Jumat, 19 April 2013

LITOLOGI / BATUAN DAERAH KOTA BITUNG


Ditulis kembali dari buku : Pertambangan dan Geologi Kota Bitung, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kota Bitung, 2010.

Secara umum Daerah Bitung dan sekitarnya disusun oleh batuan volkanik yang berumur Kuarter (Qv) yang terdiri atas lava, bom, lapili dan abu yang sebagian kecil ditutupi oleh endapan (Qs) yang terdiri atas pasir lanau, konglomerat dan lempung napalan (EFENDI, 1976).
Berdasarkan pemetaan geologi permukaan dan pendugaan reseistivitas bawah permukaan, maka daerah Bitung umumnya disusun oleh batuan  volkanik dan volkaniklastik yang sebagian ditutupi oleh endapan permukaan. Batuan-batuan ini dapat dikelompokan berdasarkan ciri litologinya kedalam 5 satuan :
1.      Satuan tufa-breksi
2.      Satuan lava
3.      Satuan tefra
4.      Satuan aluvium sungai
5.      Satuan aluvium pantai.

1.   Satuan Tufa-Breksi

Satuan tufa-breksi terdiri atas lava andesit, tufakasar-halus, tufa lapili berbatuapung, breksi tufa lapili dan breksi. Pengelompokan batuan-batuan ini dalam keadaan satu satuan didasarkan pada kesatuan ciri litologi yang menunjukkan satu sumber dan proses pembentukan berupa kesamaan komposisi mineral dan kelanjutan tatanan litologinya.

Satuan tufa-breksi merupakan batuan terluas penyebarannya meliputi sebagian besar daerah selidikan. Sebaran ini di bagian barat hingga kearah utara hingga membentuk morfologi pebukitan, dan bagian tengah membentuk morfologi kerucut gunung api Duasudara, sedangkan bagian selatan hingga ke arah timur umumnya membentuk morfologi bergelombang dan pegunungan serta sebagian membentuk daratan.

Batuan-batuan penyusunnya umumnya tersingkap di permukaan secara alami pada tebing alur sungai dan pantai, sebagian lagi disingkap melalui penggalian untuk pembuatan sumur gali dan penambangan bahan galian serta pemotongan punggungan bukit untuk pembuatan ruas jalan, sedangkan batuan penyusun yang berada jauh dipermukaan dilakukan melalui pendugaan resistivitas di atas permukaan dan pendugaan potensial diri dapa lubang bor dalam

Batuan lava andesit basaltis merupakan batuan beku ekstrusif di daerah ini yang merupakan pencerminan jenis magma asalnya. Singkapannya sulit dijumpai di dalam satuan tufa breksi ini, kecuali singkapan lava di sepanjang pantai utara sekitar kaki lereng G. Tangkoko-Batuangus yang dikelompokan kedalam satuan batuan tersendiri, karena memiliki sebaran yang cukup luas disekitar kerucut G. Tangkoko.

Singkapan lava andesit penyusun satuan tuva – breksi ini hanya dijumpai di hulu K. Danowudu yang keberadaannya didukung oleh dugaan resitivitas dari atas permukaan di sekitar Danowudo (GBT 1) yang menunjukkan adanya batuan jenis ini  pada kedalaman 14-30 meter di bawah permukaan tanah setempat (bmt). Sedangkan disekitar Pinokalan (GBT 5) mulai dijumpai pada kedalaman 32 meter (bmt) dengan nilai resistivitas yang tertinggi 10.000 Ohm.m. Korelasi kedua titik duga tersebut menguak adanya retas batuan ini di antara batuan piroklastik yang dicirikan oleh adanya kesinambungan litilogi bearah utara – selatan pada kedalaman tersebut. Namun ada gejala keidaksinambungan ke arah timur dengan tidak dijumpai lava pada kedalaman tersebut pada titik duga yang berdekatan (GBT 2). Hal ini ditunjukkan oleh penurunan harga resistivitas (2.550 Ohm.m) yang ditafsir sebagai lapisan breksi pada kedalaman sekitar itu (13 – 55 bmt). Sedangkan titik duga lainnya tidak menunjukkan adanya jenis batuan ini, sehingga retas andesit ini ditafsir sebagai lidah lava yang menjulur dari arah barat hingga berakhir disekitar Danowudu dan Pinokalan.
Petunjuk lain tentang keberadaan batuan lava didapatkan dari logging sumur bor disekitar Madidir Weru (SP 1) yang menujukkan adanya lava andesit mulai pada kedalaman 55 meter hingga kedalaman maksimum pemboran 60 m dengan nilai potensial diri 60 mV. Belum dapat ditafsir hubungan antara lava andesit disekitar Madidir Weru ini dengan lava andesit yang ada disekitar Danowudu-Pinokalan, sebab kedalaman maksimum titik duga resistivitas disekitar tersebut baru mencapai kedalaman maksimum 47 m dengan resistivitas 300 yang ditafsirkan sebagai breksi disekitar Wangurer Atas (GBT 9). Sedangkan titik duga yang lebih dalam lagi tidak menunjukkan adanya jenis batuan tersebut, seperti yang tampak pada titik duga disekitar Girian Atas (GBT 7 dan 8) yang mencapai kedalaman 65 – 110 m bmt dan disekitar Manembo-nembo (GBT 13) yang mencapai kedalaman 87 m bmt yang hanya memberikan nilai resistivitas 26 – 45 Ohm.m yang ditafsir tufa kasar – lapili.

Sedangkan lava andesit penyusun satuan tersebut yang dijumpai ditebing barat lembah alur K. Danowudu memperlihatkan struktur blok atau aa-lava yang dibatasi oleh bidang-bidang rekahan berjarak 1 – 2 m yang sebagian memancarkan air tanah sebagai mata air. Singkapan lain dapat dijumpai di hulu K. Kayuwale Kecil sekitar Pinasungkulan yang diduga merupakan kelanjutan dari lidah lava yang tersingkap di Danowudu tersebut. Singkapannya umumnya masih segar dengan warna abu-abu gelap sebagai cerminan dari kandungan mineral umumnya plagioklas dan piroksen sebagai fenokris berukuran halus – sedang (< 3 mm) yang tertanam dalam masa dasar afanitis dalam kemasan tekstur porfiritis dan struktur masif. Sebagian melapuk ringan sampai sedang membentuk tanah regolit pasiran hingga sedikit lempungan dengan warna abu-abu kecoklatan sebagai cermin dari oksidasi kandungan mineral mafiknya.

Sedangkan tufa breksi sebagai batuan utama penyusun satuan tufa-breksi umumnya dapat dijumpai disebagian besar daerah selidikan, singkapan paling luas dapat dijumpai mulai dari potongang punggungan bukit untuk ruas jalan disekitar Madidir hingga daratan abrasif Winenet, bandingkan dengan lava andesitis hanya tersingkap di hulu K. Danowudu dan K. Kayuwale Kecil. Ciri singkapan menunjukkan perselingan batuan volkaniklastik halus dan kasar yang berlapis tipis hingga masif. Sedangkan pola sebarannya menunjukkan dominasi breksi tufa lapili disekitar Danowudu hingga Batupi\utih, tufa kasar – lapili. Batuapung di Tandurusa hingga Makawidey. Pola sebaran permukaan ini didukung oleh pola sebaran bawah permukaan dari dugaan resistivitas yang menunjukkan adanya dominasi breksi tufa lapili berbatuapung disekitar Pinokalan hingga Manembo-nembo, dominasi breksi disekitar Girian Weru hingga Pinangunian dan didominasi tufa halus kasar berbatuapung disekitar Girian hingga Aertembaga.

Singkapan tufa – breksi memperllihatkan struktur berlapis tipis hingga masif volkanikklastik halus yang berukuran abu (< 4 mm) dan volkanikklastik kasar berukuran lapili - blok (4 – 250 mm). Batuan-batuan ini dalam keadaan segar berwarna abu-abu terang hingga gelap sebagai cerminan kandungan mineral andesistis yang umumnya berupa felspar, hornblenda dan piroksen dalam bentuk pecahan kristal maupun kepingan gelas dan batuan. Lapikan sempurnanya membentuk lapisan tipis tanah andosol yang berwarnas coklat kekuningan hingga kemerahan sebagai tanah lempung lateritis yang meliputi hampir seluruh permulaan batuan. Setempat dijumpai ubahan hidrotermal berupa lempungan kaolin yang berwarna putih yang dijumpai dipotongan kaki lereng bukit sekitar Pinasungkulan.

Tufa halus dan kasar masing-masing disusun oleh pecahan kristal felspar dan piroksen yang berbentuk menyudut dan berukuran abu halus (< 0,06 mm) dan abu kasar (0,06 – 4 mm).) Butiran kristalnya tersebar merata di dalam gelas volkanik dengan kemasan tekstur klastik halus yang terpilah baik. Kehadiran fragmen batuan andesit balatis berwarna abu-abu gelap dan batuapung berwarna abu-abu terang dan berstruktur vesikular yang berukuran lapili ( 64 mm) dalam jumlah yang cukup banyak (60 %) di dalam kemasan batuan tufa ini menyebabkan pilahan butirannya memburuk dan membentuk tufa lapili. Fragmen batuapung menunjukkan struktur bersusun terbalik, sedangkan batuan andesit bersusun normal akibat mekanisme jatuhan material piroklastik eksplosif.

Breksi tufa lapili merupakan tufa lapili dengan kandungan yang proporsional (30 – 60 %) antara fragmen berukuran lapili (< 64 mm) dan blok (> 64 mm), lebih dari 60 % fragmen berukuran blok akan membentuk breksi. Didalan jenis batuan tufa lapili dan breksi ini tampak adanya pergeseran kelimpahan kandungan antara fragmen batuan andesit balastis. Kadang-kadang fragmen batuan andesit balastis menunjukkan gejala terelaskan yang menunjukkan adanya aliran mineral oleh gas panas seperti kenampakan breksi yang dijumpai disekitar Tandurusa. Sedangkan disekitar Makawidey dijumpai adanya breksi laharik yang dicirikan oleh kandungan fragmen batuan seperti adanya fragmen tufa yang membundar yang menyebar tidak merata di dalam matriks limpur tufaan di dalam kemaan terbuka dan pilahan buruk aliran material oleh air permukaan.

2.   Satuan Lava Andesit

Satuan lava andesit terdiri atas lava andesit dan breksi autoklasik. Pengelompokan batuan-batuan ini kedalam satu satuan didasarkan pada kesatuan ciri litologi yang menunjukkan satua sumber dan proses pembentukan berupa kesamaan komposisi mineral dan kelanjutan tatanan litoliginya yang berbeda dengan batuan volkanik dan volkanilistik  yang menyusun satuan tufa-breksi. Jika pada satuan tufa-breksi yang lebih dominan adala batuan volkanikklastik, maka pada satuan lava ini yang lebih dominan adalah batuan volkaniknya.

Dominasi batuan volkanik efusif tersebut berkaitan erat dengan aktivitas G. Tongkoko dan Batuangus yang umumnya melelhkan lava selama perioda  keaktifannya. Satuan lava andesit tersebar mulai dari puncak kerucut G. Tangkoko dan kerucut parasitnya G. Batuangus hingga ke kaki-kaki lerengnya membentuk morfologi kerucut volkanik G. Tangkoko dan dataran lava Tg. Batuangus. Batuan-batuan penyusunnya umumnya tersingkap dipermukaan secara alami sepanjang tebing pantai.

Singkapan lava andesit penyusun satuan tersebut yang dijumpau disepanjang tebing pantai utara – timur kaki lereng kerucut G. Tangkoko memperlihatkan struktur masif dan blok atau aa-lava yang dibatasi oleh bidang-bidang rekahan berjarak 1 – 2 m. Singkapan batuan ini umumnya masih segar dengan warna abu-abu gelap sebagai cerminan dari kandungan mineral umunya plagioklas dan piroksen sebagai fenokris berukuran halus – sedang (< 3 mm) yang tertanam dalam masa dasar afanitis dalam kemasan tekstur porfiritis dan strutuk masif, kadang-kadang memperlihatkan struktur aliran oleh kesejajaran fenokrisnya. Sebagian melapuk ringan sampai sedang membentuk tanah regolit pasiran hingga sedikit lempungan dengan warna abu-abu kecoklatan sebagai cerminan dari oksidasi kandungan mineral mafiknya. Pelapukan terutama tampak pada permukaan batuan dan bidang rekahannya.

Leleran lava andesit tersebut menindih batuan klastika kasar yang berfragmen blok-blok  batuan sejenis yaitu andesit dan tertanam didalam matriks tufa litik dari batuan sejenis. Karakteristik menunjukkan adanya breksiasi dari lava andesit oleh aliran mineral akibat hembusan gas vulkanis eksplosif membentuk breksi aliran autoklastik.


3.   Satuan tefra

Satuan tefra merupakan endapan jatuhan piroklastik yang belum terkonsolidasi membentuk batuan, namun masih bersifat urai atau lepas. Pengelompokkan material batuan ini kedalam satu satuan didasarkan ciri litologis yang berbeda dengan ciri litologi material batuan sebelumnya yang telah terkonsolidasi.

Endapan tefra tersebut terdiri atas material volkanis eksplosif berkomposisi andesit basalis yang berwarna abu-abu gelap kehitaman, berukuran abu hingga lapili (< 25 mm) dan berbentuk menyudut. Terendapkan dalam struktur bersusun normal di dalam kemasan yang terpilah sedang – buruk atau bergradasi baik. Sumur uji tempat pemercontoan tanah tak-terganggu (TBT 1) menunjukkan perulangan struktur susunan normal tersebut yang dibatasi oleh bidang batas lapukan berupa pasir lempungan lateritis. Ciri litologi ini menunjukkan perulangan perioda  pengendapannya, sehingga dapa ditafsirkan paling sedikit terjadi empat kali pengendapan letakan bawah udara material piroklastik eksplosif. Ekslposifitas sumber material tefra ini cukup kuat, sehingga materialnya menutupi hampir seluruh daerah Bitung dan sekitarnya dengan ketebatan yang bervariasi sesuai bentanglahan asal tempat pengendapannya, sedangkan pola sebarannya dipengaruhi oleh kedudukan relatif pusat erupsi terhadap arah tiupan angin.

Hasil pemataan geologi permukaan dan pendugaan bawah permukaan melalui bentangan resistivitas, uji penetrasi konus dan sumuran menunjukkan bahwa material tefra umumnya menyebar di bagian barat daerah selidikan yang menunjukkan bahwa angin yang melalui pusat erupsi G. Tangkoko dan Duasudara dan membawaserta materialnya berhembus dari arah timur. Ketebalan maksimum (7,60 m) dijumpai disekitar Danowudu (SBT 3) yang merupakan bentanglahan lembah K. Girian antar kerucut volkanis G. Klabat dan Duasudara yang bertindak sebagai cekungan pengendapan.
 
4.   Satuan Aluvium Sungai 

Satuan aluvium sungap merupakan endapan aliran epiklasik yang sebagian telah terkonsolidasi lemah dan sebagian lagi masih terurai lepas-lepas. Pengelompokkan material batuan ini kedalam satu satuan didasarkan pada ciri lilologis yang berbeda dengan ciri litologi material batuan sebelumnya yang telah terkonsolidasi kuat membentuk batuan.

Endapan tersebut terdiri atas material epiklastik berukuran bongkahan hingga pasir dari berbagai batuan asal seperti andesit, breksi dan tufa hasil erosi dan transportasi aliran air sungai yang diendapkan disekitar tepian alur sungai. Bentuk material umumnya telah membudar akibat abrasi selama transportasi dan terendapkan dalam pilahan baik. Material kasar relatif terendapkan lebih dahulu dibandingkan dengan material halus, baik secara laretal maupun vertikal. Secara lateral dicirikan oleh endapan bongkahan dibagian hulu sungai dan pasir dibagian hilirnya, sedangkan sevara vertikal dicirikan oleh struktur bersusun normal.

Oleh karena proses pembentukannya dipengaruh oleh aliran air sungai, maka sebarannya berada di sekitar lembah beraliran sungai yaitu di lembah K. Girian dan K. Batuputih. Ketebalan dan sebarannya dipengaruhi oleh kekuatan aliran sungai dan bentanglahan lembah. Kekuatan aliran tergantung pada volume air dan gradien alur, makin besar kedua faktor tersebut, maka makin kuat alirannya. Volume air akan meningkat pada musim penghujan, sedangkan gradien membesar ke arah hulu, maka kekuatan aliran maksimum berada pada kondisi tersebut, sehingga erosi terjadi di zona ini. Secara berangsur ke arah hilir kekuatan aliran yang membawa material erosif melelmah akibat pengecilan gradien alur, sehingga terjadi pengendapan di zona ini. Hasil pemetaan geologi permukaan  dan pendugaan bawah permukaan melalui bentangan resistivitas (BP 1 – 4) menunjukkan bahwa ketebalan aluvium disekita Batuputih mencapai 40 m.

5.   Satuan Aluvium Pantai.

Satuan aluvium pantai merupakan endapan arus dan gelombang pantai di zona pasang surut. Umumnya berkomposisi epiklastik darat yang berukuran pasir hingga lempung, kadang-kadang lumpur yang masih bersifat urai atau lepas-lepas. Pengelompokan material batuan ini kedalam satu satuan didasarkan pada ciri litologis yang berbeda dengan ciri lotologi material batuan sebelumnya yang sebagian telah terkonsolidasi lemah dan mengandung material berukuran bongkah. 

Endapan tersebut terdiri atas material epiklastik berukuran pasir hingga lanau, setempat lempungan organis dan lumpuran sebagai endapan rawa pantai. Bentuk material selain telah sangat membundar, juga terpilah sagat bail oleh gelombang dan terjangan arus alaut pasang. Pengendapan terjadi pada saat surut akibat penurunan kekuatan arus dan gelombang membentuk endapan gumuk pantai membusur disekitar muara K. Girian dan K. Batuputih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar