Jumat, 19 September 2025

Dari Ijazah SMA Menuju Gelar Doktor : Ketika Iman yang Diucapkan Mulai Digenapi Tuhan. Kesaksian Pribadi

Pdm. Fredrik Dandel, ST, STh, MAg, MTh.

Awal tahun 1995 adalah titik awal sebuah perjalanan panjang yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Saat itu, saya mengikuti Diklat Prajabatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Maluku. Saya baru saja lulus SMA setahun sebelumnya dan bersyukur bisa diterima sebagai CPNS di usia muda. 

Di tengah suasana pelatihan itu, terjadi sebuah momen yang tampaknya sepele, tapi ternyata menyimpan benih besar dalam hidup saya. Saya terlibat perdebatan dengan seorang teman CPNS mengenai gelar pendidikan tertinggi. Saya menyatakan bahwa Doktor adalah gelar tertinggi dalam jenjang pendidikan, setelah Sarjana (S1) dan Magister (S2). Namun teman saya bersikukuh bahwa Profesor adalah gelar tertinggi. Saya menjelaskan bahwa Profesor bukan gelar akademik, melainkan jabatan fungsional yang diberikan kepada dosen atau peneliti yang memenuhi kualifikasi tertentu. Sedangkan gelar Doktor adalah jenjang akademik formal tertinggi yang bisa diraih di dunia pendidikan.

Perdebatan itu memuncak hingga saya, dengan penuh keyakinan berkata, "Kelak saya akan meraih gelar Doktor, meskipun hari ini saya hanya CPNS dengan ijazah SMA." Teman saya tertawa. Ia menganggap ucapan saya itu sebagai mimpi kosong, terlalu tinggi untuk seseorang yang bahkan belum menempuh kuliah. Saya tidak marah, tapi kalimat itu menjadi sebuah janji iman yang saya ucapkan dengan polos, namun sungguh-sungguh.

Jalan Panjang Penuh Tikungan

Waktu berjalan. Ucapan itu perlahan menghilang dari ingatan saya. Bukan karena saya tak percaya lagi, tapi karena kenyataan hidup saat itu memang begitu berat. Melanjutkan kuliah S1 saja terasa sangat sulit. Namun demikain, saya tetap mencoba. Pertengahan tahun 1995, saya mulai kuliah di jurusan Teknik Sipil, Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) Ambon. Sayangnya, belum setahun berjalan, saya terpaksa drop out. Saya harus mengikuti Diklat Teknisi Preparasi Mineral, Batuan, dan Fosil di Bandung selama lebih dari sebulan. Ketika kembali, teman-teman saya sudah menyelesaikan ujian akhir semester 2, dan saya kehilangan semangat untuk melanjutkan.

Saya baru bisa kembali kuliah pada tahun 2005, kali ini di Universitas Pattimura Ambon, jurusan Teknik Industri. Puji Tuhan, saya berhasil menyelesaikan studi dan diwisuda pada tahun 2010. Namun, mimpi lama itu, untuk menjadi seorang Doktor kembali saya kubur dalam-dalam. Kesempatan untuk studi lanjut sebenarnya ada, tetapi saya memilih pindah tugas ke Kota Bitung, Sulawesi Utara. Kesibukan kerja, penyesuaian hidup serta minimnya Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan studi sampai ke level Magister, membuat saya untuk sementara waktu menunda berpikir tentang studi S2, apalagi S3.

Tahun 2015, saya kembali pindah tugas ke kampung halaman saya di Pulau Siau. Situasi di daerah membuat saya makin pesimis. Rasanya, mustahil bagi saya untuk melanjutkan studi. Ini daerah kepulauan Bung. Sedangkan di Kota Bitung yang masih dekat dengan Ibu Kota Provinsi sudah sulit melanjutkan studi, apalagi di daerah Kepulauan yang jauh. Namun Tuhan ternyata belum selesai bekerja.

Tuhan Membuka Jalan yang Tak Terpikirkan

Tahun 2018, saat ada keinginan untuk melanjutkan S2 di Universitas Terbuka, saya justru memilih memulai kuliah S1 Teologi di STT Rumah Murid Kristus - Bitung. Panggilan untuk melayani rupanya lebih besar mendorong saya untuk belajar Teologi. Saya percaya, ini adalah jalan yang Tuhan bukakan untuk membentuk karakter dan pemahaman iman saya. Saya menyelesaikan Pendidikan S1 Teologi ini pada tahun 2021. Tamat S1 Teologi ini malah lebih memacu semangat saya untuk melanjutkan ke jenjang S2. Masa-masa itu, Covid-19 melanda dunia, dan berimbas juga pada dunia pendidikan. 

Pembatasan untuk berkumpul, memungkinkan penyelenggaraan pendidikan melalui kuliah On Line, yang tentunya mengharuskan calon mahasiswa menguasai teknologi informasi yang sedang berkembang pesat. Saya memanfaatkan kesempatan emas ini dengan memilih Program Studi Magister Pastoral Konseling di Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia (STTBI) Jakarta. Pertimbangan saya dalam memilih Program Studi ini adalah disamping masih jarang diminati oleh mahasiswa, juga ilmunya dapat saya praktekan di tempat kerja.  Pada tahun 2023, saya lulus program Magister tersebut. Tanpa menunda waktu, saya langsung mendaftar program Doktor (S3) dalam bidang Doctor of Ministry setelah berkonsultasi dengan dosen pembimbing tesis saya di Prodi Magister Pastoral Konseling STTBI. Saat ini, saya telah memasuki semester lima, dan sedang mempersiapkan proposal disertasi.

Kadang saya termenung, merenungkan bagaimana Tuhan mengingat ucapan iman yang saya sendiri hampir lupakan. Dulu saya berkata dengan penuh keyakinan, di tengah keterbatasan, bahkan saat belum memiliki gelar apapun. Hari ini, saya melihat ucapan itu sedang digenapi Tuhan selangkah demi selangkah. Jika Tuhan mengizinkan, pada tahun depan (2026), saya akan menyelesaikan studi dan resmi menyandang gelar Doktor. Bukan untuk kesombongan, tapi sebagai kesaksian kepada anak cucu tentang kuasa Tuhan yang sanggup menggenapi janji-Nya dalam hidup siapa saja yang percaya dan tidak menyerah.

Penutup: Ucapan Iman Bukan Sia-sia

Apa yang saya pelajari dari perjalanan ini adalah bahwa tidak ada ucapan iman yang sia-sia di hadapan Tuhan. Meskipun orang lain menertawakan, bahkan kita sendiri mungkin sempat meragukannya, Tuhan tetap bekerja di balik layar hidup kita. Terkadang, jalan yang kita tempuh tidak lurus. Ada kegagalan, penundaan, dan keputusan yang tampaknya keliru. Tapi Tuhan bisa memakai semuanya untuk mengarahkan kita kembali kepada panggilan dan janji-Nya.

Hari ini saya bersaksi, bahwa Tuhan setia. Ia bukan hanya mendengar doa kita, tetapi juga mengingat janji-janji yang kita ucapkan dalam iman, meski itu sepatah kalimat yang kita sampaikan puluhan tahun sebelumnya. Bagi siapa pun yang sedang berjalan dalam proses, teruslah percaya. Jangan pernah meremehkan kekuatan iman, sekecil apa pun itu. Jika Tuhan bisa melakukannya dalam hidup saya, Dia juga sanggup melakukannya dalam hidup Anda.

Efesus 3:20 (TB)

"Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita."