Jumat, 09 September 2011

Pengelolaan Air Tanah di Indonesia


Oleh : Fredrik Dandel, ST.

Pengenalan Air Tanah.

Air merupakan kebutuhan utama dalam kehidupan untuk memenuhi kebutuhan dasar maupun untuk menunjang pembangunan. Seluruh aspek kehidupan membutuhkan air bersih. Kebutuhan akan air selalu mengalami peningkatan sejalan dengan pertumbuhan penduduk untuk memanfaatkannya dalam berbagai kebutuhan seperti untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dll.

Pada masa yang akan datang, pengadaan air bersih akan menjadi suatu masalah pelik jika pemanfaatannya tidak dikelola dengan baik mulai saat ini. Masalah ini dapat diatasi jika penggunaan air sudah diketahui dan dimanfaatkan secara efisien disamping mencari sumber-sumber lain.

Salah satu sumber daya air adalah air tanah. Secara global jika dilihat dari segi volume, air tanah merupakan sumber air yang penting dan potensial karena kapasitasnya paling besar (30,61%) dibandingkan dengan sumber air tawar lainnya. Ilmu yang mempelajari air tanah adalah hidrogeologi. Aparatur Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Propinsi dalam melaksanakan tugasnya perlu dibekali hidrogeologi, disesuaikan dengan tugas fungsinya.

Hidrogeologi (hidro- berarti air, dan -geologi berarti ilmu mengenai batuan) merupakan bagian dari hidrologi yang mempelajari penyebaran dan pergerakan air tanah dalam tanah dan batuan di kerak Bumi. Dalam prosesnya studi ini menyangkut aspek-aspek fisika dan kimia yang terjadi di dekat atau di bawah permukaan tanah mencakup keterdapatan, transportasi material (aliran), penyebaran, reaksi kimia, perubahan temperatur, perubahan topografi dan lainnya.

Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah permukaan tanah. Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang keberadaannya terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang luas serta pemulihannya sulit dilakukan.

Selain air sungai dan air hujan, air tanah juga mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan rumah tangga (domestik) maupun untuk kepentingan industri. Dibeberapa daerah, ketergantungan pasokan air bersih dan air tanah telah mencapai ± 70%.

Manfaat / Peranan Air Tanah 
  • Kebutuhan pokok (air minum dan rumah tangga), lebih dari 70% penduduk masih memanfaatkan air tanah.
  • Kebutuhan industri, sekitar 90% masih menggantungkan pada air tanah.
  • Kebutuhan untuk pertanian, dibeberapa daerah banyak dikembangkan dari air tanah (P2AT);
  • Kebutuhan air bersih untuk perkotaan dan pedesaan banyak yang dipenuhi dari air tanah (PDAM, PPSAB, DGSDM);
  • Kebutuhan untuk perkebunan, banyak dikembangkan oleh perkebunan tebu, kelapa sawit, teh, karet;
  • Kebutuhan dalam pertambangan : pencucian, dewatering, dan untuk fasilitas umum;
  • Fasilitas umum (MCK, air minum), dibanyak perkantoran, peribadatan, rumah sakit, panti asuhan, dll;
Dampak Negatif Pengambilan Air Tanah

Karena air tanah adalah salah satu sumber daya alam yang terbaharui (renewable), maka pengertian ini sering menimbulkan pemahaman yang keliru dari para pengguna air tanah. Kita memang dikaruniai oleh Tuhan curah hujan yang melimpah, sebagai sumber utama imbuhan (recharge) air tanah, namun tidak semua air hujan tersebut meresap ke dalam tanah dan mengisi kembali akuifer tergantung pada kondisi / faktor hidrogeologi, faktor penggunaan lahan di permukaan, dan bahkan perilaku manusia yang bermukim dan bekerja di atasnya. Oleh sebab itu pengisian kembali tersebut umumnya berlangsung seketika, dalam bilangan hari, bulan, tahun, dekade, abad, bahkan milenium. Jadi air tanah memang terbaharui, tapi sangat relatif waktu pembaharuannya.

Mengingat sifat air tanah seperti telah disinggung diatas, maka tidak seperti halnya air permukaan, pemulihan terhadap air tanah yang telah mengalami penurunan, baik kuantitas maupun kualitasnya, akan membutuhkan keahlian yang tinggi, biaya yang mahal, dan waktu yang lama. Berdasarkan pengalaman-pengalaman negara lain, usaha-usaha pemulihan (restorasi) teresebut tidak akan pernah dapat mengembalikan air tanah pada kondisi awalnya (initial state).

Pengambilan air tanah yang hanya menekankan asas kemanfaatan, tetapi kurang memberi perhatian kepada asas keseimbangan dan kelestarian akan memberikan dampak negatif terhadap sumber daya tersebut, yang berupa degradasi kuantitas maupun kualitas air tanah, yang pada akhirnya dapat juga mengakibatkan kerusakan lingkungan sekitar.

Dampak negatif dari pengambilan air tanah secara berlebihan terhadap air tanah itu sendiri dan lingkungan sekitar adalah :

Penurunan Muka Air Tanah.
Pengambilan air tanah yang terus meningkat di daerah pengambilan air tanah intesif akan menyebabkan penurunan muka air tanah secara meluas yang mencerminkan terjadinya penurunan kuantitas air tanah.

Pencemaran Air Tanah.
Akibat pengambilan air tanah yang intensif di daerah tertentu dapat menimbulkan pencemaran air tanah dalam yang berasal dari air tanah dangkal, sehingga kualitas air tanah yang semula baik menjadi menurun dan bahkan tidak dapat dipergunakan sebagai bahan baku air minum. Sedangkan di daerah dataran pantai  akibat pengambilan air tanah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya intrusi air laut karena pergerakan air laut ke air tanah.

Amblesan Tanah.
Amblesan tanah (land subsidence) timbul akibat pengambilan air tanah yang berlebihan pada lapisan pembawa air (akuifer) yang tertekan (confined aquifers), air tanah yang tersimpan dalam pori-pori lapisan penutup akuifer akan terperas keluar yang mengakibatkan penyusutan lapisan penutup tersebut, akibatnya terjadi amblesan tanah di permukaan.

Permasalahan dan Tantangan Pengelolaan Air Tanah

Permasalahan.
Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan air tanah adalah bagaimana menyikapi antara terbatasnya ketersediaan air tanah di alam dan peningkatan pengambilan air tanah ini karena tuntutan kebutuhan akan air yang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.

Kerusakan lingkungan di daerah imbuhan air tanah karena penggundulan hutan dan alih fungsi lahan menyebabkan turunnya kemampuan resapan air. Pembentukan air tanah menjadi berkurang menyebabkan cadangan air tanah pada cekungan air tanah mengalami penurunan, hal ini ditunjukkan dengan semakin mengecilnya debit mata air dan muka air tanah secara regional menjadi lebih dalam. Setiap musim kemarau di beberapa daerah mengalami kekeringan dan kekurangan air. Sebaliknya pada musim hujan pada daerah yang sama terjadi banjir.

Di beberapa kota besar, pengambilan air tanahnya sudah begitu intensif. Akibatnya di beberapa tempat di kota-kota ini telah terjadi kemerosotan kuantitas, kualitas dan bahkan lingkungan air tanah. Di daerah-daerah pengambilan air tanah intensif, sumur penduduk banyak yang kering atau air tanahnya tercemar. Akibatnya di daerah tersebut kesulitan air bersih, di beberapa tempat telah terjadi konflik antara pihak industri dan masyarakat.

Salah satu penyebab krisis air  di dunia sebagaimana terungkap pada 2nd World Water Forum di Den Haag adalah kelemahan penyelenggaraan (governance) pengelolaan air di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Tantangan ini semakin bertambah berat dengan meningkatnya kebutuhan akan air untuk memenuhi kebutuhan pokok penduduk yang semakin bertambah banyak, pelayanan umum di pusat-pusat perkantoran dan pembelanjaan, industri, pertanian, pertambangan, serta untuk keperluan sektor lain yang terus mengalami perkembangan.

Adanya kelemahan dalam menyelenggarakan pengelolaan air tanah di Indonesia ditemui berbagai permasalahan, antara lain :
  • Dalam pengelolaan sumber daya air, yang terdiri dari air hujan, air permukaan, air tanah, sulit dilakukan secara koordinasi.
  • Sentralisasi pengelolaan yang terlalu kuat, berakibat memperpanjang sistem pengambilan keputusan.
  • Desentralisasi pengelolaan sampai tingkat kabupaten/kota cenderung mengabaikan prinsip pengelolaan cekungan air tanah.
  • Kebijakan pengelolaan yang belum menjamin :
  1. Hak setiap individu untuk mendapatkan air termasuk air tanah guna memenuhi kebutuhan pokok hidup;
  2. Hak dasar masyarakat memperoleh akses penyediaan air untuk berbagai keperluan;
  3. Pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat;
  4. Perlindungan air tanah agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai demi kesejahteraan umat manusia;
  5. Wewenang dan tanggungjawab pelaksanaan pengelolaan air tanah;
  6. Pelaksanaan koordinasi pengelolaan air tanah antar instansi Pemerintah dan atau antar Pemerintah Daerah guna mengoptimalkan pelaksanaan konservasi dan pendayagunaan air tanah;
  7. Keterpaduan antara air tanah dan air permukaan sebagai upaya mengefektifkan pengelolaan sumber daya air;
  8. Pelaksanaan penggunaan yang saling menunjang antara air tanah dan air permukaan guna mengatasi kekurangan air.
  • Belum terbentuk jaringan data dan informasi air tanah yang baik antar lembaga pengumpul atau pengelola data air tanah.
  • Pemanfaatan air  tanah secara parsial, kurang berkeadilan, terutama bagi masyarakat miskin untuk mendapatkan air guna memenuhi kebutuhan dasarnya.
  • Pemanfaatan lebih menitikberatkan pada eksploitasi untuk mendatkan pendapatan bagi daerah dari pada konservasinya.
  • Data dan informasi air tanah yang kurang memadai baik kuantitas maupun kualitasnya.
  • Degradasi kualitas, kuantitas dan lingkungan air tanah akibat pengambilan air tanah yang berlebihan, pencemaran serta perubahan fungsi lahan, terutama di cekungan air tanah di perkotaan.
  • Keterbatasan sumber daya (manusia, peralatan, biaya) baik di pusat maupun daerah, menyebabkan pengelolaan air tanah kurang efektif dilaksanakan.
  • Pengawasan dan penengakan hukum yang lemah atas setiap pelanggaran yang terjadi terhadap peraturan pengelolaan air tanah yang ada.
  • Konsep pengelolaan dan konservasi air tanah tidak didasarkan pada konsep pengelolaan cekungan air tanah, tetapi lebih mendasarkan pada pengelolaan sumur (well management) dan juga mendasarkan pada batas administrasi.
  • Masih terbatasnya pengetahuan masyarakat terhadap pemahaman air tanah, sehingga kurang peduli terhadap keberadaan dan fungsi air tanah, baik kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya.
Tantangan.
Banyaknya permasalahan dan kendala yang masih ada, baik yang bersifat teknis maupun non teknis sangat berpengaruh pada sasaran pelaksanaan pengelolaan air tanah dan konservasinya. Dengan demikian dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, maka pelaksanaan pengelolaan air tanah menghadapi beberapa tantangan, antara lain seperti berikut :
  • Pengelolaan secara terpadu antara air tanah dan air permukaan, hal ini dengan menyadari bahwa air tanah adalah bagian tak terpisahkan dari ekosistem dan berinteraksi dengan air permukaan.
  • Menerapkan konsep dasar pengelolaan air tanah secara total yang memadukan konsep pengelolaan Groundwater Basin dan River Basin.
  • Desentralisasi pengelolaan dengan cara memberdayakan daerah untuk mengelola air tanah dalam lingkup wilayahnya tanpa mengabaikan sifat keterdapatan dan aliran air tanah serta prinsip-prinsip pengelolaan akuifer lintas batas.
  • Pemenuhan hak dasar yang menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air dari air tanah di daerah yang kondisi air tanahnya memungkinkan bagi kebutuhan pokok sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif.
  • Ketersediaan data, informasi dan jaringan informasi air tanah yang terpadu di dasarkan pada data keaitanahan yang andal, tepat, akurat, dan berkesinambungan, yang mencakup seluruh wilayah Indonesia.
  • Keberlanjutan ketersediaan air tanah dengan menjamin keseimbangan antara pemanfaatan dan ketersediaan air tanah sebagai bagian dari ekosistem.
  • Pemanfaatan air saling menunjang, yaitu menciptakan keterpaduan pemanfaatan air tanah, air permukaan dan air hujan.
  • Ketersediaan sumber daya (keahlian, peralatan, dan biaya) pengelolaan, yaitu dengan memberdayakan sumber daya dari masyarakat, swasta, para pihak berkepentingan, pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Dasar Hukum Pengelolaan Air Tanah.

Sebagai kekayaan nasional yang berperan vital bagi kehidupan rakyat, air tanah di Indonesia dikuasai oleh Negara untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat di segala bidang sosial, ekonomi, lingkungan, budaya, politik maupun ketahanan nasional.

Oleh karenanya air tanah harus dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas. Berdasarkan asas tersebut maka air tanah harus dikelola secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan.
Pengelolaan air tanah dilaksanakan dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras, serta pengelolaan air tanah didasarkan pada cekungan air tanah.

Dalam melakukan pengelolaan air tanah, aspek hukum yang melandasi pengelolaan air tanah di Indonesia meliputi :
  • Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3). Disini tersirat bahwa air yang terkandung di dalam buku ini perlu dikelola dan dilindungi agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
  • Ketetapan MPR, tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dalam GBHN diamanatkan bahwa dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan pengembangan tata guna air (termasuk air tanah) perlu diberikan pada penyediaan air yang cukup dan bersih serta berkesinambungan, mencegah kemerosotan mutu dan kelestarian air serta setiap perubahan keadaan dan fungsi lingkungan berikut unsurnya perlu terus dinilai dan dikendalikan secara seksama agar pengamanan dan perlindungannya dapat dilaksanakan setepat mungkin.
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air Sebagai Pengganti Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Air Tanah Sebagai Pelaksana ketentuan Pasal 10, Pasal 12 ayat (3), Pasal 13 ayat (5), Pasal 37 ayat (3), Pasal 57 ayat (3), Pasal 58 ayat (2), Pasal 60, Pasal 69, dan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
  • Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor : 1451.K/10/MEM/2000 Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air Tanah.
Khusus di Provinsi Maluku, telah ditetapkan Peraturan Daerah Provinsi Maluku No. 08 Tahun 2004 tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, serta Peraturan Gubernur Maluku No. 383 Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanan Peraturan Daerah Provinsi Maluku No. 08 Tahun 2004 tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

DAFTAR PUSTAKA
  • Direktorat Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah. (2006). Pengelolaan Air Tanah di Indonesia. Makalah Departemen Energi dan Sumber Daya MineralJakarta.
  • Direktorat Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah. (2006). Pengenalan Air Tanah. Makalah Departemen Energi dan Sumber Daya MineralJakarta.
  • Direktorat Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah. (2006). Pemantauan Air Tanah. Makalah Departemen Energi dan Sumber Daya MineralJakarta.
  • Direktorat Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah. (2006). Evaluasi Potensi Cekungan Air Tanah. Makalah Departemen Energi dan Sumber Daya MineralJakarta.
  • Maret Priyatna. (2007). Perubahan Ketentuan Pengelolaan Sumber Daya Air. Makalah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Bandung.
Gambar diunduh dari :  
http://2.bp.blogspot.com/-cA1ccCAlzcw/TkXDL2WznyI/AAAAAAAAAFM/eqkBh2ry-hQ/s1600/siklus.jpg

2 komentar: