Senin, 18 Desember 2023

Doa Saat Upacara Hari Bela Negara

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, ST, STh, MAg, MTh (C).

Dalam Kedaulatan Allah Sang Pencipta Semesta Alam, Bapa di dalam Kristus Yesus Tuhan, kami tertunduk seraya menaikan madah syukur atas penyertaanMu yang sempurna sehingga kami masih boleh ada kini dan di sini, dalam rangkaian upacara memperingati Hari Bela Negara yang ke-75 tahun di Tahun 2023 ini.

Demi kemurahanMu yang besar kami memohon ……....... berikanlah kekuatan dan kemampuan kepada kami, sehingga melalui mementum upacara bela negara ini kami dapat memantapkan diri untuk terus mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, serta menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Rahmatilah Bangsa kami, Bangsa Indonesia tercinta ini, biarlah kemuliaanMu terpancar atas Bangsa ini, sehingga menjadi bangsa yang bermartabat, menjunjung tinggi keadilan, menciptakan kemakmuran dan mampu mendatangkan kenyamanan dan ketentraman hidup bagi seluruh warga masyarakat.

TanganMu yang perkasa menuntun Negeri 47 Pulau, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, dari Pimpinan Daerah kami, bapak Penjabat Bupati, bapak Sekretaris Daerah, Bapak Ibu Assisten, Staf Ahli Bupati serta Pimpinan-Pimpinan OPD, sehingga melalui pemakaian Tuhan atas hamba-hambaMu ini, negeri ini menjadi negeri yang diberkati baik tanah, laut maupun udaranya, dan dapat menjadi mezbah doa bagi keselamatan Bangsa Indonesia.

Sertai dan pelihara kami selaku Aparatur Sipil Negara dalam menunaikan setiap tugas dan tanggungjawab yang teranugerahkan bagi kami sesuai dengan kehendak Tuhan. Hindarkanlah kami dari segala sesuatu yang mendatangkan marabahaya dan malapetaka, biarlah Damai dan Sukacita Allah menjadi bagian kami sekarang dan untuk selamanya.


KepadaMu kami menaikan doa ini Ya Yesus Kristus Tuhan dan Raja kami, sambil memohon pengampunanMu atas setiap kesalahan kami. Amin.

Sabtu, 02 September 2023

ANGKUTAN PEDESAAN TEMPOE DOELOE DI KEC. SIBARSEL

Oleh : Fredrik Dandel (Pemerhati Budaya Siau)

Masih ingatkah dengan Bus Legenda ini ?. Dialah Bus "Sawang Indah",  pemiliknya adalah Ko Sony. Bus lintasan Ulu Talawid Ondong ini dinamakan "Sawang Indah", mungkin karena pemiliknya berasal dan tinggal di Sawang. Foto April 1988. 

Angkutan perdesaan yang melayani lintasan Ulu Talawid Ondong (sampai Tanaki), mengalami perubahan dari masa ke masa. Pernah sebelumnya Engkel Truck yang disulap jadi Angkutan Perdesaan, misalnya :  Berlian, Briltas, dan Setia Budi. Kapasitas angkutnya adalah 24 orang. Sekarang Engkel Truck ini masih terdapat 2 Unit di Tagulandang.

Ada juga minibus milik Ko Ronald Manalip,.kapasitas angkutnya hanya 10 orang, tapi kadang dipaksa memuat lebih dari 10 orang. minibus ini muncul dan mulai beroperasi tahun 1990,, waktu saya mulai bersekolah di SMA Ulu. Ada juga L300 dengan nama Kalvari, dan Gloria, hadir lebih awal dari minibus Ko Ronald, tapi masih juga aktif beroperasi di masa minibus itu ada.






Jumat, 01 September 2023

GMIST MAHANAIM TALAWID DALAM GAMBAR TEMPOE DOELOE

Oleh : Fredrik Dandel (Pemerhati Budaya Siau)

Ruangan Gereja yang nampak dalam gambar di bawah ini mejadi saksi sejarah perkembangan bangunan Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud (GMIST) Mahanaim Talawid di waktu dulu.

Foto 1. Terdeteksi diabadikan pada Mei 1989. Nampak yang duduk di kursi paling depan adalah Pari Koma Manoi dan Bpk. Mangerongkonda (Opanya Bpk. Farly M. / Tyaga Volker ). Tiang penyangga bangunan gereja dari kayu masih nampak jelas, demikianpun kursi besi lipat masih nampak kuat.

Foto 2 dan 3. Tidak terdeteksi diabadikan tahun berapa. Nampak yang duduk di sebelah kanan depan adalah mantan Kapitalau Talawid, Bpk. Sahambangung (Ayah dari Para Hein Sahambangung), pada deretan bangku kedua yang berdiri adalah Bpk. Agus Kasenda (Ayah dari Ungke Kasenda Frits ). Tempat duduk yang dipakai adalah bangku panjang dari kayu. Sudah tidak nampak tiang penyangga dari kayu, serta dalam foto 3, terlihat lantai yang sudah dilapisi teghel putih mengindikasikan moment ini sekitar tahun 1990an.

Foto 4 dan 5. Tidak juga terdeteksi tahun berapa, tapi menganalisa tokoh utama dalam foto adalah Bpk. Nixon Mangerongkonda ), moment.tersebut sekitar tahun 1990an. Nampak mimbar GMIST Mahanaim Talawid yang berdiri kokoh dengan teghel biru muda yang dikombinasi salib putih, serta teras gereja yang disematkan ucapan selamat datang.









Kamis, 31 Agustus 2023

LUTANG SOKOLHE

Oleh : Fredrik Dandel (Pemerhati Budaya Siau).


Senapan yang terbuat dari bambu, permainan kami dulu waktu masih kanak-kanak. Pelurunya berfariasi, baik dari kertas yang dikunyah, buah jambu air yang masih kecil (puhing kompose) ataupun buah kupa. 

Tentang puhing kompose, akan jadi sesuatu yang paling berharga apabila kami bisa mendapatkan/ mengumpulkannya sampai 1 tas plastik kecil. Woouww....itu sangat menyenangkan, meskipun untuk mendapatkannya pasti dengan harap2 cemas, mengingat kemungkinan dimarahi pemilik kompose tersebut. Jaman itu, pohon buah2an sangat sedikit, termasuk mangga dodole.😀😀😀

Menjelang natal biasanya anak2 dijaman kami dulu sudah akan mempersiapkan senjata ini. Memeriahkan hari natal, disamping bambu petung (Lutang Patung) dan lain2 permainan yang melibatkan perkumpulan banyak orang.

LUTANG sokolhe bisa dirangkai lebih dari satu, supaya pemiliknya bisa lebih berani menyerang lawan, ataupun mempertahankan diri dari serangan lawan.

Di Kampung Talawid, waktu itu masih satu kampung dengan Mahuneni, pertandingan ketangkasan ini biasanya terjadi antara "Simpoto Bawah" Vs "Simpoto Dasi", yang sekarang akhirnya memang dimekarkan jadi 2 Kampung, Talawid dan Mahuneni.

Terkadang permainan yang berbahaya ini juga dikaitkan dengan Pepiti Batang, sebagaimana yang sebelumnya telah saya posting. Hmmmmmm..... Senangnya masa kecil dulu.... 😀😀😀❤️❤️❤️

Rabu, 30 Agustus 2023

PENAMPILAN ORKES "BUKIT ZAITUN" MENGUNDANG DECAK KAGUM MASYARAKAT SIBARSEL

Talawid-Siau, 29 Agustus 2023. Kemunculan Kelompok musik Orkes "Bukit Zaitun" M'burake - Kampung Talawid saat mengisi acara dalam Ibadah Syukur Hari Ulang Tahun Gereja Pantekosta Solafide Talawid ke-17 malam ini, sungguh menyita perhatian dan mengundang decak kagum Jemaat dan seluruh undangan yang hadir.

Kelompok kesenian yang beranggotakan lebih dari 30 orang yang tergabung dalam kelompok Bukit Zaitun Jemaat GMIST Mahanaim Talawid yang berdomisili di Lindongan IV Kampung Talawid ini, mempersembahkan 2 (dua) lagu pujian masing2 : Bernyanyilah Bagi Tuhan Hua dan Maeng Seng Memadoa. Kelincahan pemusic dalam memetik dawai Gitar, Keroncong dan Tren Bas yang berpadu dengan pukulan Tam-Tam disertai kolaborasi paduan suara pria dan wanita terdengar sebagai Simponi yang merdu dan menghibur hati. Tak heran dalam setiap akhir pentas, mereka selalu mendapatkan aplaus yang meriah dari segenap hadirin dan undangan yang ada. 

Bapak Ivandy Hontong , sebagai pemimpin Orkes ini, ketika diwawancarai usai ibadah menuturkan bahwa keberadaan orkes yang baru berusia 4 (empat) bulan ini merupakan swadaya anggota kelompok, beberapa alat music berupa keroncong dan Tren Bas merupakan buah karya anggota kelompok, sedangkan Gitar yang berjumlah 2 (dua) unit serta Tam-Tam berjumlah 1 unit merupakan milik pribadi yang dipinjamkan kepada kelompok. "Kami mendapatkan fasilitas ini baik melalui peminjaman dari keluarga serta swadaya kelompok yang didasari pada keinginan untuk bersekutu dan melayani Tuhan" demikian tutur salah seorang ASN pada Inspektorat Kab. Kepl. Sitaro ini. 

Ketika ditanyai tentang kelengkapan alat music, pegawai yang awalnya mengabdi sebagai Tata Usaha di SMP Negeri 1 Ondong Siau dan sempat dipindahkan pada Dinas Pendidikan ini bertutur bahwa untuk kategori orkes, alat music yang ada sudah hampir komplit, kalaupun akan ditambahkan, adalah untuk satu jenis alat music Bambu Tunta dan penambahan 1 Unit Gitar serta 4 Unit Keroncong. Alat yang ada saat ini yakni : 2 Unit Gitar, 9 Unit Keroncong, 1 Unit Tren Bas dan 1 Unit Tam-Tam. 

Sebagai catatan, masyarakat Kampung Talawid dan Kampung Mahuneni ketika.masih berada pada satu Kampung sejak dulu sangat familiar dan mahir dengan permainan alat music. Pada dasawarsa 80an kaum pria dari 2 (dua) jemaat GMIST Sentrum Talawid dan GMIST Mahanaim Talawid sempat memiliki kelompok music kulintang dan juga kelompok music bambu. Untuk dua kategori music dimaksud bahkan seringkali dilakukan perlombaan yang juga mengikutsertakan kelompok music yang sama dari berbagai gereja yang ada di wilayah Kecamatan Siau Barat. Namun sayangnya keberadaannya kemudian menghilang hingga saat ini.

Dengan kemunculan kelompok music orkes Bukit Zaitun dari M'burake ini, diharapkan kembali menggairahkan minat seni khususnya seni music di kalangan masyarakat Kampung Talawid dan Kampung Mahuneni bahkan secara umum pada masyarakat Kecamatan Siau Barat Selatan, sebab tentunya akan berdampak positif, baik dalam membentuk minat dan karakter masyarakat, juga menunjang pertumbuhan sektor pariwisata di Kecamatan yang terkenal memiliki banyak objek wisata pantainya ini. (FD).







Selasa, 29 Agustus 2023

PAPEDANG


Seperti itulah orang tua di Pulau Siau dahulu menyebutnya. Alat tradisional untuk memasak / membakar sagu, yang terbuat dari bata merah. Kalau orang Maluku atau Ambon negeri yang menjadikan sagu sebagai bahan makanan pokoknya menyebut alat ini dengan nama porna sagu atau porno sagu. 

Sekarang alat ini mungkin sudah jarang atau tidak.lagi ditemukan di Siau. Orang Siau sudah kurang tertarik makan sagu. Tapi kalau di negeri Ambon atau Maluku pada umumnya, alat ini masih gampang ditemui. Oma-Oma orang Saparua yang pakai kebaya masih setia menjajakan sagu lempeng di pasar-pasar kota Ambon.

Istilah memasak sagu, dalam.bahasa daerah Siau disebut "mudangeng humbia" : mudangeng = memasak dengan PAPEDANG, dan humbia  = sagu. Bahan dasar sagu yang sudah dicampur kelapa yang dicukur akan ditebarkan diatas PAPEDANG yang sudah dipanaskan di nyala api, kemudian ditutupi dengan daun pisang dan papan seukuran PAPEDANG itu, dibiarkan sampai matang, baru kemudian dikeluarkan dengan tusukan garpu. Sagu siap dimakan, baik dengan kua woku ataupun lauk lainnya yang berkuah. Hmmmmmm.... Rindu masa-masa dulu. 🙏🙏🙏

Minggu, 27 Agustus 2023

KESAKSIAN PRIBADI

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, ST, STh, MAg.

(Dibuat sebagai salah satu persyaratan administrasi mengikuti Kuliah Doktor Ministry pada Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia - Jakarta). 


1.    Pengalaman Pertobatan

Kerinduan untuk melayani Tuhan menjadi semakin menyala ketika saya bertobat, memberi diri dibaptis dan merasakan benar-benar lahir baru sebagai anak Tuhan. Itu terjadi pada tahun 2001. Sebelumnya saya adalah salah seorang pemuda yang aktif bersekutu bersama rekan pemuda lain pada salah satu gereja Protestan di Ambon, sampai kerusuhan Ambon pecah dari tahun 1999 hingga kurang lebih 4 (empat) tahun kemudian.

Saat terjadinya kerusuhan Ambon, saya benar-benar merasa bahwa itu merupakan hari kiamat bagi kami. Hidup menjadi betul-betul menakutkan, bingung, penuh kecurigaan, namun disatu sisi terbit hal yang positif adalah bahwa dalam setiap kesempatan selalu menyertakan waktu untuk mengingat Tuhan baik dalam doa, maupun dalam setiap aktifitas sehari-hari yang sebagian besar hanya diisi dengan berjaga-jaga dengan sesama saudara Kristen serta juga kaum muslim lainnya yang merupakan mayoritas di Desa Kebun Cengkeh.

Perjumpaan dengan penginjil yang berasal dari aliran pentakosta, terjadi beberapa bulan sebelum tragedi kemanusiaan Maluku, di tempat Kaka Sepupu saya tinggal seringkali dikunjungi oleh seorang hamba Tuhan dari salah satu gereja GBI yang ada di Ambon, saya masih ingat namanya Pak Bram, meski sudah lupa marga beliau. Hamba Tuhan yang setia ini, merupakan seorang pensiunan PNS di Kota Ambon, yang juga mengabdikan dirinya untuk melayani pekerjaan Tuhan, mencari jiwa. Beberapa kali beliau sempat bertemu dengan saya, karena sayapun seringkali dipanggil oleh Kaka Sepupu saya ikut bersamanya mendengarkan kesaksian dan firman Tuhan yang disampaikan oleh Pak Bram. Suatu waktu dalam konseling pribadi, beliau menanyakan saya tentang perihal baptisan. Waktu itu saya dengan tegas mengatakan bahwa saya telah dibaptis sewaktu masih kecil, dan saya rasa itu cukup. Ketika beliau menjelaskan tentang baptisan dan meyakinkan kepada saya bahwa saya perlu dibaptis selam, sayapun dengan tegas menolaknya, dengan alasan bahwa orang Pentakosta lainnya yang telah dibaptis selampun hidup mereka tidak pernah berubah, bahkan ada yang sama sekali tidak menunjukkan kesaksian untuk memuliakan Tuhan. Prinsip ini tetap saya pegang teguh sampai kami akhirnya tidak bisa lagi bertemu karena kerusuhan Ambon, sayapun tidak pernah lagi mendengar berita dari Pak Bram.

Rupanya benih firman yang disampaikan oleh Pak Bram, tidaklah sia-sia. Beberapa tahun kemudian, saya berjumpa lagi dengan hamba Tuhan / Penginjil lainnya yang juga memberitakan pentingnya baptisan sebagai bukti ketaatan orang yang merasa dirinya sebagai murid / pengikut Yesus. Meski sempat beberapa kali menolak perihal baptisan ulang, akhirnya sayapun memutuskan untuk mempelajari perihal baptisan tersebut, sampai-sampai saya membeli suatu buku Tafsiran Alkitab Masa Kini Jilid III Matius – Wahyu yang diterbitkan oleh Yayasan Komunikas Bina Kasih/OMF (1999).

Dalam buku tersebut, khususnya yang menafsirkan tentang Injil Matius 19:14 yang pada umumnya dijadikan oleh Gereja Protestan, sebagai dasar untuk melakukan baptisan anak, pada halaman 104 dituliskan sebagai berikut : “Kata menghalang-halangi (Yunani koluo) dipakai sebagai istilah teknis kemudian hari dalam hal baptisan (bnd 3:14; Kis 8:36; 10:47). Tapi peristiwa ini sendiri bukanlah ketentuan bagi baptisan anak-anak”.   Selanjutnya dipertegas kembali dalam tafsiran Markus 10:13-16, dicatat pada halaman 159 sebagai berikut : “Beberapa ahli memberikan kesan, bahwa inilah singgungan terhadap upacara baptisan di gereja pertama, dimana pertanyaan, ‘apa yang menghalangi ?’ dapat diajukan sebelum seseorang dibaptiskan, Bnd Kis. 8:36. Tapi perlu diperhatikan bahwa undangan Tuhan adalah : Biarkan anak-anak itu datang, bukan biarkan mereka di bawa kemari”. Hal inilah kemudian yang menjadi beban pikiran dalam hati saya : “Jika seorang professor berlatar belakang Protestan, dan yang mendukung doktrin baptisan anak / baptisan percik mengatakan demikian, mengapa saya yang pada masa itu awam tentang firman Allah  masih tetap bersikeras untuk mempertahankan doktrin tersebut. Setelah melalui perenungan yang panjang dan beberapa hari, sayapun memutuskan untuk menemui hamba Tuhan tersebut dan berdiskusi perihal kebenaran Doktrin Baptisan Selam dan Orang Dewasa. Suatu kalimat kesaksian yang menyentuh hati saya waktu itu yang saya ingat keluar dari mulut hamba Tuhan ini adalah : “Jika Yesus Kristus yang adalah Allah berkehendak untuk memenuhi semua kehendak Allah, termasuk baptisan, mengapa saya masih mau menolaknya. Hal ini begitu tertanam dalam hati kecil saya, menjadi suatu perenungan yang serius, sampai pada akhirnya dengan kesadaran yang sungguh saya memutuskan “Harus dibaptis selam, untuk mengikuti kehendak Allah”.

Dengan kesadaran seperti itulah saya kemudian bersedia untuk dibaptis, setelah melalui beberapa kali pendalaman Alkitab perihal baptisan dan lahir baru, kemudian mengaku dosa dan dilakukan doa untuk pelepasan, waktu itu saya benar-benar menangis sampai-sampai saya tidak menyadari bahwa saya dalam keadaan menangis tersebut selama berjam-jam, bahkan sampai turun ke dalam air laut untuk dibaptis. Ketika saya keluar dari dalam air, mata hati saya waktu itu sangat bersukacita, meski dengan mata yang masih tertutup saya melihat suatu cahaya yang sangat terang turun memancar tepat ke mata saya, seperti dari langit yang terbuka. Saya benar-benar yakin, bahwa Tuhan berkenaan mengampuni dosa saya, dan saya telah lahir baru.

2.        Pertumbuhan Iman

Pengalaman lahir baru ini terus berlangsung, bahkan selama kurang lebih 4 (empat) tahun pertama dalam perjalanan iman saya bersama Tuhan, saya benar-benar sedikitpun tidak mau jauh dari Tuhan. Ibadah di tempat manapun ketika melibatkan jemaat kami, saya terus hadir, setiap hari saya setia membaca Alkitab dengan pola yang terstruktur dari Kitab Kejadian – Wahyu, sehingga selama masa tersebut, saya telah menyelesaikan bacaan Alkitab selama 4 x berturut-turut. Saya benar-benar haus akan kebenaran firman Allah, berbagai bacaan rohani menjadi konsumsi saya setiap hari tanpa henti, kemudian setelah menikah dengan isteri saya, kamipun sempat mengikuti pendidikan Alkitab yang diselenggarakan oleh Majelis Deaerah GPSDI melalui program Sekolah Pekerja Kristus (SPK). Tentang program ini, kami berdua mendapatkan Sertifikat Kelulusan.

Berbagai tugas pelayananpun saya terima, mulai dari pemimpin puji-pujian (WL) sampai ke tugas pemberitaan Firman Tuhan baik pada ibadah keluarga, ibadah umum pada hari minggu, bahkan sampai beberapa kali saya diutus oleh Gembala Sidang Senior untuk melakukan pelayanan Minggu di Pulau Haruku (suatu Pulau tersendiri yang terpisah dari Pulau Ambon), sebab jemaat disana masih belum memiliki Gembala Sidang, sehingga beberapa hamba Tuhan dijadwalkan bergantian melakukan pelayanan Minggu ke sana.

Pengalaman pelayanan di Kota Ambon ini berlangsung selama kurun waktu 2001 s/d 2011, selanjutnya saya kemudian memutuskan untuk pindah tugas ke Pemerintah Kota Bitung dan mulai berdias pada bulan Desember 2011. Selama masa tugas 4 tahun 4 bulan di Kota Bitung, saya masih tetap dipercayakan melayani pekerjaan Tuhan, baik sebagai WL maupun sebagai pengkhotbah. Namun pelayanan ini kebanyakan dilakukan di Pulau Siau, karena hampir setiap minggu saya pulang ke Siau, bertemu dengan isteri dan anak-anak kami di sana. Setelah merasa mantap menetap di Siau, sayapun akhirnya kembali mengurus pindah tugas di Pemerintah Dearah Kab. Kepl. Siau Tagulandang Biaro, dan mulai berdinas di sana pada bulan April 2015. Sebulan kemudian dilantik sebagai Kepala Seksi Pertambangan dan Peralatan Eksplorasi.

Kerinduan untuk melayani tidak pernah sedikitpun surut dalam hati saya, pada tahun 2017 saya kemudian diangkat dan ditahbiskan sebagai Pendeta Pembantu (Pdp) pada Gereja Pantekosta Jemaat Solafide Talawid, kemudian Pendeta Muda (Pdm) pada Gereja Pantekosta Jemaat Solafide Kapeta pada Tahun 2021, dan kemudian pada tahun 2022 tepatnya tanggal 27 Juli 2022 lalu saya diangkat dan ditahbiskan sebagai Gembala Sidang Gereja Bethel Indonesia Jemaat Petra Talawid suatu jemaat yang saya rintis dengan pertolongan Tuhan, dalam status Pendeta Muda.

Syukur kepada Tuhan selaku pemilik pelayanan ini, selama masa kurang lebih 1 (satu) tahun saya memegang jabatan Gembala Jemaat GBI Petra Talawid, berbagai pelayanan penggembalaan telah saya lakukan, diantaranya : 2 (dua) kali melakukan pernikahan, 3 (Tiga) kali melakukan pelayanan baptisan, 2 (dua) kali melakukan pelayanan penyerahan anak, 2 (dua) kali memfasilitasi pelayanan KKR dengan pembicara dari luar daerah, serta berbagai pelayanan lain dalam jemaat local. Dengan pertolongan Tuhan, saat ini anggota jemaat yang Tuhan percayakan kepada kami telah bertumbuh hingga 8 (delapan) KK, sehingga kami sedang berupaya untuk mengembangkan pelayanan melalui pembangunan gedung gereja baru dengan kapasitas yang lebih besar dari tempat ibadah yang ada sekarang, yang masih memakai bekas garasi mobil kami. Semuanya ini tentunya merupakan suatu pengalaman pertumbuhan iman yang sumbernya berasal dari Tuhan selaku pemilik kehidupan ini.

3.        Pertumbuhan Intelektual

Kerinduan untuk menambah pengetahuan di bidang teologi akhirnya terpenuhi setelah kami sekeluarga pindah domisili di Kampung halaman saya di Siau – Sulawesi Utara. Sekolah Tinggi Teologi Rumah Murid Kristus (STT RMK) Bitung, telah beberapa kali melakukan sosialisasi Program Off Campus, namun saya baru berkesempatan mengikutinya pada tahun 2018. Meskipun saya telah memegang ijazah Sarjana Teknik, namun kerinduan untuk menempuh pendidikan setingkat S1 Teologi bagi saya adalah merupakan suatu kesempatan yang baik. Awalnya yang mendorong saya masuk kuliah adalah salah seorang teman saya yang kemudian hari menjadi Gembala Sidang pada salah satu gereja GBI di wilayah kami. Saya yang waktu itu sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti kuliah Pasca Sarjana di Universitas Terbuka, kemudian lebih memilih untuk menempuh pendidikan S1 Teologi pada STT RMK Bitung ini. Selama 4 (empat) tahun kami belajar, dengan system pembelajaran Off Campus. Saya akhirnya dapat menyelesaikan pendidikan dan kemudian diwisuda pada September tahun 2022 dengan hasil Sangat Memuaskan. Di sementara saya menyelesaikan pendidikan S1 Teologi di STT RMK Bitung ini, pada tahun 2021 saya mendaftar sebagai Mahasiswa pada Program Studi Magister Pastoral Konseling Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia, dan diterima di STT BI sebagai mahasiswa baru dengan mempergunakan ijasah S1 Teknik.  2 (Dua) tahun belajar di Program Studi Magister Pastoral Konseling, akhirnya pada bulan Juli 2023 yang baru lalu saya berhasil mempertahankan Tesis dengan judul Faktor Perceraian Suami Isteri dalam Rumah Tangga Kristen di Kab. Kepl. Siau Tagulandang Biaro (Suatu Pendekatan Melalui Methode Mix Method) dengan nilai A.

Kerinduan untuk terus menambah pengetahuan dalam bidang kerohanian terus bergaung dalam hatiku, sehingga pada saat ini di tahun 2023 ini, saya dengan penuh keteguhan iman, dengan berbagai pertimbangan yang matang, memilih untuk kembali mengikuti pendidikan pada jenjang Strata 3 melalui STT BI Program Studi Doktor Ministri. Kerinduan yang sudah bulat ini, dengan disertai doa kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja tentunya membuat saya yakin akan mampu menyelesaikannya pada waktu yang tepat.


Sabtu, 26 Agustus 2023

Doa Kristen Pada Saat Apel Bersama Pemda Kab. Kepl. Sitaro

Disusun Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, ST, STh, MAg.


Allah Yang Maha Kuasa Pencipta Langit dan Bumi. Bapa di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Kepada-Mu kami menaikan puji dan syukur, oleh karena pimpinan, penyertaan dan perlindungan-Mu semata, kami masih diberi kesempatan untuk menikmati hari hidup kami sampai saat ini, dan boleh berkumpul di tempat ini dalam mengikuti Apel Bersama, mengawali hari kerja kami disepanjang minggu ini.

Demi kasih-Mu yang besar bagi kami ya Tuhan semesta Alam kami memohon kepada-Mu : Kiranya TanganMu yang perkasa menyertai Pimpinan Daerah kami, Ibu Bupati Pribadi dan Keluarga, Bapak Wakil Bupati Pribadi dan Keluarga, dalam mengemban tugas yang dipercayakan. Berkenanlah Engkau memberikan kemampuan dan kesehatan sehingga kedua hamba-Mu dapat menjalankan roda pemerintahan dengan baik, memimpin kami selaku warga masyarakat yang ada di Negeri 47 Pulau ini. 

Hikmat dan marifat Engkau anugerahkan bagi Bapak Sekretaris Daerah, Bapak/Ibu Asisten Bapak/Ibu Staf Ahli Bupati, Bapak/Ibu Pimpinan OPD dalam mengemban tugas yang dipercayakan, memimpin kami selaku Aparatur Sipil Negara, menjalankan program Kerja Pemerintah Daerah untuk mewjudkan visia dan misi menuju Kabupaten yang semakin unggul sejahtera dan harmonis. 

Kekuatan dan kemampuan teranugerahkan juga  bagi kami selaku Aparatur Sipil Negara dalam mengemban tugas kami sesuai dengan panggilan kami masing-masing. Kesetiaan, kedisiplinan, kebersamaan dan loyalitas sehingga kami dapat bersama-sama membangun daerah yang tercinta ini,

Rahmatilah Negeri kami tercinta Kab. Kepl. Sitaro. Karuniakanlah dengan berkat melimpah baik tanah, laut maupun udaranya. Hindarkanlah negeri  ini dari segala yang tidak berkenaan kepada Tuhan. Jauhkan dari segala marabahaya, malapetaka dalam bentuk apapun. Jadikanlah negeri ini sebagai mezbah doa untuk keselamatan Bangsa Indonesia. 

Ini doa kami ya Tuhan, ampunilah kami dari segala dosa dan kesalahan kami, nyatakan kuasa dan mujizat-Mu, sebab kami percaya tidak ada yang mustahil bagi Engkau. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami berdoa, Haleluyah ..... Amin.

Minggu, 13 Agustus 2023

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) PASUKAN PENGIBAR BENDERA PUSAKA (PASKIBRAKA) TINGKAT KAB. KEPL.SITARO TAHUN 2023

Pembukaan Diklat Paskibraka Kab. Kepl. Sitaro 2023.


I. Latar Belakang 

Perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang puncaknya dilaksanakan melalui Upacara Pengibaran Bendera Pusaka pada setiap tanggal 17 Agustus merupakan moment yang sangat penting artinya dalam mengimplementasikan Pancasila sebagai dasar dan Ideologi Negara, menumbuhkembangkan rasa cinta tanah air, serta kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
Pasukan Pengibar Bendera Pusaka adalah pelajar putra dan putri terbaik yang merupakan kader bangsa untuk melaksanakan tugas mengibarkan/ menurunkan duplikat Bendera Pusaka pada upacara peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia baik di tingkat nasional/pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Oleh sebab itu setiap calon paskibraka harus memiliki fisik dan kesehatan yang prima, memiliki rasa nasionalisme, wawasan kebangsaan, pengetahuan, ketrampilan dan kedisiplinan yang tinggi. Pembinaan putra dan putri terbaik bangsa ini perlu dibentuk dengan semangat jiwa mempertahankan Pancasila yang dilambangkan dalam kendit bertuliskan Pandu Ibu Indonesia Berpancasila. 
Pemerintah Kab. Kepl. Sitaro pada moment HUT Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 78 tahun di Tahun 2023 melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kab. Kepl. Sitaro melakukan Diklat Calon Paskibraka tingkat kabupaten untuk membentuk dan mempersiapkan putera dan puteri terbaik bangsa ini dalam pelaksanaan tugas Negara yang mulia ini. 

II. Dasar Pelaksanaan : 

Pelaksanaan Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Diklat Paskibraka) Tingkat Kab. Kepl. Sitaro Tahun 2023 didasarkan pada : 
  1. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 51/2022 tentang Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. 
  2. Peraturan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) No. 3/2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022 tentang Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. 
  3. Surat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) No. 267/PE/02/2023/D5 tanggal 12 Februari 2023 tentang Petunjuk Teknis Pembentukan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka Tahun 2023. 
  4. Surat Keputusan Bupati Kepl. Sitaro Nomor : 45 Tahun 2023 tanggal 24 Januari 2023 tentang Panitia Pelaksana Pembentukan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka Tahun 2023. 

III. Pelaksanaan Kegiatan : 

Adapun Pelaksanaan Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Diklat Paskibraka) Tingkat Kab. Kepl. Sitaro Tahun 2023, yang telah dilaksanakan dan akan dilaksanaan, diantaranya adalah sebagai berikut : 

1. Tahapan Seleksi Calon Paskibraka, yang terdiri dari : 
  • Sosialisasi dan Pendaftaran Peserta, Kegiatan sosialisasi dan pendaftaran peserta dipusatkan pada 6 Lokasi Sekolah, untuk menjangkau 11 (sebelas) Sekolah Setingkat SLTA di Kab. Kepl. Sitaro, yakni : SMA Negeri 1 Siau Barat, SMK Negeri 1 Siau Barat Selatan, SMK Negeri 1 Siau Timur, SMK Negeri 1 Siau Timur Selatan, SMA Negeri 1 Siau Timur, SMA Negeri 2 Siau Timur, SMA Negeri 2 Siau Barat, SMA Negeri 1 Tagulandang, SMK Negeri 1 Tagulandang Utara, SMK Negeri 1 Tagulandang Selatan dan SMK Negeri 1 Biaro. Adapun pelaksanaan kegiatan sosialisai adalah selama 4 (empat) hari dan dimulai pada tanggal 22 Februari 2023 s/d 25 Februari 2023 
  • Pendaftaran Calon peserta Paskibraka dilakukan secara On Line, yakni melalui situs www://Paskibaraka.bpip.go.id. Adapun jumlah Peserta yang mendaftar adalah sebanyak 165 orang 
  • Pelaksanaan Seleksi : Pelaksanaan Seleksi dilaksanakan selama kurang lebih 4 (empat) bulan, dimulai pada tanggal 22 Februari 2023 s/d 12 Mei 2023. Adapun tahapan seleksi terdiri atas :  Administrasi : 132 peserta  Parade dan Kesehatan : 114 peserta  Pengetahuan Pancasila & Wasbang : 64 Peserta  Inteligensi Umum : 64 Peserta  PBB dan Kesamaptaan : 64 Peserta  Kepribadian : 64 Peserta  Hasil Akhir : 32 Peserta. 
  • Pengumuman Hasil Seleksi, disampaikan melalui media social pada tanggal 23 Mei 2023. Adapun jumlah peserta yang dinyatakan lulus adalah sebanyak 32 peserta yang terdiri dari 17 Peserta Laki-laki (1 diantaranya diutus ke Provinsi) dan 15 Peserta Perempuan (1 diantaranya diutus ke Provinsi). Rekapitulasi Hasil Seleksi sekaligus merupakan Calon Anggota Peserta Diklat Paskibraka, terdiri atas :  Wilayah Pulau Siau : Sebanyak 18 Peserta; terdiri atas Laki-Laki 9 Orang dan Pertempuan 9 orang.  Wilayah Pulau Tagulandang : Sebanyak 10 Peserta; terdiri atas Laki-Laki 5 Orang dan Perempuan 5 orang.  Wilayah Pulau Biaro : Sebanyak 2 Peserta; terdiri atas Laki-Laki 2 Orang dan Pertempuan 0 orang. 

2. Persiapan Pelaksanaan Pemusatan Diklat, terdiri atas : 
  • Rapat Panitia, 
  • Persiapan Asrama Diklat di Lokasi Gedung Mabura Ulu-Siau. 
  • Persiapan Administrasi, dll. 

3. Pelaksanaan Pemusatan Diklat, terdiri atas : 
  • Penerimaan Kehadiran Peserta Diklat, pada tanggal 3 Agustus 2023 
  • Pembukaan Diklat, pada tanggal 3 Agustus 2023. 
  • Pelaksanaan Diklat, yang dilakukan selama 12 (dua belas) hari, yakni dimulai dari tanggal 3 Agustus 2023 s/d 14 Agustus 2023, Lokasi Gedung Mabura – Ulu Siau pada malam hari dan Lapangan Batahi – Ondong Siau pada siang hari. 
  • Pengukuhan Paskibraka, pada tanggal 15 Agustus 2023 
  • Pelaksanaan Tugas Pengibaran Bendera Pusaka pada tanggal 17 Agustus 2023, lokasi Lapangan Batahi – Ondong Siau; dan 
  • Penutupan Kegiatan pada tanggal 18 Agustus 2023. 

IV. Narasumber / Pelatih dan Tenaga Pendukung Lainnya : 

Dalam Pelaksanaan Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Diklat Paskibraka) Tingkat Kab. Kepl. Sitaro Tahun 2023, didukung oleh tenaga professional sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing : 
  1. Narasumber / Pelatih Narasumber / Pelatih dalam Kegiatan Diklat Paskibraka ini terdiri atas unsur TNI AD, TNI AL, Polri, dan juga melibatkan Anggota Purna Paskibraka (PPI) di Kab. Kepl. Sitaro, juga didatangkan personil pelengkap pasukan 45 baik dari Unsur TNI dan Polri di Wilayah Kab. Kepl. Sitaro serta Personil TNI dari Kodim 1301 Tahuna serta Danlanal Tahuna. 
  2. Tenaga Medis Tenaga Medis / Kesehatan yang mendukung kegiatan Diklat Paskibraka ini terdiri atas personil dari Dinas Kesehatan Kab. Kepl. Sitaro, yang kesemuanya berjumlah 6 (enam) orang. 

V. Pembiayaan Kegiatan : 

Pelaksanaan Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Diklat Paskibraka) Tingkat Kab. Kepl. Sitaro Tahun 2023, dibiayai oleh APBD Kab. Kepl. Sitaro melalui DPA Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kab. Kepl. Sitaro. 

VI. Penutup : 

Demikian Laporan Pelaksanaan Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Diklat Paskibraka) Tingkat Kab. Kepl. Sitaro Tahun 2023, disampaikan, selanjutnya meminta kesediaan dengan hormat Ibu Bupati Kepl. Sitaro dalam hal ini diwakili oleh Ibu Assisten Pemerintahan Umum dan Kesra Sekretariat Daerah Kab. Kepl. Sitaro untuk membuka dengan resmi.

Sabtu, 29 April 2023

EKSISTENSI THEOS OLEH ARISTOTELES DENGAN GENGGONALANGI DI MASYARAKAT SANGIR TALAUD DAN SITARO DALAM DIMENSI FILSAFAT TEOLOGI

Oleh : Fredrik Dandel, ST, STh.

(Gembala GBI PETRA Talawid, Mahasiswa STT Magister Pastoral Konseling Bethel Indonesia dan Mahasiswa Magister Teologi STT RMK Bitung)

ABSTRAK

Konsep Theos menurut Aristoteles berangkat dari pemikirannya tentang gerak, dimana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan. Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya, maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Konsep Tuhan oleh Aristoteles tersebut mempunyai relevansi dengan konsep Tuhan dalam masyarakat Sangihe Talaud dan Sitaro, yang disebut sebagai Genggonalangi. Dalam korelasinya, Tuhan oleh Aristoteles dengan Genggonalangi maka ditemukan revelansi tentang eksistensi Tuhan meliputi beberapa hal diantaranya yaitu: 1) kesadaran akan adanya Tuhan, 2) Genggonalangi sebagai Zat yang tidak berwujud, 3) Genggonalangi sebagai Penguasa Tertinggi.


Kata kunci: Filsafat Aristoteles,Genggonalangi. 

PENDAHULUAN 

Pro dan kontra tentang filsafat dan teologi telah tergores dalam sejarah Kekristenan. Meskipun demikian, kita tidak dapat menyangkali bahwa peran penting filsafat dalam teologi demikianpun sebaliknya telah dirasakan manfaatnya hingga saat ini. Refleksi terhadap relasi antara filsafat dan teologi dirasa sangat membantu umat Kristen dalam menajamkan dan mengembangkan teologinya. Ilmu filsafat dan teologi merupakan dua ilmu yang saling menguatkan dan menajamkan. Keduanya digunakan untuk saling membangun dalam tugasnya sebagai sarana pengenalan akan Allah serta sebagai kerangka dalam membangun wawasan dunia Kristen yang injili. Filsafat Teologi merupakan salah satu cabang dari filsafat yang membahas konsep-konsep dasar tentang filsafat (epistemologi, ontologi, aksiologi), hubungannya dengan teologi Kristen, dan manfaat praktisnya bagi cara berpikir dan cara hidup orang Kristen, juga menyoroti berbagai isu teologi kontemporer yang melibatkan penggunaan cara berpikir filsafat. Aristoteles merupakan seorang filsuf Yunani Kuno (384 SM - 322 SM) yang pemikirannya sangat mempengaruhi pemikiran barat dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya. Sumbangsih pemikiran Aristoteles terhadap teologi bermula ketika ia mencetuskan ide tentang gerak. Menurut Aristoteles semua benda bergerak menuju satu tujuan. Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya, maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Eksistensi Sang Penggerak oleh Aristoteles dibuktikan melalui adanya pembuktian-pembuktian ilmiah. Sebagai sebuah pernyataan tentang Tuhan maka segala hal yang berkaitan dengan keberadaan-Nya harus bisa dibuktikan melalui pembuktian-pembuktian yang bersifat objektif sesuai dengan prinsip ilmu pengetahuan, bahwasannya segala pernyataan harus diikuti oleh pembuktian secara ilmiah. Dalam makalah ini penulis akan memfokuskan pada topik bahasan tentang eksistensi Tuhan oleh Aristoteles yang diistilahkan dengan Theos dan korelasinya dengan konsep I Genggonalangi dalam kehidupan masyarakat Sangir Talaud. Sehingga rumusan masalah yang dijadikan acuan dalam penulisan makalah ini adalah Bagaimana eksistensi Tuhan dalam pemikiran Aristoteles dalam kaitannya dengan pemikiran tentang I Genggonalangi pada masyarakat Sangir Talaud ?

HASIL DAN PEMBAHASAN 

Tuhan Dalam Pandangan Filsuf Yunani Kuno Pemikiran tentang eksistensi Tuhan telah ada sebelum Aristotel. Thales yang hidup sekitar tahun 624-546 SM dipercayai merupakan orang pertama yang memikirkan tentang adanya Tuhan. Pertanyaan seriusnya tentang : Apakah sebenarnya bahan alam semesta ini ? awalnya memang bercorak rasionalisme, namun tidak dapat dipungkiri dalam pertanyaan ini iman atau kepercayaan tetap kelihatan memainkan peranannya. Menurut Thales alam ini penuh dengan dewa-dewa yang menggerakkan setiap yang bergerak entahkan itu makhluk hidup ataupun benda mati. Sesuatu argumen yang masih terlihat dipengaruhi oleh kepercayaan pada mitos.[1] Thales berpendirian bahwa substansi segala sesuatu adalah materi yakni “air‟ yang berarti pembuktian ontologis ini dibangun masih dibatasi oleh fisik (matters), dengan kata lain konstruksi ontologis yang dibutuhkan saat itu sebatas menjawab pertanyaan “what is the nature of the word stuff ?” atau “what is the basic principle of universe”. [2]

Pemikiran tentang Tuhan selanjutnya berasal dari Anaximander atau Anaximandros. Anaximandros (610-546 SM) adalah seorang filsuf dari Mazhab Miletos dan merupakan murid dari Thales.[3] Ia mengatakan bahwa segala sesuatu berasal dari benda pertama, tetapi benda pertama itu bukan air, bukan api, bukan tanah, dan bukan udara, melainkan berasal dari asal yang lebih dahulu dari padanya. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa masalah penciptaan (kejadian) bagi dia adalah masalah perpindahan dari satu bentuk ke bentuk lain, dari satu rupa ke rupa lain, dan bukan masalah mengadakan atau menciptakan dari tiada. Jelaslah bahwa benda-pertama, di mana semua wujud akan kembali kepadanya. Dewa adalah sumber penggerak dan perkara-perkara yang bergerak. [4]

Filsuf berikutnya adalah Herakleitos. Herekleitos berasal dari Ephesos, sebuah kota perantauan di Asia Kecil.[5] Ia hidup di sekitar abad ke-5 SM (sekitar 540-480 SM).[6] Ia mengatakan tentang tidak butuhnya semua yang wujud kepada Zat yang mewujudkannya. Akan tetapi ia mengatakan tentang kebutuhannya terhadap keadilan Tuhan yang tidak bisa tidak harus ada bagi wujud-wujud tersebut. Berbicara tentang Tuhan, seperti halnya berbicara tentang Zat yang mengatur dan berkemauan, kata Herakleitos. Di antara kata-kata Herakleitos adalah sesungguhnya Tuhan tanpa diragukan lagi adalah kunci keadilan pada alam semesta keseluruhannya dan sesungguhnya perbuatan-perbuatan manusia kosong dari akal fikiran, tetapi perbuatan-perbuatan Tuhan tidak kosong daripadanya. Manusia tidak lain adalah seperti kanak-kanak dibanding dengan Allah. Manusia yang paling berakal adalah seperti hewan nas-nas dibanding dengan Tuhan. Jika ia dibandingkan dengan Tuhan, maka ia buruk-cacat, seperti buruk-cacatnya kera yang terbagus dibanding dengan manusia.[7]

Pemikiran filsafat selanjutnya tentang eksistensi Tuhan berasal dari Plato. Plato (427-347 SM) dilahirkan di Athena dalam kalangan bangsawan, merupakan seorang pengagum Sokrates sejak masa mudanya dan ia sangat dipengaruhi oleh Sokrates.[8]  Tuhan menurut Plato adalah sumber segala sesuatu dan tempat kembali segala sesuatu. Dia ada dengan sendirinya sebelum ada masa dan akan tetap ada sesudah masa, tidak ada hubungannya dengan masa dan tidak ada pengaruh masa bagi diriNya. Daripadanya terbit segala kebenaran yang kekal. Selanjutnya ia mengatakan alam ini mempunyai pembuat yang amat indah, pembuat itu bersifat azali, wajib ada Zatnya, pembuat itu mengetahui sekalian keadaan. Plato menyebutkan bahwa ada beberapa perkara yang tidak pantas bagi manusia tidak mengetahuinya, antara lain bahwa manusia itu mempunyai Tuhan yang membuatnya. Tuhan itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat oleh sesuatu.[9]

Berdasarkan uraian sebagaimana dimaksud diatas, diketahui bahwa pemikiran tentang eksistensi Tuhan telah ada pada masa filsafat Yunani Kuno, yakni sejak filsuf pertama Thales. Artinya, pemikiran tentang Tuhan oleh para filsuf telah ada sebelum Aristoteles. Mereka mengakui adanya kekuatan di luar kekuatan yang dimiliki manusia, yang menggerakkan segala sesuatu yang bergerak, alam ini ada karena ada pembuatnya dan pembuat itu bersifat azali, wajib ada zatnya, dan pembuat itu mengetahui sekalian keadaan. Pembuat itu oleh Plato dinamakan Tuhan.

B.  Eksistensi Tuhan Dalam Pandangan Aristoteles

Aristoteles merupakan filsuf Yunani Kuno yang hidup pada tahun 384 - 322 SM, ia berasal dari Stageira di daerah Thrake, di Yunani Utara. Pada usia 17 tahun, Aristoteles dikirim ke Athena untuk belajar di Academia Plato. Di sana, ia belajar di bawah bimbingan Plato selama kurang lebih 20 tahun lamanya hingga Plato meninggal. Aristoteles juga sempat mengajar logika dan retorika di Academia selama beberapa waktu.[10] Selama dua tahun ia menjadi guru pribadi Pangeran Alexander Agung, yang kemudian setelah Alexander Agung dilantik sebagai Raja, Aristoteles kembali ke Athena dan membuka Lykeilon (Latin : Lyceum). Meskipun Aristoteles selalu menjunjung tinggi Plato sebagai pemikir dan sastrawan,  namun dalam filsafatnya Aristoteles mempunyai pemikiran sendiri. Perkataan “Amicus Plato, magis amica veritas” (Plato memang sahabatku, tetapi kebenaran lebih akrab bagiku) secara harafiah tidak berasal dari Aristoteles, namun cukup baik mengalimatkan maksudnya. Terdapat pula perbedaan besar dalam sikap ilmiah kedua pemikir Yunani ini. Plato terutama mementingkan ilmu pasti, sedangkan perhatian Aristoteles secara khusus diarahkan kepada ilmu pengetahuan alam dengan sedapat mungkin menyelidiki dan mengumpulkan data-data konkrit. [11]

Sebagaimana dipaparkan sebelumnya bahwa Aristoteles bukanlah filsuf pertama yang memikirkan tentang eksistensi Tuhan, namun pemikirannya tentang Tuhan sangat mempengaruhi pemikiran Barat dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya. Penyelarasan pemikiran Aristoteles dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas di abad ke-13, dengan teologi Yahudi oleh Maimonides (1135 – 1204), dan dengan teologi Islam oleh Ibnu Rusyid (1126 – 1198). Maimoides, pemikir paling terkemuka Yahudi abad tengah berhasil mencapai sintesa dengan yudaisme. Di luar daftar ini masih sangat banyak kaum cerdik pandai abad tengah yang terpengaruh demikian dalamnya oleh Aristoteles. Bahkan di jaman dulu dan jaman pertengahan, hasil karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Latin, Arab, Itali, Perancis, Ibrani, Jerman dan Inggris. [12]

Selanjutnya penyelarasan pemikiran tentang Eksistensi Tuhan berdasarkan pandangan Aristoteles juga dilakukan oleh Endar Fajar Ramadhan, yang berkesimpulan bahwa : 1). Perspektif Aristoteles tentang Tuhan sefrekuensi dengan perspektif orang Jawa tentang Sang Suwung. Kesadaran logika tentang keberadaan Tuhan pada diri sendiri merupakan hal yang sama dalam perspektif masing-masing;  2). Aku berfikir, maka aku ada. Kalimat tersebut tergambar dalam sudut pandang Aristoteles tentang keberadaan tuhan. Hal ini sinkron dengan konsep Sang Suwung yang dapat mengenali Tuhan dengan cara memusatkan fikiran untuk meraih kesadaran murni; 3). Aristoteles sadar akan keberadaan Sang Penggerak yang menjadikan sebuah objek mempunyai tujuan. Hal ini sinkron dengan pepatah Jawa yang mengatakan tentang Sangkan Paraning dumadi. [13]

Lalu bagaimana sesungguhnya pemikiran Aristoteles tentang Theos atau Tuhan yang oleh banyak kalangan sangat mempengaruhi pemikiran mereka dan kemudian banyak yang melakukan penyelarasan tentangnya ?. Konsep Theos menurut Aristoteles berangkat dari pemikirannya tentang gerak, dimana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis. Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya, maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan.[14] Pemikiran Aristoteles juga menjelaskan, Penggerak Yang Tidak Bergerak bukan dzat yang personal, melainkan impersonal. Waktu tidak menjadi masalah pokok, apakah Tuhan mengadakan dari ada atau tidak ada. Penggerak Pertama, dalam pengertian Aristoteles adalah zat yang immateri, abadi dan sempurna. Bagi Aristoteles, Tuhan berdiri sendiri dan abadi, sebab Dia adalah penyebab dari semua benda yang ada yang akan berproses menuju tujuan, namun bukan berarti efficient cause tetapi adalah final cause. Aristoteles menyebutnya dengan teori actus purus. Bahwa Tuhan tidak menggerakkan dan memindahkan semua benda, namun Tuhan memberikan tujuan final dan arah akhirnya. Karena alam berpotensi untuk merealisasikan dirinya sesuai dengan tujuannya.[15]

 

C.    Korelasi Eksistensi Tuhan oleh Aristoteles dengan Ghenggonalangi pada Masyarakat Sangihe Talaud dan Sitaro

Sebagaimana kebanyakan suku-suku primitive yang ada di Indonesia, masyarakat Sangihe Talaud dan Sitaro di Provinsi Sulawesi Utara di masa lampau diyakini menganut agama suku. Pendapat ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Labobar, bahwa sejak awal manusia ada di bumi, agama suku telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia. Agama suku yang juga disebut sebagai agama primitive telah menjadi agama-agama tradisional sejak awal yang hadir dalam sejarah hidup manusia dan diyakini oleh manusia diberbagai suku bangsa untuk menghubungkan dirinya pada apa yang diyakininya sebagai Tuhan.[16]

Meskipun usaha untuk membentuk suatu gambaran yang tepat tentang agama dari penduduk kepulauan Sangihe Talaud pada masa dahulu kala, akan dipersulit oleh kenyataan bahwa penduduk yang hidup di sana telah berabad-abad berhubungan dengan agama Kristen dan Islam, namun dengan melihat kembali sampai ke pertengahan abad ke-16, dapat dilihat satu pandangan hidup, yang dahulu umumnya dinyatakan dengan kata “animisme”; tapi yang lebih tepat lagi dinyatakan sebagai suatu campuran yang khas antara “kepercayaan mana”, penyembahan orang mati dan kepercayaan pada roh-roh dan dewa-dewa. [17]

Selain kepercayaan terhadap roh-roh halus, arwah orang mati, benda-benda sakti, kekuatan-kekuaran gaib, mereka juga mempunyai satu kepercayaan, bahwa ada suatu kekuatan yang lebih besar, yang berkuasa melebihi segala kuasa yang ada di bumi. Kuasa inilah yang disebut Ghenggona Langi Duata Saluruang, yang artinya “Dia yang di atas langit penguasa alam semesta”. Ghenggona Langi diyakini dan dipercayai sebagai sesuatu yang suci dan memberikan keselamatan bagi manusia. Mereka tidak sembarangan menyebut Ghenggona Langi. Itulah sebabnya mereka menyebut Ghenggona Langi dengan Mawu Ruata atau Mawu Duata. Sebutan Ghenggona Langi hanya dapat dijumpai dalam kata-kata permohonan doa, yang terungkap pada pelaksanaan ritual, termasuk ritual Tulude. Ghenggona Langi-lah yang disembah dan dipuji. Itulah sebabnya Ghenggona Langi sering dikatakan “I Ghenggona Langi Duata Saluruang Manireda Bihingang”, yang artinya “Dia yang di atas langit penguasa alam semesta melindungi kita semua”. [18]

Pemikiran tentang Eksistensi Tuhan oleh Aristoteles berkorelasi dengan pemikiran masyarakat Sangihe Talaud dan Sitaro tentang Tuhan yang disebut sebagai Genggonalangi. Keterkaitan tersebut secara lengkap akan diuraikan pada pokok bahasan dibawah ini :

1)         Kesadaran Akan Adanya Tuhan

Kesadaran akan adanya Tuhan merupakan kunci utama orang mengenal dan mengakui adanya Tuhan. Menurut Aristoteles, Tuhan ada ketika kita berfikir, karena Tuhan merupakan Aktus Murni. Tidak konkrit dan tidak berwujud materi.[19] Ketika Aristoteles berpikir tentang suatu Penggerak Sejati yang menggerakkan segala sesuatu, karena menurutnya suatu benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya, maka hal ini berpuncak kepada pengakuan tentang eksistensi Tuhan. Sebagai penganut agama suku sejak dahulu kala, masyarakat Sangihe Talaud dan Sitaro telah memiliki pemikiran dan kesadaran tentang adanya Penggerak Sejati sebagaimana yang dipikirkan oleh Aristoteles.

Menurut D. Brilman, sejak dahulu masyarakat Sangihe Talaud (dan Sitaro) mengakui adanya suatu “tenaga sakti penuh rahasia” yang berada dalam seluruh alam, dalam manusia dan binatang, dalam pepohonan dan tumbuhan, ya dalam segala sesuatu dan bisa mengerjakan baik kebahagiaan maupun pemusnahan. Segala sesuatu yang istimewa dan luar biasa dan tak dapat diterangkan, dianggap bersumber pada kuasa ini. Jika di dalam alam dan masyarakat tidak terjadi sesuatu yang luar biasa, kuasa itu tetap ada, tapi tak menampak. Tapi bagaikan arus listrik pada suatu saat tidak mengalirkan arus dan tidak berbahaya, tapi oleh suatu sebab kecil – umpamanya ditekannya suatu tombol – dapat mengakibatkan maut dan kemusnahan pada setiap orang yang terkena sentuhannya, demikian pula halnya menanti suatu hal kecil terjadi untuk menggerakkkan kuasa terpendam ini, sehingga udara dan awan-awanpun mengalami pegaruhnya dengan akibat : kekeringan dan kerusakan tanaman bahkan manusiapun dapat kehilangan nyawanya.[20]

Kesadaran masyarakat Sangihe Talaud dan Sitaro tentang adanya “tenaga sakti penuh rahasia” atau kuasa supranatural ini, membawa mereka kepada upaya untuk mengusahakan bagaimana supaya kuasa tersebut dapat melunak, dalam artian tidak menimbulkan kerugian yang teramat dalam bagi manusia. Mereka kemudian melakukan berbagai ritual, termasuk didalamnya terdapat berbagai pantangan atau larangan-larangan (periode tabu). Perbuatan seperti demikian, meskipun termasuk dalam kategori perbuatan mistis, namun arahnya sangat jelas kepada pemikiran yang tergolong kepada pengakuan tentang eksistensi Tuhan sebagai “tenaga sakti penuh rahasia” yang menggerakan segala sesuatu dalam alam semesta di luar kemampuan atau kuasa manusia.

 2)         Genggonalangi Sebagai Zat Yang Tidak Berwujud

Pemahaman Aristoteles tentang keberadaan Tuhan yang dimulai dari pemikiran tentang adanya Tuhan, tidak terpisahkan dengan suatu kenyataan bahwa sesungguhnya Aristoteles tidak pernah melihat fisik daripada Tuhan itu sendiri. Dengan perkataan lain ia merefleksikan Tuhan sebagai Aktus Murni, tidak konkrit dan tidak berwujud materi.  Penggerak Pertama, dalam pengertian Aristoteles adalah zat yang immateri, abadi dan sempurna. Demikianpun halnya dengan pemahaman atau kepercayaan masyarakat Sangihe Talaud dan Sitaro tentang eksistensi Tuhan yang disebutkan sebagai Genggonalangi.

Genggonalangi yang dipercayai oleh masyarakat Sangihe Talaud tidaklah berwujud seperti sebuah patung, batu, kayu, gunung atau apapun dalam bentuk yang kelihatan secara fisik lainnya. Genggonalangi merupakan penguasa dunia gaib atau dunia supranatural. Jammes J. Takaliuang, menjelaskan bahwa Orang SaTas (Sangir Talaud dan Sitaro) memiliki kepercayaan terhadap satu dunia yang berada di luar dan diatas dunia yang didiami sekarang yaitu dunia gaib (supranatural). Dalam dunia gaib ini ada dewa yang tertinggi dan satu-satunya dewa yang mendiami dunia gaib yaitu Ghenggonalangi. Dewa ini adalah mahakuasa, pencipta, dan berkuasa atas semua dewa yang ada. [21] Ghenggona Langi Duata Saluruang, yang artinya “Dia yang di atas langit penguasa alam semesta”.

Sebagai penguasa dunia supranatural Genggonalangi tidak berwujud secara fisik.  Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Amos Batasina Tulentang, salah seorang tokoh masyarakat Kampung Talawid yang mengatakan bahwa : “Genggonalangi bukanlah sosok yang kelihatan, Ia tidak berwujud, Genggonalangi adalah Roh yang tidak kelihatan, namun diyakini keberadaan-Nya”. [22]   

3)         Genggonalangi Sebagai Penguasa Tertinggi

Bertens, dalam bukunya Sejarah Filsafat Yunani yang ditulisnya, menjelaskan Allah sebagai penggerak pertama. Tapi ini adalah rujukan ia beliau ambil langsung dari karya Aristoteles dalam Metaphysica, buku XII. Dalam buku tersebut juga diakui sebagai gerak abadi yang terdapat di dunia. Bagi Aristoteles, gerak alam jagat raya tidak mempunyai awal ataupun akhir. Sebab, sesuatu yang bergerak, digerakkan oleh sesuatu yang lain. Tetapi ada satu penggerak yang menyebabkan segala sesuatu bergerak tapi ia sendiri tidak digerakkan. Maka, penggerak pertama bersifat abadi, dan begitu juga gerak yang disebabkan oleh penggerak tersebut. Penggerak ini rupanya terlepas dari materi, karena segalanya yang mempunyai materi, mempunyai juga potensi untuk bergerak. Allah sebagai penggereak pertama tidak mempunyai potensi apapun juga. Allah harus dianggap sebagai Aktus Murni, yakni ia yang mengada secara murni, tanpa potensialitas menjadi yang lain. [23] Pandangan Aristoteles tentang Tuhan sebagai penggerak pertama (prime mover) yang tak bergerak dan menggerakan penggerak lainnya yang membuat suatu benda atau materi bergerak, dapat diartikan bahwa Penggerak Pertama tersebut merupakan Penguasa Tertinggi, sebab setelah Dia tidak ada lagi yang lain.

Konsep ini, pada kenyataanya menimbulkan multi tafsir antara paham yang menyatakan bahwa Airosteteles menganut monoteisme sebagaimana yang dipercaya oleh Bertens, dan penulis-penulis lainnya, karena di akhir buku XII, Bertens menegaskan bahwa hanya ada satu penggerak yang tidak digerakkan. Meskipun Bertens juga mencatat bahwa dalam karya-karya yang lain Aristoteles menyebut juga allah-allah lain dalam bentuk jamak. Demikian juga dalam kritik yang disampaikan oleh Much Hasan Darojat terhadap pendapat Osman Bakar mengklaim di antara dari mereka (Socrates, Plato dan Aristoteles), memilik akidah tauhid dengan mengutip seorang tokoh ilmuan Muslim, al-Ghazali. Much Hasan Darojat membantah pendapat tersebut dengan mengatakan bahwa penyebutan Aristoteles sebagai seorang monoteis adalah justifikasi yang kurang tepat, karena bertentangan dengan sistem kepercayaan dan keyakinan (teologi) masyarakat Yunani pada waktu itu. Sebagaimana diketahui, orang-orang Yunani kuno adalah polytheist. Mereka percaya adanya banyak tuhan; Zeus (tuhan ketua), Hera (istri tuhan Zeus), Poseidon (tuhan laut), Athena (tuhan perempuan yang memberi pengetahuan dan mengatur peperangan), Apollo (tuhan matahari), dan Demeter (tuhan perempuan yang memberikan kesuburan). [24]

Demikianpun konsep masyarakat Sangir Talaud dan Sitaro tentang eksistensi Genggonalangi sebagai Penguasa Tertinggi. Ghenggonalangi adalah dewa tertinggi yang dipercaya masyarakat suku Sangihe Talaud di masa lalu. Ia mahakuasa, maha pencipta, dan berkuasa atas semua dewa yang ada. Ghenggonalangi adalah duatangsaluluang (dewa alam semesta).[25] Hal ini dapat diartikan sebagai monoteisme ataupun politeisme. Pemahaman monoteisme tentang konteks Genggonalangi, karena memang masyarakat Sangihe Talaud dan Sitaro mengakui Genggonalangi sebagai Penguasa Tertinggi, yang kekuasaanNya tidak dapat dibandingkan dengan dewa-dewa lainnya. Sebagai Penguasa Tertinggi, tentunya dia hanya satu dan di atas Dia tidak ada lagi penguasa yang lain, sebab Ia telah sempurna.

Namun dari sudut pandang yang lain dapat juga berarti politeisme, sebab selain sebagai Penguasa Tertinggi, Genggonalangi dikatakan berkuasa atas semua dewa yang ada. Selain Ghenggonalangi sebagai mahadewa, terdapat pula dewa-dewa yang melingkupi kekuasannya masing-masing. Dewa-dewa tersebut menguasai lapangan-lapangan hidup, duatan langitta adalah dewa yang menguasai dan mengurusi segala hal yang ada di langit, duata mbinangunanna adalah dewa alam barzach dimana ia yang mengatur kehidupan setelah meninggal dunia, mawendo adalah dewa laut yang menjaga keseimbangan alam, aditinggi gunung api Siau yang juga menjaga keseimbangan alam di suku Talaud, ngakasuang adalah raja orang mati, dan dewa lainnya. [26]

Meskipun demikian, terlepas dari perbedaan pandangan antara monoteisme dan politeisme, pendapat Aristoteles tentang Penggerak Pertama yang dapat diartikan sebagai Penguasa Tertinggi, selaras dengan pemikiran masyarakat Sangihe Talaud dan Sitaro tentang Genggonalangi sebagai Penguasa Tertinggi.

D.        Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah diuraikan penulis sebagaimana tersebut diatas, maka dapat disimpulkan, hal-hal sebagai berikut :

  1. Kesadaran pemikiran masyarakat Sangihe Talaud dan Sitaro tentang adanya “tenaga sakti penuh rahasia” atau kuasa supranatural selaras dengan pemikiran Aristoteles tentang Penggerak Sejati. Semuanya bermula dari berpikir.
  2. Aktus Murni, yang direfleksikan oleh Aristoteles sebagai yang tidak konkrit dan tidak berwujud materi sinkron dengan pemahaman atau kepercayaan masyarakat Sangihe Talaud dan Sitaro tentang eksistensi Tuhan yang disebutkan sebagai Genggonalangi Sebagai penguasa dunia supranatural yang tidak berwujud secara fisik.
  3. Pendapat Aristoteles tentang Penggerak Pertama yang dapat diartikan sebagai Penguasa Tertinggi, selaras dengan pemikiran masyarakat Sangihe Talaud dan Sitaro tentang Genggonalangi sebagai Penguasa Tertinggi..

 

DAFTAR PUSTAKA

[1]  Waris (2014). Pengantar Filsafat. STAIN Po PRESS, Ponorogo – Indonesia. Hal. 17.
[2] Aprilinda Matondang Harahap (2019) “Metode Filosuf Yunani Menemukan Tuhan”. Jurnal Ushuludin, sumber : http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/ushuluddin/article/view/5711 . Diakses pada 25 April 2023.
[3]  https://id.wikipedia.org/wiki/Anaximandros, diakses 25 April 2023.
[4]     Waris (2014). Pengantar Filsafat. STAIN Po PRESS, Ponorogo – Indonesia. Hal. 18.
[5]     K. Bartens (1991). Ringkasan Sejarah Filsafat. Kanisius, Yogyakarta – Indonesia. Hal. 9.
[6]     https://id.wikipedia.org/wiki/Herakleitos diakses 25 April 2023.
[7]     Waris (2014). Pengantar Filsafat. STAIN Po PRESS, Ponorogo – Indonesia. Hal. 19.
[8]     K. Bartens (1991). Ringkasan Sejarah Filsafat. Kanisius, Yogyakarta – Indonesia. Hal. 12.
[9]     Waris (2014). Pengantar Filsafat. STAIN Po PRESS, Ponorogo – Indonesia. Hal. 19.
[10]    Muliadi (2020). Filsafat Umum. Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Bandung – Indonesia. Hal. 187
[11]    K. Bartens (1991). Ringkasan Sejarah Filsafat. Kanisius, Yogyakarta – Indonesia. Hal. 14.
[12]    Dini Anggraeni Saputri. Aristoteles; Biografi dan Pemikiran. Sumber : http://staffnew.uny.ac.id/upload/132051059/pendidikan/aristoteles_ed.pdf . Diakses pada 25 April 2023.
[13]    Endar Fajar Ramadhan. Eksistensi Theos oleh Aristoteles Dengan Sang Suwung di Masyarakat Jawa dalam Dimensi Filsafat Ilmu; Jurnal Dinamika Sosial Budaya, Vol . 24, No.1, Juni 2022.
[14]    Harianto GP (2023) “Filsafat Teologi”. Diktat. Sekolah Tinggi Teologi Rumah Murid Kristus, Bitung. Hal. 43.
[15]    Aprilinda Matondang Harahap (2019) “Metode Filosuf Yunani Menemukan Tuhan”. Jurnal Ushuludin, sumber : http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/ushuluddin/article/view/5711 . Diakses pada 25 April 2023.
[16]    Kresbinol Labobar (2022). Agama Suku Dalam Sejarah dan Fakta. Penerbit Lakeisha. Klaten – Jawa Tengah. hal. 22.
[17]    D. Brilman (1986). Wilayah-Wilayah Zending Kita, Zending di Kepulauan Sangi dan Talaud. Penerbit Badan Pekerja Sinode Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud. Manado. hal. 54.
[18]    Masronly Himan Makainas (1986). Perubahan Identitas Dalam Ritual Tulude. Tesis. Program Studi Magister Sosiologi Agama Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga. hal. 43.
[19]    Endar Fajar Ramadhan. Eksistensi Theos oleh Aristoteles Dengan Sang Suwung di Masyarakat Jawa dalam Dimensi Filsafat Ilmu; Jurnal Dinamika Sosial Budaya, Vol . 24, No.1, Juni 2022.
[20]    D. Brilman (1986). Wilayah-Wilayah Zending Kita, Zending di Kepulauan Sangi dan Talaud. Penerbit Badan Pekerja Sinode Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud. Manado. hal. 54.
[21]    Jammes J. Takaliuang. Kristologi Bahari. Jurnal Missio Ecclesiae, 8(1), April 2019, hal. 4
[22]    Wawancara lisan dengan Bapak Amos Batasina Tulentang pada tanggal 26 April 2023.
[23]     Wiliams Roja. (2017) "Memahami Penggerak Abadi menurut Aristoteles", Artikel Kompasiana yang diakses pada 25 April 2023 melalui : https://www.kompasiana.com/wiliamsroja/5a1970a763b2481d19044fa2/memahami-penggerak-abadi-menurut-aristoteles?page=all#section3
[24]    Much Hasan Darojat. Benarkah Aristoteles dan Konfusius Menganut Ajaran Tauhid ? Journal TSAQAFAH Volume 16, Number 2, November 2020.
[25]    https://www.dgraft.com/outline/traveldraft/2014/02/suku-sangihe-talaud/ diakses pada 25 April 2023.
[26]    https://www.dgraft.com/outline/traveldraft/2014/02/suku-sangihe-talaud/ diakses pada 25 April 2023.