Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, ST, STh, MAg, MTh
Pendahuluan
Dalam setiap karya besar yang berasal dari kehendak Tuhan, selalu ada perlawanan. Tidak jarang, musuh-musuh tersebut bukan hanya datang dari luar, melainkan juga dari dalam, melalui orang-orang yang tampak dekat, memiliki relasi personal, bahkan terlibat dalam kegiatan keagamaan. Kitab Nehemia adalah salah satu catatan Alkitab yang memperlihatkan dengan jelas dinamika ini. Di tengah semangat pembangunan kembali tembok Yerusalem yang hancur, muncullah tokoh Tobia sebagai simbol dari musuh tersembunyi yang berusaha merusak pekerjaan Allah, bukan dengan senjata, tetapi dengan pengaruh, ejekan, dan tipu daya.
Tobia bukanlah seorang penyembah berhala yang terang-terangan menantang Allah seperti Firaun atau Goliat. Ia beroperasi secara halus, menyusup ke dalam komunitas umat Tuhan melalui hubungan keluarga, pengaruh sosial, dan relasi politik. Di mata manusia, ia tampak memiliki kedekatan dan kepedulian, tetapi di balik itu, ia menentang pemulihan Yerusalem dan berniat meruntuhkan semangat umat. Ini menjadi gambaran yang sangat relevan bagi gereja dan orang percaya di masa kini, di mana sering kali tantangan terberat bukan dari luar, melainkan dari dalam tubuh Kristus sendiri.
Kisah tentang Tobia mengajarkan kita untuk waspada dan peka terhadap segala bentuk pengaruh yang dapat menghentikan atau merusak pekerjaan Allah dalam hidup kita. Melalui khotbah ini, kita akan menelusuri siapa sebenarnya Tobia, bagaimana ia bekerja, dan pelajaran apa yang dapat kita tarik agar tetap setia dan teguh dalam menjalankan panggilan Tuhan. Sebab seperti Nehemia, kita dipanggil bukan hanya untuk membangun, tetapi juga untuk menjaga kemurnian dan keteguhan iman dalam menghadapi segala tipu muslihat musuh.
I. Tobia: Musuh yang Tersembunyi di Balik Relasi Sosial dan Kekerabatan. Nehemia 6:17–19; Nehemia 2:10
Tobia bukan hanya seorang lawan biasa. Ia adalah bagian dari jaringan sosial orang Yahudi melalui relasi pernikahan dan kekerabatan. Banyak orang Yehuda memiliki hubungan dengannya, bahkan imam besar Eliesyib memiliki menantu yang terhubung langsung dengan Tobia. Hal ini menjadikan Tobia sebagai musuh yang sulit dideteksi secara kasat mata, sebab ia masuk melalui hubungan kekeluargaan dan sosial.
Keberadaan Tobia dalam lingkaran orang Yehuda menunjukkan bahwa tidak semua yang dekat secara sosial benar-benar berpihak kepada kehendak Tuhan. Ini menjadi peringatan bahwa relasi pribadi tidak selalu menjamin kesatuan visi rohani. Dalam 2 Korintus 6:14, Paulus mengingatkan, "Janganlah kamu menjadi pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya." Ini bukan hanya tentang pernikahan, tapi juga dalam persekutuan pelayanan dan kerja sama rohani.
Kita harus belajar membedakan antara kasih kepada sesama dan kompromi terhadap prinsip kebenaran. Jika kita tidak berhati-hati, seperti orang Yehuda waktu itu, kita bisa tertipu oleh seseorang yang tampak baik namun berpotensi menjadi alat penghancur dari dalam. Tobia mengajarkan bahwa iblis bisa menyusup lewat orang-orang yang memiliki akses pribadi kepada kita.
II. Tobia: Penghinaan dan Ejekan untuk Melemahkan Misi Allah. Nehemia 4:1–3; Mazmur 123:3–4
Tobia menggunakan strategi psikologis: ejekan dan penghinaan. Saat pembangunan tembok mulai berjalan, Tobia bersama Sanbalat menghina pekerjaan tersebut. Ia berkata, “Sekalipun seekor rubah naik ke atasnya, tembok batu mereka akan roboh” (Nehemia 4:3). Ejekan ini dimaksudkan untuk menjatuhkan semangat para pekerja dan meragukan misi yang mereka emban.
Strategi seperti ini masih sering terjadi dalam kehidupan pelayanan masa kini. Musuh sering kali tidak menyerang secara fisik lebih dulu, tetapi melalui kata-kata yang menjatuhkan, membuat kita ragu terhadap kemampuan diri dan panggilan Allah. Mazmur 123:3–4 menggambarkan doa orang yang dilecehkan, namun tetap berharap pada Tuhan. Kita diajar untuk tidak membalas ejekan dengan amarah, melainkan dengan penyerahan diri kepada Tuhan yang benar.
Nehemia tidak terpancing oleh ejekan itu. Ia berdoa dan terus bekerja (Nehemia 4:4–6). Ini menjadi teladan bagi kita: jangan biarkan suara-suara negatif memadamkan semangat kita dalam mengerjakan panggilan Tuhan. Ketika kita tetap fokus dan bersandar kepada Tuhan, ejekan musuh akan menjadi sia-sia.
III. Tobia: Konspirasi Jahat di Balik Surat dan Nabi Palsu. Nehemia 6:1–14
Tobia tak berhenti pada ejekan; ia terlibat dalam konspirasi serius. Ia bersama Sanbalat berupaya menjebak Nehemia dengan mengundangnya ke pertemuan palsu di Lembah Ono, yang sebenarnya adalah perangkap. Ketika gagal, mereka menyewa nabi palsu bernama Semaya untuk menakut-nakuti Nehemia agar ia bersembunyi di Bait Allah, sehingga bisa dituduh penakut dan tidak layak memimpin.
Musuh akan berusaha mengacaukan kita bukan hanya dengan serangan langsung, tapi juga melalui tipuan rohani. Tobia memanfaatkan seorang nabi yang tampak sah, namun sebenarnya dibayar untuk menyesatkan. Ini mengingatkan kita pada Matius 7:15, "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas."
Nehemia tidak tertipu. Ia peka terhadap suara Tuhan dan menolak untuk tunduk pada rasa takut. Ia berkata, “Orang seperti aku tidak akan lari!” (Nehemia 6:11). Kita harus melatih kepekaan rohani untuk membedakan mana suara dari Tuhan dan mana dari manusia. Dalam dunia pelayanan, integritas dan keberanian seperti Nehemia sangat dibutuhkan.
IV. Tobia: Simbol dari Musuh Rohani yang Menyusup ke Dalam Bait Allah. Nehemia 13:4–9
Setelah tembok selesai dan Nehemia sempat kembali ke Persia, Tobia justru diberi ruang di bait Allah oleh imam besar Eliesyib. Ia diberi kamar dalam pelataran rumah Allah, tempat yang seharusnya digunakan untuk perlengkapan ibadah. Ini adalah bentuk pencemaran rumah Tuhan yang sangat serius.
Ketika Nehemia kembali dan melihat hal itu, ia sangat marah. Ia mengusir Tobia dan barang-barangnya keluar dari kamar tersebut, lalu mentahirkan kembali tempat itu (Nehemia 13:8–9). Tindakan tegas ini menunjukkan bahwa rumah Tuhan tidak boleh dikotori oleh kompromi atau kehadiran orang fasik, betapapun kuatnya hubungan pribadi yang ada.
Secara simbolis, Tobia bisa melambangkan pikiran, sikap, atau pengaruh duniawi yang kita izinkan masuk ke dalam hidup rohani kita. 1 Korintus 3:16–17 menyebutkan bahwa kita adalah bait Allah dan Roh Allah diam dalam kita. Maka, kita harus menjaga kekudusan hidup kita dan menolak setiap bentuk kompromi yang mencemari panggilan ilahi.
Penutup: Waspadalah terhadap Tobia di Sekitarmu
Kisah Tobia bukan sekadar sejarah kuno, melainkan peringatan nyata tentang keberadaan musuh yang membungkus dirinya dalam rupa sahabat, pemimpin, bahkan figur religius. Kita dipanggil untuk memiliki hati seperti Nehemia, tegas, berdoa, tidak takut, dan setia menjaga integritas pelayanan.
Efesus 6:12: “Karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah... roh-roh jahat di udara.”
Mari kita terus berjaga, mengenakan perlengkapan senjata Allah, dan menolak setiap pengaruh Tobia yang mencoba merusak pekerjaan Allah dalam hidup dan pelayanan kita.