Ujung laras pistol rakitan itu
telah menempel tepat pada jidatku. Sedikit saja pelatuknya ditarik, seiring
bunyi "tang" maka projektilnya pasti akan mampu meledakan batok
kepalaku, menyusul ambruknya tubuh yang fana ini, itu pasti. Namun suatu
keyakinan yang kokoh, rohku akan kembali kepada Yesus Junjunganku yang mengasihiku
dan dengan setia kusembah siang dan malam.
Sekitar Bulan Oktober di Tahun
2003, rombongan Gereja Elim Tabernakel Daerah Maluku yang berjumlah lebih dari
50 orang bertolak dari Pelabuhan Batu Gong - Ambon menggunakan Kapal Ikan
dengan misi Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Negeri Adat Haria, Pulau
Saparua Kab. Maluku Tengah. Keadaan Kota Ambon dan sekitarnya di masa itu
sedikit tenang walau masih terasa pengaruh konflik kemanusiaan sejak Tahun
1999.
Di Hari Pertama kami tiba di
Pulau Saparua, kami disambut ramah oleh Gembala, Jemaat dan masyarakat Haria,
kemudian dijamu dengan teh panas dan makan sore. Setelah itu kami ditempatkan
secara terpisah di rumah-rumah penduduk. Saya, isteri dan anak sulung kami yang
baru berumur satu setengah tahun di tempatkan di sebuah rumah keluarga yang
jaraknya dari dapur umum sekitar 200 meter.
Keesokan harinya, usai sarapan
pagi di dapur umum, kami bertiga kembali ke rumah tempat kami menginap.
Kebaktian Kebangunan Rohani nantinya akan dilaksanakan pada Jam 6 sore. Setelah
setengah perjalanan, kami dikejutkan dengan teriakan 2 (dua) orang laki-laki
dari arah berlawanan (arah pantai / pelabuhan Haria). Pakaian keduanya
kelihatan basah. Salah seorang nampak memegang pistol rakitan dan menodongkan
muncongnya ke arah kami sambil berulang kali berteriak : "Ose jangan
coba-coba lari".
Dalam ketidakmengertian saya
melihat kearah beberapa warga yang sedang duduk didepan rumah mereka, kemudian
berpaling ke belakang, berharap ada orang lain di belakang kami bertiga, yang
mungkin menjadi sasaran teriakan kedua laki-laki tersebut. Ternyata harapan itu
tidaklah menjadi kenyataan. Tidak ada satupun orang selain kami bertiga yang
berjalan ke arah 2 orang laki-laki tersebut.
Dalam hatiku timbul suatu tanda
tanya besar : "Apakah teriakan kedua lelaki tersebut, ditujukan kepada
kami ?".
Belum sempat berpikir lebih
jauh, jarak kedua lelaki tersebut semakin mendekat dan mendekat, hingga
akhirnya keduanya telah berdiri tepat di depan kami. Sedangkan Pistol rakitan
itu ditodongkan tepat di jidat saya, disertai teriakan ancaman. Sontak saya
teringat dengan kesaksian saya di hadapan jemaat Tuhan tentang kerinduanku jika
suatu waktu saya mati, maka saya ingin mati dalam pelayanan kepada Tuhan. Mungkin ini sudah waktunya. Tidak ada sedikitpun ketakutan,
ataupun kecemasan, aku hanya sempat melirik kekanan, menatap isteri dan anakku
yang sedang dalam gendongannya, dalam hati kecilku berkata : "Teruslah
melayani Tuhan, aku mendahului menghadap panggilan Suci".
Di sela waktu yang sempit itu,
dalam keyakinan iman, tiba-tiba saya bertanya kepada Lelaki yang menodongkan
pistol itu : "Boleh beta tau, bapak ada masalah apa ?" diapun
menjawab : "Bapak kan yang melarang Kapal kami keluar dari Pelabuhan, kong
kaseh ijin kapal yang lain?. Ternyata kedua orang ini salah sasaran.... !!!
Kemudian dengan berani dan
tenang saya jelaskan kepadanya bahwa kami adalah bagian rombongan hamba Tuhan
dari Kota Ambon yang datang untuk melaksanakan misi KKR di Negeri Haria ini.
Mendengar penjelasan itu, tanpa saya duga, lelaki tersebut kemudian tersungkur
dibawah kaki kami sambil meminta ampun dan berkata : "Beta minta ampun
bapak Pendeta, beta salah orang, beta kira bapak Pendeta adalah Sabandar
Pelabuhan Haria". Sayapun menyuruhnya berdiri
sambil memeluknya dengan kasih.
TERNYATA AKU TIDAK JADI MATI.
Terima kasih Tuhan Yesus, Engkau mengijinkan aku mengalami ujian iman seperti
ini ......... !!!
Kebaktian Kebangunan Rohani pada malam harinya dan ketiga malam
berikutnya berlangsung penuh dengan Kemuliaan Tuhan. Kami hanyalah hamba yang mau
melakukan apa yang Junjungan kami inginkan. Biarlah Yesus saja yang
dipermuliakan. Amin ya Amin... !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar