Minggu, 27 Agustus 2023

KESAKSIAN PRIBADI

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, ST, STh, MAg.

(Dibuat sebagai salah satu persyaratan administrasi mengikuti Kuliah Doktor Ministry pada Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia - Jakarta). 


1.    Pengalaman Pertobatan

Kerinduan untuk melayani Tuhan menjadi semakin menyala ketika saya bertobat, memberi diri dibaptis dan merasakan benar-benar lahir baru sebagai anak Tuhan. Itu terjadi pada tahun 2001. Sebelumnya saya adalah salah seorang pemuda yang aktif bersekutu bersama rekan pemuda lain pada salah satu gereja Protestan di Ambon, sampai kerusuhan Ambon pecah dari tahun 1999 hingga kurang lebih 4 (empat) tahun kemudian.

Saat terjadinya kerusuhan Ambon, saya benar-benar merasa bahwa itu merupakan hari kiamat bagi kami. Hidup menjadi betul-betul menakutkan, bingung, penuh kecurigaan, namun disatu sisi terbit hal yang positif adalah bahwa dalam setiap kesempatan selalu menyertakan waktu untuk mengingat Tuhan baik dalam doa, maupun dalam setiap aktifitas sehari-hari yang sebagian besar hanya diisi dengan berjaga-jaga dengan sesama saudara Kristen serta juga kaum muslim lainnya yang merupakan mayoritas di Desa Kebun Cengkeh.

Perjumpaan dengan penginjil yang berasal dari aliran pentakosta, terjadi beberapa bulan sebelum tragedi kemanusiaan Maluku, di tempat Kaka Sepupu saya tinggal seringkali dikunjungi oleh seorang hamba Tuhan dari salah satu gereja GBI yang ada di Ambon, saya masih ingat namanya Pak Bram, meski sudah lupa marga beliau. Hamba Tuhan yang setia ini, merupakan seorang pensiunan PNS di Kota Ambon, yang juga mengabdikan dirinya untuk melayani pekerjaan Tuhan, mencari jiwa. Beberapa kali beliau sempat bertemu dengan saya, karena sayapun seringkali dipanggil oleh Kaka Sepupu saya ikut bersamanya mendengarkan kesaksian dan firman Tuhan yang disampaikan oleh Pak Bram. Suatu waktu dalam konseling pribadi, beliau menanyakan saya tentang perihal baptisan. Waktu itu saya dengan tegas mengatakan bahwa saya telah dibaptis sewaktu masih kecil, dan saya rasa itu cukup. Ketika beliau menjelaskan tentang baptisan dan meyakinkan kepada saya bahwa saya perlu dibaptis selam, sayapun dengan tegas menolaknya, dengan alasan bahwa orang Pentakosta lainnya yang telah dibaptis selampun hidup mereka tidak pernah berubah, bahkan ada yang sama sekali tidak menunjukkan kesaksian untuk memuliakan Tuhan. Prinsip ini tetap saya pegang teguh sampai kami akhirnya tidak bisa lagi bertemu karena kerusuhan Ambon, sayapun tidak pernah lagi mendengar berita dari Pak Bram.

Rupanya benih firman yang disampaikan oleh Pak Bram, tidaklah sia-sia. Beberapa tahun kemudian, saya berjumpa lagi dengan hamba Tuhan / Penginjil lainnya yang juga memberitakan pentingnya baptisan sebagai bukti ketaatan orang yang merasa dirinya sebagai murid / pengikut Yesus. Meski sempat beberapa kali menolak perihal baptisan ulang, akhirnya sayapun memutuskan untuk mempelajari perihal baptisan tersebut, sampai-sampai saya membeli suatu buku Tafsiran Alkitab Masa Kini Jilid III Matius – Wahyu yang diterbitkan oleh Yayasan Komunikas Bina Kasih/OMF (1999).

Dalam buku tersebut, khususnya yang menafsirkan tentang Injil Matius 19:14 yang pada umumnya dijadikan oleh Gereja Protestan, sebagai dasar untuk melakukan baptisan anak, pada halaman 104 dituliskan sebagai berikut : “Kata menghalang-halangi (Yunani koluo) dipakai sebagai istilah teknis kemudian hari dalam hal baptisan (bnd 3:14; Kis 8:36; 10:47). Tapi peristiwa ini sendiri bukanlah ketentuan bagi baptisan anak-anak”.   Selanjutnya dipertegas kembali dalam tafsiran Markus 10:13-16, dicatat pada halaman 159 sebagai berikut : “Beberapa ahli memberikan kesan, bahwa inilah singgungan terhadap upacara baptisan di gereja pertama, dimana pertanyaan, ‘apa yang menghalangi ?’ dapat diajukan sebelum seseorang dibaptiskan, Bnd Kis. 8:36. Tapi perlu diperhatikan bahwa undangan Tuhan adalah : Biarkan anak-anak itu datang, bukan biarkan mereka di bawa kemari”. Hal inilah kemudian yang menjadi beban pikiran dalam hati saya : “Jika seorang professor berlatar belakang Protestan, dan yang mendukung doktrin baptisan anak / baptisan percik mengatakan demikian, mengapa saya yang pada masa itu awam tentang firman Allah  masih tetap bersikeras untuk mempertahankan doktrin tersebut. Setelah melalui perenungan yang panjang dan beberapa hari, sayapun memutuskan untuk menemui hamba Tuhan tersebut dan berdiskusi perihal kebenaran Doktrin Baptisan Selam dan Orang Dewasa. Suatu kalimat kesaksian yang menyentuh hati saya waktu itu yang saya ingat keluar dari mulut hamba Tuhan ini adalah : “Jika Yesus Kristus yang adalah Allah berkehendak untuk memenuhi semua kehendak Allah, termasuk baptisan, mengapa saya masih mau menolaknya. Hal ini begitu tertanam dalam hati kecil saya, menjadi suatu perenungan yang serius, sampai pada akhirnya dengan kesadaran yang sungguh saya memutuskan “Harus dibaptis selam, untuk mengikuti kehendak Allah”.

Dengan kesadaran seperti itulah saya kemudian bersedia untuk dibaptis, setelah melalui beberapa kali pendalaman Alkitab perihal baptisan dan lahir baru, kemudian mengaku dosa dan dilakukan doa untuk pelepasan, waktu itu saya benar-benar menangis sampai-sampai saya tidak menyadari bahwa saya dalam keadaan menangis tersebut selama berjam-jam, bahkan sampai turun ke dalam air laut untuk dibaptis. Ketika saya keluar dari dalam air, mata hati saya waktu itu sangat bersukacita, meski dengan mata yang masih tertutup saya melihat suatu cahaya yang sangat terang turun memancar tepat ke mata saya, seperti dari langit yang terbuka. Saya benar-benar yakin, bahwa Tuhan berkenaan mengampuni dosa saya, dan saya telah lahir baru.

2.        Pertumbuhan Iman

Pengalaman lahir baru ini terus berlangsung, bahkan selama kurang lebih 4 (empat) tahun pertama dalam perjalanan iman saya bersama Tuhan, saya benar-benar sedikitpun tidak mau jauh dari Tuhan. Ibadah di tempat manapun ketika melibatkan jemaat kami, saya terus hadir, setiap hari saya setia membaca Alkitab dengan pola yang terstruktur dari Kitab Kejadian – Wahyu, sehingga selama masa tersebut, saya telah menyelesaikan bacaan Alkitab selama 4 x berturut-turut. Saya benar-benar haus akan kebenaran firman Allah, berbagai bacaan rohani menjadi konsumsi saya setiap hari tanpa henti, kemudian setelah menikah dengan isteri saya, kamipun sempat mengikuti pendidikan Alkitab yang diselenggarakan oleh Majelis Deaerah GPSDI melalui program Sekolah Pekerja Kristus (SPK). Tentang program ini, kami berdua mendapatkan Sertifikat Kelulusan.

Berbagai tugas pelayananpun saya terima, mulai dari pemimpin puji-pujian (WL) sampai ke tugas pemberitaan Firman Tuhan baik pada ibadah keluarga, ibadah umum pada hari minggu, bahkan sampai beberapa kali saya diutus oleh Gembala Sidang Senior untuk melakukan pelayanan Minggu di Pulau Haruku (suatu Pulau tersendiri yang terpisah dari Pulau Ambon), sebab jemaat disana masih belum memiliki Gembala Sidang, sehingga beberapa hamba Tuhan dijadwalkan bergantian melakukan pelayanan Minggu ke sana.

Pengalaman pelayanan di Kota Ambon ini berlangsung selama kurun waktu 2001 s/d 2011, selanjutnya saya kemudian memutuskan untuk pindah tugas ke Pemerintah Kota Bitung dan mulai berdias pada bulan Desember 2011. Selama masa tugas 4 tahun 4 bulan di Kota Bitung, saya masih tetap dipercayakan melayani pekerjaan Tuhan, baik sebagai WL maupun sebagai pengkhotbah. Namun pelayanan ini kebanyakan dilakukan di Pulau Siau, karena hampir setiap minggu saya pulang ke Siau, bertemu dengan isteri dan anak-anak kami di sana. Setelah merasa mantap menetap di Siau, sayapun akhirnya kembali mengurus pindah tugas di Pemerintah Dearah Kab. Kepl. Siau Tagulandang Biaro, dan mulai berdinas di sana pada bulan April 2015. Sebulan kemudian dilantik sebagai Kepala Seksi Pertambangan dan Peralatan Eksplorasi.

Kerinduan untuk melayani tidak pernah sedikitpun surut dalam hati saya, pada tahun 2017 saya kemudian diangkat dan ditahbiskan sebagai Pendeta Pembantu (Pdp) pada Gereja Pantekosta Jemaat Solafide Talawid, kemudian Pendeta Muda (Pdm) pada Gereja Pantekosta Jemaat Solafide Kapeta pada Tahun 2021, dan kemudian pada tahun 2022 tepatnya tanggal 27 Juli 2022 lalu saya diangkat dan ditahbiskan sebagai Gembala Sidang Gereja Bethel Indonesia Jemaat Petra Talawid suatu jemaat yang saya rintis dengan pertolongan Tuhan, dalam status Pendeta Muda.

Syukur kepada Tuhan selaku pemilik pelayanan ini, selama masa kurang lebih 1 (satu) tahun saya memegang jabatan Gembala Jemaat GBI Petra Talawid, berbagai pelayanan penggembalaan telah saya lakukan, diantaranya : 2 (dua) kali melakukan pernikahan, 3 (Tiga) kali melakukan pelayanan baptisan, 2 (dua) kali melakukan pelayanan penyerahan anak, 2 (dua) kali memfasilitasi pelayanan KKR dengan pembicara dari luar daerah, serta berbagai pelayanan lain dalam jemaat local. Dengan pertolongan Tuhan, saat ini anggota jemaat yang Tuhan percayakan kepada kami telah bertumbuh hingga 8 (delapan) KK, sehingga kami sedang berupaya untuk mengembangkan pelayanan melalui pembangunan gedung gereja baru dengan kapasitas yang lebih besar dari tempat ibadah yang ada sekarang, yang masih memakai bekas garasi mobil kami. Semuanya ini tentunya merupakan suatu pengalaman pertumbuhan iman yang sumbernya berasal dari Tuhan selaku pemilik kehidupan ini.

3.        Pertumbuhan Intelektual

Kerinduan untuk menambah pengetahuan di bidang teologi akhirnya terpenuhi setelah kami sekeluarga pindah domisili di Kampung halaman saya di Siau – Sulawesi Utara. Sekolah Tinggi Teologi Rumah Murid Kristus (STT RMK) Bitung, telah beberapa kali melakukan sosialisasi Program Off Campus, namun saya baru berkesempatan mengikutinya pada tahun 2018. Meskipun saya telah memegang ijazah Sarjana Teknik, namun kerinduan untuk menempuh pendidikan setingkat S1 Teologi bagi saya adalah merupakan suatu kesempatan yang baik. Awalnya yang mendorong saya masuk kuliah adalah salah seorang teman saya yang kemudian hari menjadi Gembala Sidang pada salah satu gereja GBI di wilayah kami. Saya yang waktu itu sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti kuliah Pasca Sarjana di Universitas Terbuka, kemudian lebih memilih untuk menempuh pendidikan S1 Teologi pada STT RMK Bitung ini. Selama 4 (empat) tahun kami belajar, dengan system pembelajaran Off Campus. Saya akhirnya dapat menyelesaikan pendidikan dan kemudian diwisuda pada September tahun 2022 dengan hasil Sangat Memuaskan. Di sementara saya menyelesaikan pendidikan S1 Teologi di STT RMK Bitung ini, pada tahun 2021 saya mendaftar sebagai Mahasiswa pada Program Studi Magister Pastoral Konseling Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia, dan diterima di STT BI sebagai mahasiswa baru dengan mempergunakan ijasah S1 Teknik.  2 (Dua) tahun belajar di Program Studi Magister Pastoral Konseling, akhirnya pada bulan Juli 2023 yang baru lalu saya berhasil mempertahankan Tesis dengan judul Faktor Perceraian Suami Isteri dalam Rumah Tangga Kristen di Kab. Kepl. Siau Tagulandang Biaro (Suatu Pendekatan Melalui Methode Mix Method) dengan nilai A.

Kerinduan untuk terus menambah pengetahuan dalam bidang kerohanian terus bergaung dalam hatiku, sehingga pada saat ini di tahun 2023 ini, saya dengan penuh keteguhan iman, dengan berbagai pertimbangan yang matang, memilih untuk kembali mengikuti pendidikan pada jenjang Strata 3 melalui STT BI Program Studi Doktor Ministri. Kerinduan yang sudah bulat ini, dengan disertai doa kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja tentunya membuat saya yakin akan mampu menyelesaikannya pada waktu yang tepat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar