Minggu, 09 Oktober 2011

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Oleh : Fredrik Dandel, ST.

Seirama dengan derap langkah pembangunan di negara kita, kegiatan industri ditujukkan untuk mewujudkan industri yang maju dan mandiri dalam rangka memasuki era industrialisasi. Proses industrialisasi maju ditandai antara lain dengan mekanisme, elektrifikasi dan modernisasi. Dalam keadaan yang demikian maka penggunaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, instalasi-instalasi modern serta bahan berbahaya akan semakin meningkat.

Masalah tersebut di atas dipastikan akan sangat mempengaruhi dan mendorong peningkatan jumlah maupun tingkat keseriusan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu keselamatan dan kesehatan kerja yang merupakan salah satu bagian dari perlindungan tenaga kerja perlu dikembangkan dan ditingkatkan.

Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah upaya atau pemikiran dan penerapannya yang ditujukan untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya, untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja.

Suma’mur P.K. (1986) mengartikan keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannnya serta cara-cara melakukan pekerjaan.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 03/Men/1988 mendefenisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. 

Dari pengertian diatas, maka dapat dirumuskan tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja itu sendiri, yakni sebagai berikut :
  1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
  2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
  3. Sumber porduksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Penyebab Kecelakaan Kerja.

Kecelakaan dalam industri banyak disebabkan oleh aturan dan kondisi kerja yang tidak mempunyai aspek keselamatan. Pendekatan tradisional teori penyebab kecelakaan dikemukakan oleh H.W. Heinrich pada sekitar tahun 1920-an yang diambil dari perkembangan kasus-kasus atau laporan para ahli keselamatan kerja. Pendekatan kasus ini menjadi sebuah teori yang disebut Teori Urutan Domino (Domino sequence theory), yaitu :
  1. Luka-luka disebabkan oleh kecelakaan.
  2. Kecelakaan disebabkan oleh tindakan tidak selamat oleh manusia atau oleh kondisi mekanis yang tidak selamat.
  3. Tindakan dan kondisi tidak selamat disebabkan oleh kesalahan manusia.
  4. Kesalahan manusia disebabkan oleh lingkungan atau diperoleh dari kebiasaan.
  5. Lingkungan atau kebiasaan kerja yang ceroboh menyebabkan luka-luka.
Selain teori urutan domino ada beberapa teori lain tentang penyebab kecelakaan kerja, yaitu :
  • Pure Chane Theory (Teori Kebetulan Murni) ; Kecelakaan terjadi atas ”Kehendak Tuhan” (Act of God), sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwanya, karena kecelakaan kerja terjadi secara kebetulan saja.
  • Accident Prone Theory (Teori Kecenderungan Kecelakaan) ; Pada pekerja tertentu lebih sering tertimpah kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya (bukan psikologis) yang memang cenderung untuk mengalami kecelakaan.
  • Three Main Factors Theory (Teori Tiga Faktor Utama) ; Penyebab kecelakaan adalah peralatan, lingkungan dan manusia pekerja itu sendiri.
  • Two Main Factors Theory (Teori Dua Faktor Utama) ; Kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya atau kondisi tidak aman (unsafe conditions) dan tindakan atau perbuatan berbahaya / tidak aman (unsafe actions).
  • Human Factors Theory (Teori Faktor Manusia) ; Menekankan bahwa pada akhirnya semua kecelakaan kerja, baik langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh kesalahan manusia. Selalu ditemui dari hasil penelitian bahwa 8- - 85 % kecelakaan disebabkan oleh factor manusia.

Dua hal yang menjadi penyebab kecelakaan kerja yang terbesar adalah : perilaku yang tidak aman (unsafe actions) dan kondisi lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions). Berdasarkan data dari Biro Pelatihan Tenaga Kerja, penyebab kecelakaan yang pernah terjadi sampai saat ini adalah diakibatkan oleh perilaku yang tidak aman sebagai berikut:
  1. sembrono dan tidak hati-hati
  2. tidak mematuhi peraturan
  3. tidak mengikuti standar prosedur kerja.
  4. tidak memakai alat pelindung diri
  5. kondisi badan yang lemah
Persentase penyebab kecelakaan kerja yaitu 3% dikarenakan sebab yang tidak bisa dihindarkan (seperti bencana alam), selain itu 24% dikarenakan lingkungan atau peralatan yang tidak memenuhi syarat dan 73% dikarenakan perilaku yang tidak aman. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima perilaku tidak aman yang telah disebutkan di atas.

Pencegahan dan Penanggulangan Kecelakaan Kerja.

Berbicara tentang pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja, Suma’mur P.K. (1989:20) berpendapat bahwa masalah keselamatan dan kecelakaan pada umumnya sama tua dengan kehidupan manusia. Demikian juga, keselamatan kerja dimulai sejak  manusia bekerja. Manusia purba mengalami kecelakaan-kecelakaan, dan dari padanya berkembang pengetahuan tentang bagaimana agar kecelakaan tidak berulang.

Dari pendapat tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja bermula dari kesadaran manusia yang timbul secara alamiah untuk kepentingan diri manusia itu sendiri.
Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja haruslah ditujukan untuk mengenal dan menemukan sebab-sebabnya, bukan gejala-gejalanya untuk kemudian sedapat mungkin menghilangkan atau mengeliminirnya. Untuk itu semua pihak yang terlibat dalam usaha berproduksi khususnya para pengusaha dan tenaga kerja diharapkan dapat mengerti dan memahami serta menerapkan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di tempat masing-masing.

Beberapa keadaan dan masalah yang dapat dijumpai di lapangan yang merupakan hambatan bagi pelaksanaan operasional sehubungan dengan usaha untuk mencapai program keselamatan kerja, antara lain :
  1. Tingkat pengetahuan, pemahaman, perilaku, kesadaran, sikap dan tindakan masyarakat, tenaga kerja, aparatur pemerintah dan masyarakat pada umumnya dalam upaya penanggulangan masalah keselamatan kerja masih sangat rendah dan belum menempatkannya sebagai suatu kebutuhan yang pokok bagi peningkatan kesejahteraan secara menyeluruh.
  2. Perkembangan ilmu, teknik dan penerapan teknologi disertai dengan pesatnya perkembangan pembangunan dibidang konstruksi, pertambangan, industri dan lain-lain belum dapat diimbangi dengan tingkat pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja.
  3. Peningkatan jumlah kecelakaan kerja, kebakaran, pencemaran lingkungan industri, penyakit akibat kerja dan lain sebagainya tidak seimbang dan selaras dengan upaya pencegahan secara dini, sehingga menimbulkan akibat korban jiwa manusia, kerugian material yang tak ternilai harganya.
  4. Belum memadainya jumlah dan mutu tenaga pengawas, sangat kurangnya tenaga ahli keselamatan kerja, masih lemahnya penindakan hukum law enforcement serta belum memadainya peraturan /petunjuk pelaksanaan dalam keselamatan kerja.
  5. Belum terjadinya koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar berbagai instansi, belum dijabarkannya strategi dan pelaksanaan program keselamatan kerja secara lintas sektoral dan regional serta lemahnya informasi dan edukasi dibidang keselamatan kerja.
Oleh Organisasi Buruh Intenasional (International Labour Organitations) telah dikembangkan berbagai langkah pencegahan sebagai berikut :
  1. Peraturan-peraturan, yaitu ketentuan yang harus dipatuhi mengenai hal-hal seperti kondisi kerja umum, perancangan, konstruksi, pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan pengoperasian peralatan industri, kewajiban-kewajiban para pengusaha dan pekerja, pelatihan, pengawasan kesehatan, pertolongan pertama dan pemeriksaan kesehatan.
  2. Standarisasi, yaitu menetapkan standar-standar misalnya mengenai konstruksi yang aman dari jenis-jenis peralatan industri dan alat pengamanan perorangan.
  3. Pengawasan, sebagai contoh adalah usaha-usaha penegakan peraturan yang harus dipatuhi.
  4. Riset Teknis, termasuk hal-hal seperti penyelidikan peralatan dan ciri-ciri dari bahan-bahan berbahaya, penelitian tentang pelindung mesin, pengujian alat pelindung dan lain-lain.
  5. Riset Medis, termasuk penyelidikan efek fisiologis dan patologis dari faktor-faktor lingkungan serta kondisi-kondisi fisik yang mengakibatkan kecelakaan.
  6. Riset Psikologis, adalah penelitian tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.
  7. Riset Statistik, adalah penelitian menyangkut jenis kecelakaan, banyaknya sebab kecelakaan, mengenai siapa saja dan lain-lain.
  8. Pendidikan, meliputi pengajaran materi kesehatan dan keselamatan kerja di sekolah-sekolah, akademi-akademi dan lain-lain.
  9. Pelatihan, untuk meningkatkan kualitas pengetahuan serta ketrampilan kesehatan dan keselamatan kerja bagi tenaga kerja.
  10. Persuasi, adalah penggunaan berbagai cara penyuluhan, metode publikasi atau pendekatan lain untuk menumbuhkan sikap selamat.
  11. Asuransi, berupa insentif financial dalam bentuk pengurangan biaya premi, jika keselamatan kerjanya baik.
  12. Tindakan-tindakan pengamanan yang dilakukan oleh masing-masing individu.
 
Referensi : 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar