangsa Indonesia.

Sertai dan pelihara kami selaku Aparatur Sipil Negara dalam menunaikan setiap tugas dan tanggungjawab yang teranugerahkan bagi kami sesuai dengan kehendak Tuhan. Hindarkanlah kami dari segala sesuatu yang mendatangkan marabahaya dan malapetaka, biarlah Damai dan Sukacita Allah menjadi bagian kami sekarang dan untuk selamanya.


KepadaMu kami menaikan doa ini Ya Yesus Kristus Tuhan dan Raja kami, sambil memohon pengampunanMu atas setiap kesalahan kami. Amin.

Sabtu, 02 September 2023

ANGKUTAN PEDESAAN TEMPOE DOELOE DI KEC. SIBARSEL

Oleh : Fredrik Dandel (Pemerhati Budaya Siau)

Masih ingatkah dengan Bus Legenda ini ?. Dialah Bus "Sawang Indah",  pemiliknya adalah Ko Sony. Bus lintasan Ulu Talawid Ondong ini dinamakan "Sawang Indah", mungkin karena pemiliknya berasal dan tinggal di Sawang. Foto April 1988. 

Angkutan perdesaan yang melayani lintasan Ulu Talawid Ondong (sampai Tanaki), mengalami perubahan dari masa ke masa. Pernah sebelumnya Engkel Truck yang disulap jadi Angkutan Perdesaan, misalnya :  Berlian, Briltas, dan Setia Budi. Kapasitas angkutnya adalah 24 orang. Sekarang Engkel Truck ini masih terdapat 2 Unit di Tagulandang.

Ada juga minibus milik Ko Ronald Manalip,.kapasitas angkutnya hanya 10 orang, tapi kadang dipaksa memuat lebih dari 10 orang. minibus ini muncul dan mulai beroperasi tahun 1990,, waktu saya mulai bersekolah di SMA Ulu. Ada juga L300 dengan nama Kalvari, dan Gloria, hadir lebih awal dari minibus Ko Ronald, tapi masih juga aktif beroperasi di masa minibus itu ada.






Jumat, 01 September 2023

GMIST MAHANAIM TALAWID DALAM GAMBAR TEMPOE DOELOE

Oleh : Fredrik Dandel (Pemerhati Budaya Siau)

Ruangan Gereja yang nampak dalam gambar di bawah ini mejadi saksi sejarah perkembangan bangunan Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud (GMIST) Mahanaim Talawid di waktu dulu.

Foto 1. Terdeteksi diabadikan pada Mei 1989. Nampak yang duduk di kursi paling depan adalah Pari Koma Manoi dan Bpk. Mangerongkonda (Opanya Bpk. Farly M. / Tyaga Volker ). Tiang penyangga bangunan gereja dari kayu masih nampak jelas, demikianpun kursi besi lipat masih nampak kuat.

Foto 2 dan 3. Tidak terdeteksi diabadikan tahun berapa. Nampak yang duduk di sebelah kanan depan adalah mantan Kapitalau Talawid, Bpk. Sahambangung (Ayah dari Para Hein Sahambangung), pada deretan bangku kedua yang berdiri adalah Bpk. Agus Kasenda (Ayah dari Ungke Kasenda Frits ). Tempat duduk yang dipakai adalah bangku panjang dari kayu. Sudah tidak nampak tiang penyangga dari kayu, serta dalam foto 3, terlihat lantai yang sudah dilapisi teghel putih mengindikasikan moment ini sekitar tahun 1990an.

Foto 4 dan 5. Tidak juga terdeteksi tahun berapa, tapi menganalisa tokoh utama dalam foto adalah Bpk. Nixon Mangerongkonda ), moment.tersebut sekitar tahun 1990an. Nampak mimbar GMIST Mahanaim Talawid yang berdiri kokoh dengan teghel biru muda yang dikombinasi salib putih, serta teras gereja yang disematkan ucapan selamat datang.









Kamis, 31 Agustus 2023

LUTANG SOKOLHE

Oleh : Fredrik Dandel (Pemerhati Budaya Siau).


Senapan yang terbuat dari bambu, permainan kami dulu waktu masih kanak-kanak. Pelurunya berfariasi, baik dari kertas yang dikunyah, buah jambu air yang masih kecil (puhing kompose) ataupun buah kupa. 

Tentang puhing kompose, akan jadi sesuatu yang paling berharga apabila kami bisa mendapatkan/ mengumpulkannya sampai 1 tas plastik kecil. Woouww....itu sangat menyenangkan, meskipun untuk mendapatkannya pasti dengan harap2 cemas, mengingat kemungkinan dimarahi pemilik kompose tersebut. Jaman itu, pohon buah2an sangat sedikit, termasuk mangga dodole.😀😀😀

Menjelang natal biasanya anak2 dijaman kami dulu sudah akan mempersiapkan senjata ini. Memeriahkan hari natal, disamping bambu petung (Lutang Patung) dan lain2 permainan yang melibatkan perkumpulan banyak orang.

LUTANG sokolhe bisa dirangkai lebih dari satu, supaya pemiliknya bisa lebih berani menyerang lawan, ataupun mempertahankan diri dari serangan lawan.

Di Kampung Talawid, waktu itu masih satu kampung dengan Mahuneni, pertandingan ketangkasan ini biasanya terjadi antara "Simpoto Bawah" Vs "Simpoto Dasi", yang sekarang akhirnya memang dimekarkan jadi 2 Kampung, Talawid dan Mahuneni.

Terkadang permainan yang berbahaya ini juga dikaitkan dengan Pepiti Batang, sebagaimana yang sebelumnya telah saya posting. Hmmmmmm..... Senangnya masa kecil dulu.... 😀😀😀❤️❤️❤️

Rabu, 30 Agustus 2023

PENAMPILAN ORKES "BUKIT ZAITUN" MENGUNDANG DECAK KAGUM MASYARAKAT SIBARSEL

Talawid-Siau, 29 Agustus 2023. Kemunculan Kelompok musik Orkes "Bukit Zaitun" M'burake - Kampung Talawid saat mengisi acara dalam Ibadah Syukur Hari Ulang Tahun Gereja Pantekosta Solafide Talawid ke-17 malam ini, sungguh menyita perhatian dan mengundang decak kagum Jemaat dan seluruh undangan yang hadir.

Kelompok kesenian yang beranggotakan lebih dari 30 orang yang tergabung dalam kelompok Bukit Zaitun Jemaat GMIST Mahanaim Talawid yang berdomisili di Lindongan IV Kampung Talawid ini, mempersembahkan 2 (dua) lagu pujian masing2 : Bernyanyilah Bagi Tuhan Hua dan Maeng Seng Memadoa. Kelincahan pemusic dalam memetik dawai Gitar, Keroncong dan Tren Bas yang berpadu dengan pukulan Tam-Tam disertai kolaborasi paduan suara pria dan wanita terdengar sebagai Simponi yang merdu dan menghibur hati. Tak heran dalam setiap akhir pentas, mereka selalu mendapatkan aplaus yang meriah dari segenap hadirin dan undangan yang ada. 

Bapak Ivandy Hontong , sebagai pemimpin Orkes ini, ketika diwawancarai usai ibadah menuturkan bahwa keberadaan orkes yang baru berusia 4 (empat) bulan ini merupakan swadaya anggota kelompok, beberapa alat music berupa keroncong dan Tren Bas merupakan buah karya anggota kelompok, sedangkan Gitar yang berjumlah 2 (dua) unit serta Tam-Tam berjumlah 1 unit merupakan milik pribadi yang dipinjamkan kepada kelompok. "Kami mendapatkan fasilitas ini baik melalui peminjaman dari keluarga serta swadaya kelompok yang didasari pada keinginan untuk bersekutu dan melayani Tuhan" demikian tutur salah seorang ASN pada Inspektorat Kab. Kepl. Sitaro ini. 

Ketika ditanyai tentang kelengkapan alat music, pegawai yang awalnya mengabdi sebagai Tata Usaha di SMP Negeri 1 Ondong Siau dan sempat dipindahkan pada Dinas Pendidikan ini bertutur bahwa untuk kategori orkes, alat music yang ada sudah hampir komplit, kalaupun akan ditambahkan, adalah untuk satu jenis alat music Bambu Tunta dan penambahan 1 Unit Gitar serta 4 Unit Keroncong. Alat yang ada saat ini yakni : 2 Unit Gitar, 9 Unit Keroncong, 1 Unit Tren Bas dan 1 Unit Tam-Tam. 

Sebagai catatan, masyarakat Kampung Talawid dan Kampung Mahuneni ketika.masih berada pada satu Kampung sejak dulu sangat familiar dan mahir dengan permainan alat music. Pada dasawarsa 80an kaum pria dari 2 (dua) jemaat GMIST Sentrum Talawid dan GMIST Mahanaim Talawid sempat memiliki kelompok music kulintang dan juga kelompok music bambu. Untuk dua kategori music dimaksud bahkan seringkali dilakukan perlombaan yang juga mengikutsertakan kelompok music yang sama dari berbagai gereja yang ada di wilayah Kecamatan Siau Barat. Namun sayangnya keberadaannya kemudian menghilang hingga saat ini.

Dengan kemunculan kelompok music orkes Bukit Zaitun dari M'burake ini, diharapkan kembali menggairahkan minat seni khususnya seni music di kalangan masyarakat Kampung Talawid dan Kampung Mahuneni bahkan secara umum pada masyarakat Kecamatan Siau Barat Selatan, sebab tentunya akan berdampak positif, baik dalam membentuk minat dan karakter masyarakat, juga menunjang pertumbuhan sektor pariwisata di Kecamatan yang terkenal memiliki banyak objek wisata pantainya ini. (FD).







Selasa, 29 Agustus 2023

PAPEDANG


Seperti itulah orang tua di Pulau Siau dahulu menyebutnya. Alat tradisional untuk memasak / membakar sagu, yang terbuat dari bata merah. Kalau orang Maluku atau Ambon negeri yang menjadikan sagu sebagai bahan makanan pokoknya menyebut alat ini dengan nama porna sagu atau porno sagu. 

Sekarang alat ini mungkin sudah jarang atau tidak.lagi ditemukan di Siau. Orang Siau sudah kurang tertarik makan sagu. Tapi kalau di negeri Ambon atau Maluku pada umumnya, alat ini masih gampang ditemui. Oma-Oma orang Saparua yang pakai kebaya masih setia menjajakan sagu lempeng di pasar-pasar kota Ambon.

Istilah memasak sagu, dalam.bahasa daerah Siau disebut "mudangeng humbia" : mudangeng = memasak dengan PAPEDANG, dan humbia  = sagu. Bahan dasar sagu yang sudah dicampur kelapa yang dicukur akan ditebarkan diatas PAPEDANG yang sudah dipanaskan di nyala api, kemudian ditutupi dengan daun pisang dan papan seukuran PAPEDANG itu, dibiarkan sampai matang, baru kemudian dikeluarkan dengan tusukan garpu. Sagu siap dimakan, baik dengan kua woku ataupun lauk lainnya yang berkuah. Hmmmmmm.... Rindu masa-masa dulu. 🙏🙏🙏

Minggu, 27 Agustus 2023

KESAKSIAN PRIBADI

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, ST, STh, MAg.

(Dibuat sebagai salah satu persyaratan administrasi mengikuti Kuliah Doktor Ministry pada Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia - Jakarta). 


1.    Pengalaman Pertobatan

Kerinduan untuk melayani Tuhan menjadi semakin menyala ketika saya bertobat, memberi diri dibaptis dan merasakan benar-benar lahir baru sebagai anak Tuhan. Itu terjadi pada tahun 2001. Sebelumnya saya adalah salah seorang pemuda yang aktif bersekutu bersama rekan pemuda lain pada salah satu gereja Protestan di Ambon, sampai kerusuhan Ambon pecah dari tahun 1999 hingga kurang lebih 4 (empat) tahun kemudian.

Saat terjadinya kerusuhan Ambon, saya benar-benar merasa bahwa itu merupakan hari kiamat bagi kami. Hidup menjadi betul-betul menakutkan, bingung, penuh kecurigaan, namun disatu sisi terbit hal yang positif adalah bahwa dalam setiap kesempatan selalu menyertakan waktu untuk mengingat Tuhan baik dalam doa, maupun dalam setiap aktifitas sehari-hari yang sebagian besar hanya diisi dengan berjaga-jaga dengan sesama saudara Kristen serta juga kaum muslim lainnya yang merupakan mayoritas di Desa Kebun Cengkeh.

Perjumpaan dengan penginjil yang berasal dari aliran pentakosta, terjadi beberapa bulan sebelum tragedi kemanusiaan Maluku, di tempat Kaka Sepupu saya tinggal seringkali dikunjungi oleh seorang hamba Tuhan dari salah satu gereja GBI yang ada di Ambon, saya masih ingat namanya Pak Bram, meski sudah lupa marga beliau. Hamba Tuhan yang setia ini, merupakan seorang pensiunan PNS di Kota Ambon, yang juga mengabdikan dirinya untuk melayani pekerjaan Tuhan, mencari jiwa. Beberapa kali beliau sempat bertemu dengan saya, karena sayapun seringkali dipanggil oleh Kaka Sepupu saya ikut bersamanya mendengarkan kesaksian dan firman Tuhan yang disampaikan oleh Pak Bram. Suatu waktu dalam konseling pribadi, beliau menanyakan saya tentang perihal baptisan. Waktu itu saya dengan tegas mengatakan bahwa saya telah dibaptis sewaktu masih kecil, dan saya rasa itu cukup. Ketika beliau menjelaskan tentang baptisan dan meyakinkan kepada saya bahwa saya perlu dibaptis selam, sayapun dengan tegas menolaknya, dengan alasan bahwa orang Pentakosta lainnya yang telah dibaptis selampun hidup mereka tidak pernah berubah, bahkan ada yang sama sekali tidak menunjukkan kesaksian untuk memuliakan Tuhan. Prinsip ini tetap saya pegang teguh sampai kami akhirnya tidak bisa lagi bertemu karena kerusuhan Ambon, sayapun tidak pernah lagi mendengar berita dari Pak Bram.

Rupanya benih firman yang disampaikan oleh Pak Bram, tidaklah sia-sia. Beberapa tahun kemudian, saya berjumpa lagi dengan hamba Tuhan / Penginjil lainnya yang juga memberitakan pentingnya baptisan sebagai bukti ketaatan orang yang merasa dirinya sebagai murid / pengikut Yesus. Meski sempat beberapa kali menolak perihal baptisan ulang, akhirnya sayapun memutuskan untuk mempelajari perihal baptisan tersebut, sampai-sampai saya membeli suatu buku Tafsiran Alkitab Masa Kini Jilid III Matius – Wahyu yang diterbitkan oleh Yayasan Komunikas Bina Kasih/OMF (1999).

Dalam buku tersebut, khususnya yang menafsirkan tentang Injil Matius 19:14 yang pada umumnya dijadikan oleh Gereja Protestan, sebagai dasar untuk melakukan baptisan anak, pada halaman 104 dituliskan sebagai berikut : “Kata menghalang-halangi (Yunani koluo) dipakai sebagai istilah teknis kemudian hari dalam hal baptisan (bnd 3:14; Kis 8:36; 10:47). Tapi peristiwa ini sendiri bukanlah ketentuan bagi baptisan anak-anak”.   Selanjutnya dipertegas kembali dalam tafsiran Markus 10:13-16, dicatat pada halaman 159 sebagai berikut : “Beberapa ahli memberikan kesan, bahwa inilah singgungan terhadap upacara baptisan di gereja pertama, dimana pertanyaan, ‘apa yang menghalangi ?’ dapat diajukan sebelum seseorang dibaptiskan, Bnd Kis. 8:36. Tapi perlu diperhatikan bahwa undangan Tuhan adalah : Biarkan anak-anak itu datang, bukan biarkan mereka di bawa kemari”. Hal inilah kemudian yang menjadi beban pikiran dalam hati saya : “Jika seorang professor berlatar belakang Protestan, dan yang mendukung doktrin baptisan anak / baptisan percik mengatakan demikian, mengapa saya yang pada masa itu awam tentang firman Allah  masih tetap bersikeras untuk mempertahankan doktrin tersebut. Setelah melalui perenungan yang panjang dan beberapa hari, sayapun memutuskan untuk menemui hamba Tuhan tersebut dan berdiskusi perihal kebenaran Doktrin Baptisan Selam dan Orang Dewasa. Suatu kalimat kesaksian yang menyentuh hati saya waktu itu yang saya ingat keluar dari mulut hamba Tuhan ini adalah : “Jika Yesus Kristus yang adalah Allah berkehendak untuk memenuhi semua kehendak Allah, termasuk baptisan, mengapa saya masih mau menolaknya. Hal ini begitu tertanam dalam hati kecil saya, menjadi suatu perenungan yang serius, sampai pada akhirnya dengan kesadaran yang sungguh saya memutuskan “Harus dibaptis selam, untuk mengikuti kehendak Allah”.

Dengan kesadaran seperti itulah saya kemudian bersedia untuk dibaptis, setelah melalui beberapa kali pendalaman Alkitab perihal baptisan dan lahir baru, kemudian mengaku dosa dan dilakukan doa untuk pelepasan, waktu itu saya benar-benar menangis sampai-sampai saya tidak menyadari bahwa saya dalam keadaan menangis tersebut selama berjam-jam, bahkan sampai turun ke dalam air laut untuk dibaptis. Ketika saya keluar dari dalam air, mata hati saya waktu itu sangat bersukacita, meski dengan mata yang masih tertutup saya melihat suatu cahaya yang sangat terang turun memancar tepat ke mata saya, seperti dari langit yang terbuka. Saya benar-benar yakin, bahwa Tuhan berkenaan mengampuni dosa saya, dan saya telah lahir baru.

2.        Pertumbuhan Iman

Pengalaman lahir baru ini terus berlangsung, bahkan selama kurang lebih 4 (empat) tahun pertama dalam perjalanan iman saya bersama Tuhan, saya benar-benar sedikitpun tidak mau jauh dari Tuhan. Ibadah di tempat manapun ketika melibatkan jemaat kami, saya terus hadir, setiap hari saya setia membaca Alkitab dengan pola yang terstruktur dari Kitab Kejadian – Wahyu, sehingga selama masa tersebut, saya telah menyelesaikan bacaan Alkitab selama 4 x berturut-turut. Saya benar-benar haus akan kebenaran firman Allah, berbagai bacaan rohani menjadi konsumsi saya setiap hari tanpa henti, kemudian setelah menikah dengan isteri saya, kamipun sempat mengikuti pendidikan Alkitab yang diselenggarakan oleh Majelis Deaerah GPSDI melalui program Sekolah Pekerja Kristus (SPK). Tentang program ini, kami berdua mendapatkan Sertifikat Kelulusan.

Berbagai tugas pelayananpun saya terima, mulai dari pemimpin puji-pujian (WL) sampai ke tugas pemberitaan Firman Tuhan baik pada ibadah keluarga, ibadah umum pada hari minggu, bahkan sampai beberapa kali saya diutus oleh Gembala Sidang Senior untuk melakukan pelayanan Minggu di Pulau Haruku (suatu Pulau tersendiri yang terpisah dari Pulau Ambon), sebab jemaat disana masih belum memiliki Gembala Sidang, sehingga beberapa hamba Tuhan dijadwalkan bergantian melakukan pelayanan Minggu ke sana.

Pengalaman pelayanan di Kota Ambon ini berlangsung selama kurun waktu 2001 s/d 2011, selanjutnya saya kemudian memutuskan untuk pindah tugas ke Pemerintah Kota Bitung dan mulai berdias pada bulan Desember 2011. Selama masa tugas 4 tahun 4 bulan di Kota Bitung, saya masih tetap dipercayakan melayani pekerjaan Tuhan, baik sebagai WL maupun sebagai pengkhotbah. Namun pelayanan ini kebanyakan dilakukan di Pulau Siau, karena hampir setiap minggu saya pulang ke Siau, bertemu dengan isteri dan anak-anak kami di sana. Setelah merasa mantap menetap di Siau, sayapun akhirnya kembali mengurus pindah tugas di Pemerintah Dearah Kab. Kepl. Siau Tagulandang Biaro, dan mulai berdinas di sana pada bulan April 2015. Sebulan kemudian dilantik sebagai Kepala Seksi Pertambangan dan Peralatan Eksplorasi.

Kerinduan untuk melayani tidak pernah sedikitpun surut dalam hati saya, pada tahun 2017 saya kemudian diangkat dan ditahbiskan sebagai Pendeta Pembantu (Pdp) pada Gereja Pantekosta Jemaat Solafide Talawid, kemudian Pendeta Muda (Pdm) pada Gereja Pantekosta Jemaat Solafide Kapeta pada Tahun 2021, dan kemudian pada tahun 2022 tepatnya tanggal 27 Juli 2022 lalu saya diangkat dan ditahbiskan sebagai Gembala Sidang Gereja Bethel Indonesia Jemaat Petra Talawid suatu jemaat yang saya rintis dengan pertolongan Tuhan, dalam status Pendeta Muda.

Syukur kepada Tuhan selaku pemilik pelayanan ini, selama masa kurang lebih 1 (satu) tahun saya memegang jabatan Gembala Jemaat GBI Petra Talawid, berbagai pelayanan penggembalaan telah saya lakukan, diantaranya : 2 (dua) kali melakukan pernikahan, 3 (Tiga) kali melakukan pelayanan baptisan, 2 (dua) kali melakukan pelayanan penyerahan anak, 2 (dua) kali memfasilitasi pelayanan KKR dengan pembicara dari luar daerah, serta berbagai pelayanan lain dalam jemaat local. Dengan pertolongan Tuhan, saat ini anggota jemaat yang Tuhan percayakan kepada kami telah bertumbuh hingga 8 (delapan) KK, sehingga kami sedang berupaya untuk mengembangkan pelayanan melalui pembangunan gedung gereja baru dengan kapasitas yang lebih besar dari tempat ibadah yang ada sekarang, yang masih memakai bekas garasi mobil kami. Semuanya ini tentunya merupakan suatu pengalaman pertumbuhan iman yang sumbernya berasal dari Tuhan selaku pemilik kehidupan ini.

3.        Pertumbuhan Intelektual

Kerinduan untuk menambah pengetahuan di bidang teologi akhirnya terpenuhi setelah kami sekeluarga pindah domisili di Kampung halaman saya di Siau – Sulawesi Utara. Sekolah Tinggi Teologi Rumah Murid Kristus (STT RMK) Bitung, telah beberapa kali melakukan sosialisasi Program Off Campus, namun saya baru berkesempatan mengikutinya pada tahun 2018. Meskipun saya telah memegang ijazah Sarjana Teknik, namun kerinduan untuk menempuh pendidikan setingkat S1 Teologi bagi saya adalah merupakan suatu kesempatan yang baik. Awalnya yang mendorong saya masuk kuliah adalah salah seorang teman saya yang kemudian hari menjadi Gembala Sidang pada salah satu gereja GBI di wilayah kami. Saya yang waktu itu sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti kuliah Pasca Sarjana di Universitas Terbuka, kemudian lebih memilih untuk menempuh pendidikan S1 Teologi pada STT RMK Bitung ini. Selama 4 (empat) tahun kami belajar, dengan system pembelajaran Off Campus. Saya akhirnya dapat menyelesaikan pendidikan dan kemudian diwisuda pada September tahun 2022 dengan hasil Sangat Memuaskan. Di sementara saya menyelesaikan pendidikan S1 Teologi di STT RMK Bitung ini, pada tahun 2021 saya mendaftar sebagai Mahasiswa pada Program Studi Magister Pastoral Konseling Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia, dan diterima di STT BI sebagai mahasiswa baru dengan mempergunakan ijasah S1 Teknik.  2 (Dua) tahun belajar di Program Studi Magister Pastoral Konseling, akhirnya pada bulan Juli 2023 yang baru lalu saya berhasil mempertahankan Tesis dengan judul Faktor Perceraian Suami Isteri dalam Rumah Tangga Kristen di Kab. Kepl. Siau Tagulandang Biaro (Suatu Pendekatan Melalui Methode Mix Method) dengan nilai A.

Kerinduan untuk terus menambah pengetahuan dalam bidang kerohanian terus bergaung dalam hatiku, sehingga pada saat ini di tahun 2023 ini, saya dengan penuh keteguhan iman, dengan berbagai pertimbangan yang matang, memilih untuk kembali mengikuti pendidikan pada jenjang Strata 3 melalui STT BI Program Studi Doktor Ministri. Kerinduan yang sudah bulat ini, dengan disertai doa kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja tentunya membuat saya yakin akan mampu menyelesaikannya pada waktu yang tepat.