Rabu, 29 Agustus 2012

BATU DERENDUNG (Potensi Wisata Kampung Mahuneni, Kec. Siau Barat Selatan, Kab. Sitaro, Prov. Sulut)


Oleh : Fredrik Dandel, ST.
Batu Derendung, nampak dari arah Singkaha.
Kampung Mahuneni Kec. Siau Barat Selatan, Kab. Kepl. Siau Tagulandang Biaro, Prov. Sulawesi Utara menyimpan banyak potensi wisata, baik wisata alam maupun wisata sejarah yang belum dioptimalkan dengan baik. Salah satu potensi wisata alam / pantai yang terdapat di Kampung Mahuneni adalah Batu Derendung.

Batu Derendung merupakan endapan dari batuan breksi lava yang membujur panjang ke arah laut membentuk delta yang bagian permukaannya agak runcing yang kalau dicermati dengan saksama mirip stupa pada sebuah candi. Bedanya, stupa pada candi merupakan buatan tangan manusia, stupa pada batu derendung adalah asli buatan alam. Batuan erupsi gunungapi yang membeku menyusul pukulan ombak selama beratus bahkan mungkin ribuan tahun lalu telah mengukir relief-relief indah yang menambah keelokan batu Derendung. 
Relief Batu Derendung, nampak bak stupa.

Entah siapa yang lebih dahulu menamai Batu Derendung, yang jelas bahwa Batu ini disebutkan sebagai Batu Derendung, karena dipercayai batu ini sebagai dinding (derendung) yang berfungsi untuk membentengi / melindungi kampung dari hempasan ombak baik ombak angin tenggara (Timuhe) maupun ombak angin barat (Bahe) yang terkenal ganas menghantam wilayah ini. Ada juga yang mengatakan bahwa batu ini merupakan dinding pembatas (derendung) antara Dusun Singkaha dengan Dusun Talawid Tua.
 
Kerikil Putih mengitari perjalanan ke Batu Derendung.
Untuk mencapai lokasi di Batu Derendung dapat ditempuh dengan berjalan kaki sejauh kurang lebih 200 meter menyusuri pesisir pantai Singkaha ke arah barat laut. Disepanjang perjalanan ini, kita disuguhkan dengan keelokan pesisir pantai dengan kerikil putih yang terhampar menawan hampir di setiap sudut-sudut pantai. Memang ketika air laut sedang naik, perjalanan lewat pantai ini tidak dapat ditempuh. Salah satu alternatif yang ditawarkan adalah dari Tambung ke arah Selatan menuju tepi pantai, melewati SMP dan SMK Negeri Talawid. Dapat pula dirintis jalan dari Kantor Camat Siau Barat Selatan, mendaki perbukitan Tambung. Sayangnya jalan ini masih sulit untuk dilalui, karena memang belum pernah dikelolah. Ketika mencoba untuk mensurvei jalan ini, penulis teringat perjalanan menuju wisata pantai Pintu Kota yang menjadi icon Kota Ambon. Bedanya objek wisata Pintu Kota telah dioptimalkan dengan baik oleh pemerintah setempat.

Rabu, 01 Agustus 2012

VILLA PARENGKUAN (Salah Satu Situs Bersejarah Peninggalan Kerajaan Siau yang Terabaikan).


Oleh : Fredrik Dandel, ST.

Disebut dengan nama Villa Parengkuan, karena dibangun oleh Raja Parengkuan. Raja Frans P. Parengkuan adalah salah seorang raja yang pernah memerintah Kerajaan Siau, sekitar Tahun 1937 s/d 1945. Yang mulia raja yang berasal dari Minahasa (Keresidenan Manado) ini merupakan raja terakhir Kerajaan Siau yang diangkat oleh Pemerintah Belanda menggantikan Raja Hendrik Yanis (1934 – 1937). Kerajaan Siau (sekarang merupakan bagian dari Kab. Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, Prov. Sulawesi Utara), merupakan salah satu kerajaan yang sempat eksis di nusantara, didirikan oleh Raja Lokongbanua sejak 500 tahun yang lalu. Keberadaannya dibuktikan dengan berbagai-bagai tulisan kuno serta situs bersejarah yang dapat ditemukan di daerah ini. Salah satu situs sejarah yang ada disamping beberapa makam raja-raja adalah Villa Parengkuan.


Villa Parengkuan berada pada lokasi yang tidak jauh dari Danau Kapeta. Danau yang merupakan satu-satunya danau yang berada di P. Siau ini, dapat dicapai melalui M’burake, Kampung Talawid, Kec. Siau Barat Selatan sejauh lebih dari 1100 meter ke sebelah Timur Laut.  Villa Parengkuan berada kurang lebih 100 meter di sebelah Utara Danau Kapeta, setelah mendaki perbukitan dengan kemiringan lereng 30o. Diperkirakan Villa Parengkuan merupakan tempat peristirahatan sang Raja yang gemar berkuda ini, dalam melepaskan kepenatannya setelah seharian mengawasi proyek pengerjaan jalan yang menghubungkan Ulu dan Kampung Talawid, Kec. Siau Barat Selatan.

Sayangnya salah satu situs bersejarah peninggalan Kerajaan Siau ini terkesan tidak diperdulikan oleh Pemerintah setempat. Puing-puing bangunan yang roboh berserakan disekitar lokasi villa hampir tidak terlihat karena telah ditutupi oleh semak belukar. Salah seorang warga yang sempat membersihkan area di sekitar villa tersebut beberapa tahun yang lalu, mengaku sempat terkejut saat melihat sebuah bangunan yang nampak seperti goa yang dipenuhi oleh batang-batang pohon dan semak.

Kiranya dengan publikasi pendek ini, dapat menggugah banyak kalangan terutama Pemda setempat serta instansi terkait yang menangani Benda Cagar Budaya untuk dapat merunut sejarah secara lengkap serta dapat merekonstruksi / memugar bangunan bersejarah ini. Semoga ........... !!!!