Sabtu, 16 April 2011

Habel Martir Yang Pertama


Oleh : Fredrik Dandel, ST.

PENDAHULUAN :

Sekitar 6015 Tahun yang lampau yakni 4004 tahun SM ditambah dengan umur dunia dimana kita berada sekarang, saat itulah manusia pertama bernama Adam dan Hawa moyang kita diciptakan oleh Allah. Begitu perhatian-Nya Allah kepada ciptaan yang bernama “Manusia’ itu, sehingga mereka harus diciptakan oleh Allah pada hari keenam, lengkap setelah Allah menyediakan segala kebutuhan manusia itu secara berturut-turut mulai dari hari pertama sampai hari keenam penciptaan.

Terasa masih belum lengkap kalau ciptaan yang istimewa tersebut belum dihadiakan sebuah “Istana” oleh Allah. Tersebutlah “istana’ itu sebagai Taman Eden, sebuah taman yang sangat megah mulia nan luas. Ditumbuhkan-Nya berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Ada suatu sungai yang mengalir dari taman itu untuk membasahinya, dari situ sungai itu terbagi menjadi empat cabang. Yang pertama, namanya Pison, yakni yang mengalir mengelilingi seluruh tanah hawila, tempat berlimpah dengan emas, damar bedolah dan batu krisopras. Nama sungai yang kedua adalah Gihon, yakni yang mengalir mengelilingi seluruh tanah Kush. Nama sungai yang ketiga adalah Tigris, yakni yang mengalir disebelah Timur Asyur, dan yang keempat ialah Efrat. Tuhan Allah mengambil manusia ciptaan-Nya itu serta menempatkan mereka disebelah timur dari taman itu disitulah ditempatkan-Nya mereka.

Disanalah manusia pertama itu memulai kehidupan mereka dengan mengusahakan dan memelihara taman itu. Disana pulalah mereka akhirnya tergoda oleh iblis yakni si “Ular Tua” dan jatuh kedalam dosa yang sangat dibenci oleh Allah. Mengakibatkan mereka harus diusir oleh Allah yang mengasihi mereka, yang pada gilirannya mereka harus dengan susah payah mengais rejeki dari tanah yang harus mereka usahakan. Istana yang indah nan megah berganti dengan semak duri dan rumput duri, buah pohon yang lezat dan nikmat berganti dengan tumbuhan-tumbuhan liar dari padang belantara. Kesenangan yang kekal berganti dengan susah payah dan kematian. Itulah akhir dari kehidupan yang harus dijalani oleh manusia itu, sampai mereka harus kembali menjadi debu oleh karena dari debu-lah mereka diciptakan.

KEHIDUPAN KELUARGA ADAM DAN HAWA.

Kejatuhan manusia kedalam dosa mengaibatkan mereka harus keluar dari Taman Eden yang mewah dan dan maha mulia itu. Maka tinggalah mereka dalam satu gubuk yang sangat sederhana, yang mungkin terbuat dari pelepah-pelepah dan dedaunan. Tetapi mungkin juga dari ilalang. Yang penting tersedia tempat bagi mereka untuk dapat berlindung dari titisan hujan, sorotan terik matahari yang menghanguskan kulit atau dari hembusan angin malam yang menggigilkan.

Bersetubuhlah manusia pertama itu dengan Hawa isterinya, sehingga mengandunglah perempuan itu dan melahirkan dua orang anak laki-laki kembar. Yakni Kain (Ibrani : קַיִן / קָיִן = Qáyin) dan Habel(Ibrani : הֶבֶל / הָבֶל = Hével / Hável).

Masa kecil kedua bocah nampaknya cukup bahagia. Adam seorang ayah yang baik dan bertanggungjawab, sedangkan Hawa adalah seorang Ibu yang bijaksana dan mengasihi anak-anaknya. Kedua bocah mendapat pendidikan, pengajaran, asuhan dan lain-lain yang sama dari seorang ibu dan seorang ayah yang mencintai Tuhan.

Ketika malam telah membungkusi bumi, waktu yang senggang dan teduh, selepas bersantap malam sebelum tidur, selayaknya kebiasaan yang berlaku umum bagi sebuah keluarga yang mengasihi Tuhan. Adam yang dikelilingi oleh seluruh anggota keluarganya kerapkali akan bercerita. Entahkah ia mengulang cerita yang sudah-sudah ataukah ia akan menyambung kisah-kisahnya pada malam-malam sebelumnya. Sebuah cerita yang indah tentang awal kehidupan mereka ketika masih di taman impian, Taman Eden yang selalu dirindukan.

Saat dimana Adam dan Hawa sambil berpegangan tangan bahagia mengitari dan menjelajah Taman Eden yang penuh dengan buah-buahan yang lezat-lezat dan bunga-bunga yang berwarna-warni. Bagaimana ayahnya memberi nama tiap-tiap binatang ciptaan Allah sembah sekalian alam. Bagaimana ayahnya memerintah dan menyuruh singa, harimau, beruang. Bagaimana ayahnya bersiul sedang ibunya bernyanyi ditengah-tengah binatang-binatang buas yang jinak-jinak di masa itu. Bagaimana orang tuanya bebas bercakap-cakap dengan Tuhan Allah. Bagaimana orang tuanya bercakap-cakap dengan semut, burung, lalat dan semua mahkluk yang ada di dalam Taman Eden. Bagaiman ayahnya berbuat ini, berbuat itu tanpa teguran Allah. Bagaiman ibunya berbuat kehendak hatinya tanpa takut-takut. Bagaimana ayahnya ………………Bagaimana ibunya ……………dst.

Dan banyak lagi kenangan-kenangan nikmat lainnya tentang Taman Eden atau Firdaus. Akhirnya bagaimana ibunya, Hawa tergoda dan ditipu mentah-mentah oleh si ular terkutuk itu, sehingga menyebabkan mereka harus hidup dan mengalami takdir yang malang ini.

Habel sangat gemar mendengarkan kisah-kisah ini. Entah ayahnya atau ibunya yang membawakan kisah itu bagi Habel kisah-kisah ini seolah-olah mengantar ia kealam peraduan. Tiap kali kisah ini didengarnya, tiap kali itu pula ia tertawan dan merasa kecewa jikalau kisah itu harus dihentikan disebabkan ayahnya atau ibunya lelah berkata-kata atau karena malam telah larut benar. Seringkali Habel terharu mengikuti cerita-cerita ini, dan kadang-kadang tanpa ia sadar matanya telah berkaca-kaca dan kalau tak kuasa ia membendungnya, keluarlah tetasan airmata bahagia laksana sungai halus membasahi dan menerusi kedua lembah pipinya kemudian berjatuhan ke lantai. Dalam kenangan selalu ia mengulangi kisah nyata – kisah nyata ini. Bahkan seringkali ia mimpi dengan mata terbuka.

“Ach, andaikata masa itu dapat kembali?” kata Habel dalam hatinya. Dan Habel percaya akan kemurahan Allah. Bibit percayanya telah ada dalam lubuk hatinya semenjak dia kecil.

Lain pula halnya dengan Kain kakaknya. Segala kisah-kisah ibunya dan ayahnya ini sama sekali tidak berharga baginya. Apalagi berkesan ? baginya kisah-kisah ini hanya berharga sebagai pengantar tidur belaka.

Waktu berputar terus, kedua kakak beradik ini semakin bertumbuh dewasa. Dikisahkan dalam Alkitab bahwa Kain menjadi peladang, mungkin karena itulah ia berbadan sehat dan tangkas, padat berisi yang juga menyebabkan ia berwatak kasar. Sedangkan Habel menggembalakan kambing. Habel (Ibrani = lemah, sia-sia), menurut sarjana-sarjana Alkitab mempunyai sifat yang lemah baik secara lahir maupun dalam gerak-geriknya. Dalam kelemahan dan rendah hati ia mencari Allah dan justru “dalam kelemahan,……….. kuasa Allah disempurnakan.” 2 Kor. 12 : 9.

HABEL DIBUNUH OLEH KAKAK KANDUNGNYA SENDIRI.

Di bagian Timur, dimana dengan patuhnya beberapa Kerubiun- sejenis malaikat Allah dengan pedangnya yang bernyala-nyala berdiri menjaga jalan ke arah pohon hayat itu, di sinilah kisah nyata itu dimulai. Disinilah telah terjadi peristiwa berdarah pertama yang kejam tiada taranya dan tak kenal ampun itu. Mula pertama darah manusia dipaksa mengalir membasahi tanah lembut gersang. Darah manusia dari keluarga pertama di atas dunia ini telah digenangkan, merendam kemudian mengendap dan membeku serta membuat gumpalan-gumpalan abuduli.

Kain anak pertama Adam telah membantai Habel adik kandungnya yang hanya satu dikala itu, karena satu sebab yang sepele bagi orang-orang yang berkepala dingin. Cemburu. Itulah satu-satunya yang menjadi sebab-musabab habel digorok abangnya. Cemburu yang tak kenal ampun. 1 Yoh. 3 : 12-15. Yah, cemburu yang membawa maut.

Ceritanya bermula ketika suatu waktu mereka berdua (Kain dan Habel) masing-masing membawa persembahannya kepada Allah. Waktu itu keduanya berumur kira-kira 29 Tahun. Persembahan yang dipersembahkan oleh Kain dan Habel adalah sama, yakni dari hasil pekerjaannya. Kain membawakan persembahan hasil bumi berupa buah-buahan, gandum dan padi berdasarkan hasil dari pekerjaannya sebagai petani, sementara Habel sebagai seorang gembala (peternak) mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya.

Maka Tuhan mengindahkan Habel dengan korban persembahannya itu, tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi panas dan mukannya muram. Sehingga Tuhan memperingatkan Kain dan berfirman : “mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.”

Teguran yang keras dari Tuhan lewat firman-Nya kepada Kain rupanya tidak diindahkannya sedikitpun. Ia terlampau terbakar dengan api cemburu kepada adiknya yang satu-satunya itu. Ia tidak lagi memikirkan waktu indah dulu ketika mereka berdua bermain bersama-sama, bercengkerama dan mendengarkan kisah yang indah dari kedua orang tua mereka. Kain telah lupa segala-galanya, ia tidak mampu lagi mengendalikan dirinya.

Kain telah dikuasai oleh hawa nafsu jahatnya. Setan jahanam yang berpengalaman dan berhasil menipu ibunya kembali muncul dalam hatinya. Ditanamnya bibit cemburu, kemudian tidak henti-hentinya dihembusnya. Kini cemburu yang sekecil cabe itu berbiak menjadi dengki lalu menjelma menjadi benci. Benci itu kemudian melahirkan niat untuk membunuh. Diam-diam Kain merancang tipu daya, ia mengajak adiknya Habel yang dengan tulusnya mengikuti dia ke padang. Kata Kain kepada Habel adiknya : “Marilah kita pergi ke padang”. Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain membacok Habel adiknya. Habel linglung dan jatuh terkapar di atas tanah, menggelepar-gelepar menyongsong maut. Darahnya mencebur keluar, bagaikan pipa air bocor mendadak. Bacokan kedua, ketiga, keempat, ketujuh menyusul ........ maka putuslah nyawa Habel. Dengan ini batu pertama dari segala orang syahid telah diletakan tanpa upacara. Telah diletakan tanpa saksi : “Ya, tanpa saksi,” kata Kain dalam hatinya.

Kain merasa puas. Waktu sadar, ia menyesal. Tapi apa daya semuanya tiada gunanya. Ia merasa tertuduh, rasa takut membayanginya. Dengan perasaan cemas, ia melangkah pulang. Tiba-tiba ia terkejut mendengar firman Allah yang ditujukan kepadanya : “Di mana Habel, adikmu itu?”. Rupanya dosa telah bekerja sangat kental di hati Kain. Tidak cukup rupanya dengan membunuh Habel adiknya, dosa selanjutnya ia dramakan dihadapan Allah dengan menipu Allah. Jawab Kain yang kemudian menjadi ucapan yang sangat terkenal ialah, " Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?"

Allah melihat bahwa Kain mencoba menipu, firman-Nya :"Apa yang telah kau perbuat ini? Darah Habel adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah". Kemudian Allah mengutuk Kain untuk mengembara di muka bumi. Kain ketakutan bahwa ia akan dibunuh orang lain di muka bumi dan dalam rasa takutnya itu ia memohon kepada Allah, dan karena itu Allah mmberikan kepadanya tanda pada wajah Kain sehingga ia tidak akan dibunuh, sambil berkata bahwa "barangsiapa yang membunuh Kain akan dibalaskan kepadanya tujuh kali lipat." Lalu Kain pergi, "ke negeri pengembaraan".

PENUTUP :

Darah Habel adalah darah orang percaya yang pertama tertumpah sebab percaya kepada Darah Perjanjian yaitu Jesus Kristus. Jesus telah membenarkan darah Habel yang tertumpah atas dasar percaya. Sekalipun Darah Jesus jauh lebih bernilai daripada darah Habel, tetapi darah Habel yang telah tertumpah menunjukkan bahwa hidup kita di dunia ini tidaklah lebih berarti dibandingkan dengan suatu kemuliaan yang kelak akan kita nikmati bersama-sama dengan Kristus di Sorga. Mengapa kita harus ragu untuk mengikut Kristus, mengapa kita harus memilih menyangkal-Nya ketika tawaran dunia ini menggiurkan. Jangan sesat! Pertahankanlah kesucian iman-mu, sampai engkau menerima bagian yang akan diperuntukan kepadamu.

Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik daripada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya bahwa ia benar, karena Allah berkenaan atas persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara, sesudah ia mati (Ibr. 11:4).

Tradisi mengatakan bahwa makam Habel berada sekarang disekitar sungai Barada dekat Damaskus jang kini dinamakan Nebi-Hebel. Makam ini kira-kira 2-7 meter panjangnya dan terletak di atas satu bukit.

Referensi dan Gambar :

Alkitab

Ensiklopedi Alkitab Masa Kini.

Nicky J. Sumual (Tjetakan Pertama : 1960). Mati Sjahid. Penerbit HKBP Pematang Siantar. Pematang Siantar - Sumatera Utara.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kain_dan_Habel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar