Kamis, 04 April 2013

GUNUNG API TANGKOKO


Ditulis kembali dari buku : Pertambangan dan Geologi Kota Bitung, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kota Bitung, 2010.
Nama lain : Tangkoko
Nama gunung api parasit : Batu Angus, Batu Angus Baru
Tipe gunung api : Strato
Letak : Kel. Makawidey, Kec. Aertembaga Kota Bitung                      
Posisi Geografi G.Tangkoko : 10 31’  LU - 1250  11,5‘  BT
Posisi Geografi G. Batu Angus : 10  30,5‘  LU - 1250  13‘  BT
Tinggi di atas muka laut  : G. Tangkoko : 1149 m; G. Batu Angus : 700 m.

A. Bentuk dan Struktur  G. Tangkoko 

G. Tangkoko (1149 m) yang bertipe Strato mempunyai kawah yang besar dan dalam serta gunung api parasit yang bernama Batu Angus (700 m) atau Batu Angus Baru. Gunung api tersebut terletak di bagian timur laut minahasa di Desa Makawidey, Kecamatan Aertembaga, Kota Bitung.
Pemeriksaan kawah yang dilakukan dalam tahun 1971 melihat bahwa G.Tangkoko dan G. Dua Saudara, mempunyai morfologi yang amat sederhana. Kedua gunung api tersebut di pisahkan oleh sebuah pematang dengan jurus barat laut tenggara.
Di kaki pematang itu terletak hulu S. Batu Putih dan S. Air Prang. G. Tangkoko berbentuk elips dengan ukuran kawah ± 2 km x 1 km dan kedalaman ± 200m.
Di dasar kawah terdapat sumbat yang berbentuk kubah setinggi ± 100 m  di duga sumbat tersebut terbentuk dalam kegiatan tahun 1801 (Junghuhn,1844). Di lereng timur sejauh ± 2 km dari G. Tangkoko terletak kubah lava Batu Angus dan leleran lava sepanjang ± 2 km . Kawah G.Batu Angus bagian atasnya  berukuran 300 x 325 m dan garis tengah  dasar kawah ± 200 m, sedangkan kedalamannya ± 90 m.
Dalam masa sejarah kegiatan G.Tangkoko tampaknya letusan lebih banyak terjadi di G.Batu Angus dan tidak pernah di laporkan adanya korban manusia. Tetapi meskipun demikian, dalam  masa mendatang bahaya letusannya harus di perhitungkan karena daerah di sekitar gunung api itu, khususnya Kota Bitung, terus berkembang bahkan makin pesat.

B. Cara Mencapai Kawah Puncak

Ada tiga jalan untuk ke puncak gunung ini, yakni :
1.  Dari pelabuhan Bitung –Kp. Pinangunian - Puncak
2.  Dari Kp. Makawidey – Kp. Loari – Puncak
3.  Dari Kp. Batu Putih – Kp. Paring - Puncak

Umumnya ahli asing dan bangsa Indonesia seperti Kommerling (1923), Koperberg (1928) dan Djatikusumo (1947), mendaki puncak gunung ini dari Kp. Makawidey – Kp. Loari – Puncak. Demikian pula Reksowirogo (1971), melakukan pendakian puncak pada 9 Februari 1971, berangkat dari kampung Makawidey menuju utara sedikit ke timur, menyusur pantai lewat kebun kelapa. Setelah ± 1 km jauhnya, sampailah di kampung lembahao. Selanjutnya perjalanan menuju ke arah utara agak ke timur lewat tegelan dengan pondoknya, menuju Kp. Loari (sampai ketinggian ± 300 m, kemiringan rata-rata 15 ยบ). Akhir nya sampai di pinggir kawah bagian tenggara pada titik ketinggian 670 m . Waktu yang di perlukan dari Makawidey – pinggir kawah ini ± 3 jam.

C. Sejarah Kegiatan  (Letusan yang pernah terjadi) :

Berdasarkan data yang pernah di kumpulkan dari berbagai laporan dan publikasi, maka erupsi Gunung api dapat diringkaskan sebagi berikut :

1680 :                 Koperberg (1928) dan Kommerling (1923) menduga bahwa mungkin letusan terjadi di G. Dua Saudara, tetapi Neumann Van Padang (1951) menganggap letusan normal di kawah pusat yang mengakibatkan rusaknya daerah di sekelilingnya .
1683 :                Letusan di kawah pusat G.Tangkoko
1694 :               Terjadi letusan tetapi tidak ada keterangan lebih lanjut .
1801 :              Menurut Junghuhn (1844 ),  Kommerling (1923) dan Koperberg (1928) letusan terjadi di G.Tangkoko. Letusan menyemburkan abu, pasir dan batu berwarna kemerahan seperti terbakar. Abu tersebar sampai di Airmadidi, Kema, Maumbi, bahkan sampai Manado. Setelah itu timbul sumbat lava di dasar kawah G.Tangkoko dan G. Batu Angus. Dalam tahun tersebut terjadi letusan yang bersamaan antara letusan normal di kawah pusat, letusan samping dan letusan di danau kawah.Pada kegiatan tersebut diduga terjadi aliran lava di G.Batu Angus (Neumann van Padang (1951)) .
1821 :                Terjadi aliran lava dari  G. Batu Angus .
1843 – 1845 :    Terjadi  letusan normal di G. Batu Angus
1880 :                Terjadi letusan dari G. Batu Angus, di sertai aliran lava.
1952 :                Kenaikan kegiatan di G. Tangkoko .
           
Batuan hasil letusannya adalah sebagai berikut :   andesit augit hipersten ditemukan di kaki G. Tangkoko. Sedangkan hasil letusan di G. Batu Angus terdiri dari andesit piroksen (Neumann van Padang, 1951 ).

D. Pengamatan G. Tangkoko

Dikuatirkan kemungkinan timbulnya bencana akibat letusan G. Tangkoko, sementara pemukiman makin berkembang, maka dalam usaha untuk mengurangi segala kemungkinan dan korban dibangun sebuah Pos Pengamatan Gunung Api . Dengan adanya pra-sarana tersebut berbagai usaha untuk memantau tingkah laku G. tangkoko dapat dikerjakan secara sinambung.
Diharapkan kelak dapat diperoleh data untuk menduga tingkat kegiatan gunung api tersebut atau dapat diketahui lebih awal bila ada gejala akan terjadi letusan sehingga peringatan kepada penduduk dapat diberikan lebih dini atau tepat pada waktunya.
Pos Pengamatan Gunung Api tersebut, sering disebut Pos Vulkanologi, mulanya terletak ± 5 km disebelah barat G. Tangkoko  atau  ± 3 km di sebelah barat laut G. Dua Saudara Dari Pos tersebut tidak hanya di amati G. Tangkoko, tapi dipantau G. Dua Saudara. Sejak Juli 2002 pos ini pindah ke Desa Winenet Kecamatan Aertembaga Bitung.
Dalam sejarah G. Tangkoko tampaknya kegiatan kedua gunung api tersebut tidak terpisahkan. Dikaki G. Dua Saudara inilah terletak Kota Bitung yang merupakan kota pelabuhan penting di Sulawesi Utara dan yang saat ini perkembangannya maju dengan pesat. Kenyataan tersebut yang yang menjadikan derajat bahaya  G. Tangkoko dan gunung api tetangganya makin tinggi.
Pengamatan menerus yang dilakukan pada waktu ini terutama visual dan seismik. Pengamatan visual memantau semua perubahan atau gejala yang tampak dipermukaan sedangkan seismik untuk mengetahui gerak-gerik magma di dalam tubuh G. Tangkoko khususnya dan gunung api lainnya berdekatan. Mungkin gejala-gejala tersebut akan muncul menjelang letusannya. Sejak dimulainya pengamatan yang sinambung di gunung api tersebut, tahun 1986, hingga awal 1990 ini belum pernah tercatat adanya perubahan atau kelainan gejala vulkaniknya.

E. Bahaya Letusan G. Tangkoko dan Kawasan Rawan Bencana 

Dalam sejarah kegiatan G. Tangkoko tercatat pernah terjadi letusan besar, yaitu dalam tahun 1801.Abunya tersebar sampai di Manado. Menurut Neumann van Padang timur, yaitu kearah  G. Batu Angus .
Dengan munculnya G. Dua Sudara di sebelah baratdaya G. Tangkoko, maka daerah yang berbahaya, baik karena aliran lava, awan panas maupun lahar hujan terbatas sampai di pematang yang memanjang barat laut –tenggara yang membatasi kedua gunung disemburkan keudara, arah bahaya dan sebarannya sangat tergantung pada arah dan kecepatan angin pada waktu letusan terjadi.
Berdasarkan jenis dan intensitas bahaya yang diakibatkan oleh kehebatan letusannya, kawasan rawan bencana di G. Tangkoko dibedakan dalam dua macam :

1. Kawasan Rawan Bencana II

Diperkirakan kawasan rawan bencana II, yaitu yang terancam oleh aliran lava, awan panas maupun lahar hujan yang dihasilkan oleh letusan G. Tangkoko, diduga akan meliputi daerah dengan jari-jari 5 km dari titik kegiatan. Tetapi daerah di dalam setengah lingkaran bagian barat daya relatif lebih aman. Sebaran awan panas aliran lava dan lahar hujan diduga akan bervariasi berdasarkan alur sungai, ke arah selatan mengikuti S. Prang, ke utara K . Batu Putih. Sedangkan ke arah barat di sepanjang pantai barat laut gunung api tersebut. Luas Kawasan Rawan Bencana II ± 89,4 km ²

2. Kawasan Rawan Bencana I   

Di kawasan Rawan Bencana I ancaman bahaya  disebabkan oleh sebaran bahan letusan yang disemburkan keudara bila letusan menunjukkan intensitas yang makin besar.
Daerah tersebut mencakup wilayah dengan jari-jari 8 km dari titik letusan dengan variasi bahwa bahaya dapat mengancam pula di sepanjang sungai karena aliran lava dan lahar hujan. Daerah tersebut ke arah selatan meliputi wilayah di sepanjang S. Tembaga, dan ke utara di sepanjang S. Kawua. Sedangkan ke arah barat adalah pada wilayah di sepanjang pantai. Luas Kawasan rawan bencana I ± 100,5 km² .   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar