Bacaan : Filipi
4:2-9
Oleh : Pdm.
Dr. (C). Fredrik Dandel, ST.
S.Th, M.Ag, M.Th.
Pendahuluan:
Saudara-saudari
yang terkasih, hidup kita di dunia ini seringkali dipenuhi dengan permasalahan,
ketegangan, dan kecemasan. Kita seringkali terperangkap dalam perasaan tidak
nyaman atau tidak damai akibat konflik dalam hubungan, kecemasan terhadap masa
depan, atau bahkan stres dalam pekerjaan dan kehidupan pribadi. Ketika
menghadapi tantangan dan kesulitan ini, kita cenderung merasa terbebani,
gelisah, dan kehilangan arah. Dunia yang kita huni sering kali menawarkan
solusi sementara yang tidak mampu memberikan kedamaian sejati yang kita
butuhkan. Ketika kita mencoba menghadapinya dengan kekuatan kita sendiri, kita
sering kali merasa lelah dan frustrasi.
Dalam Filipi 4:2-9, kita menemukan sebuah
pengajaran yang relevan bagi kita hari ini. Rasul Paulus menulis kepada
jemaat Filipi yang sedang menghadapi berbagai permasalahan, baik itu dari luar
maupun dalam gereja itu sendiri. Jemaat Filipi pada waktu itu mengalami
ketegangan internal, terutama antara dua wanita, Euodia dan Sintikhe, yang
terlibat dalam konflik. Paulus juga menyadari tantangan-tantangan eksternal
yang dihadapi oleh jemaat, seperti penganiayaan dan tekanan dari luar gereja. Beberapa
penganiayaan yang mereka alami meliputi: Penganiayaan oleh Penguasa
Romawi, Ketika Paulus dan Silas pertama kali
menginjili di Filipi, mereka dipersekusi oleh penduduk setempat dan akhirnya
dipenjarakan karena dianggap mengganggu ketertiban umum dan merusak kepercayaan
tradisional (Kisah Para Rasul 16:16-24). Keterasingan Sosial dan
Ekonomi: Menjadi seorang Kristen di
masyarakat yang mayoritas menganut agama tradisional atau kepercayaan
politeisme dapat membuat seseorang terisolasi dalam kehidupan sosial. Konflik dengan Orang-orang Yahudi Lokal: Di
Filipi, terdapat komunitas Yahudi yang mungkin juga menjadi sumber konflik bagi
jemaat Kristen. Juga Tantangan Moral dan
Budaya: Gaya hidup Romawi yang sangat
berbeda dengan ajaran Kristen. Ini mencakup pengaruh dewa-dewa Romawi, gaya
hidup hedonistik, dan budaya yang menekankan keberhasilan duniawi. Dalam situasi yang penuh
kecemasan ini, Paulus memberikan prinsip-prinsip hidup yang dapat membawa kita
kepada kedamaian sejati, yaitu damai sejahtera yang datang dari Allah.
"Hidup dalam Perdamaian dan Sukacita Kristus,"
bukanlah sekadar sebuah ajakan untuk hidup tanpa masalah, tetapi lebih kepada
bagaimana kita, sebagai orang percaya, dapat menemukan kedamaian dan sukacita
yang datang dari Allah dalam setiap keadaan. Dalam teks ini, Paulus mengajarkan
kita bahwa meskipun dunia ini penuh dengan kecemasan, kita dipanggil untuk
hidup dengan perspektif yang berbeda, sebuah perspektif yang berfokus pada iman
kepada Tuhan yang memegang kendali atas segala hal. Sukacita yang diajarkan
oleh Paulus bukanlah sukacita duniawi yang sementara, tetapi sukacita yang
berasal dari kedekatan dengan Tuhan dan pengertian bahwa Dia senantiasa bersama
kita. Perdamaian yang kita cari bukanlah hasil dari menghindari masalah, tetapi
kedamaian yang datang melalui penyerahan penuh kepada Allah dan hidup dalam
kehendak-Nya.
I.
Menghargai Perdamaian dalam Hubungan (Filipi 4:2-3)
Filipi
4:2-3 berkata, "Euodia kunasehati dan Syntyche kunasehati, supaya
sehati sepikir dalam Tuhan. Bahkan, kuminta kepadamu juga, Sunsugos, temanku
yang setia, tolonglah mereka. Karena mereka telah berjuang dengan aku dalam
pemberitaan Injil, bersama dengan Clemens dan semua rekan sekerjaku yang
namanya tercantum dalam kitab kehidupan."
Paulus
memulai bagian ini dengan mengingatkan dua perempuan di jemaat Filipi, Euodia
dan Syntyche, yang tampaknya sedang mengalami ketegangan atau perbedaan
pendapat. Mereka adalah rekan kerja Paulus dalam pemberitaan Injil, tetapi kini
mereka terlibat dalam perselisihan yang mempengaruhi keharmonisan di jemaat.
Euodia dan Syntyche dikenal sebagai dua perempuan yang telah berjuang bersama
Paulus dalam penyebaran Injil di Filipi. Mereka tidak hanya terlibat dalam
pelayanan tetapi juga dalam pengajaran dan perawatan jemaat. Ketegangan antara
keduanya menunjukkan bahwa meskipun mereka memiliki kontribusi besar dalam
pekerjaan Tuhan, mereka juga manusia biasa yang rentan terhadap konflik. Hal
ini mengingatkan kita bahwa bahkan dalam pelayanan, hubungan antar individu
bisa terpengaruh oleh perbedaan pendapat atau ketidaksetujuan. Meskipun
demikian, Paulus dengan lembut menegur mereka, mengingatkan mereka untuk sehati
sejiwa dalam Tuhan, karena kesatuan dan perdamaian dalam tubuh Kristus adalah
hal yang sangat penting untuk menghindari perpecahan dalam jemaat. Dalam Efesus 4:3, Paulus menulis, "Berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera." Paulus mengajarkan bahwa dalam tubuh Kristus, kita dipanggil untuk menjaga kesatuan dan perdamaian, bahkan ketika ada perbedaan pendapat atau ketegangan. Kesatuan ini tidak hanya berdampak pada hubungan pribadi, tetapi juga pada kemajuan pemberitaan Injil itu sendiri, yang sering terhambat oleh perpecahan dan konflik dalam gereja."
Paulus
tidak hanya mengingatkan mereka untuk berdamai, tetapi juga meminta jemaat
untuk membantu mereka agar bisa kembali berdamai. Ini adalah gambaran yang
jelas bahwa dalam hidup berjemaat, perdamaian dan kesatuan dalam Kristus sangat
penting. Ketika ada konflik, kita diajak untuk menjadi mediator dan saling
menolong agar keharmonisan tetap terjaga dalam tubuh Kristus. Ini mengingatkan kita pada ajaran Matius 18:15-17, yang mengajarkan kita bagaimana menghadapi konflik dalam gereja, yaitu dengan pendekatan yang penuh kasih dan usaha untuk mendamaikan pihak-pihak yang berselisih. Sebagai tubuh Kristus, kita diajak untuk tidak membiarkan perpecahan berkembang, tetapi untuk menjadi agen perdamaian yang aktif dalam kehidupan jemaat. Ini mencerminkan prinsip kasih dan pengertian yang harus ada dalam setiap hubungan antar anggota tubuh Kristus, seperti yang tertulis dalam Kolose 3:13, "Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah kamu seorang akan yang lain, apabila ada yang mempunyai keluhan terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuatlah juga demikian
Sebagai
orang Kristen, kita dipanggil untuk berusaha menjaga perdamaian, baik dalam
hubungan pribadi maupun dalam kehidupan jemaat. Konflik dapat terjadi, tetapi
kita harus berusaha untuk menyelesaikannya dengan kasih dan pengertian,
mengingat bahwa kita semua adalah bagian dari tubuh Kristus.
II.
Sukacita dalam Tuhan (Filipi 4:4-5)
Filipi
4:4-5 berkata, "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan. Sekali lagi
kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang.
Tuhan sudah dekat."
Paulus
mengingatkan kita untuk bersukacita senantiasa dalam Tuhan. Dalam Bahasa
Yunani dituliskan Χαίρετε ἐν Κυρίῳ
πάντοτε· πάλιν ἡ λέγω, Χαίρετε = Chaírete en Kyríō pántote; pálin hē
légō, Chaírete." Sukacita yang dimaksud di sini adalah Sukacita yang berasal dari kedekatan dengan Kristus dan
bukan dari keadaan duniawi yang bisa berubah-ubah. Sukacita ini adalah buah
dari kehidupan yang dipenuhi dengan pengenalan akan Tuhan dan pengharapan
kepada-Nya. Meskipun kita menghadapi kesulitan atau penderitaan, kita bisa
menemukan sukacita dalam kebenaran bahwa Tuhan ada bersama kita dan kita
diselamatkan dalam Kristus. Dalam Roma 5:3-4, Paulus mengajarkan, "Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah dalam penderitaan kita, karena kita tahu bahwa penderitaan itu menghasilkan ketekunan, dan ketekunan menghasilkan tahan uji, dan tahan uji menghasilkan pengharapan." Sukacita Kristen bersumber dari pengharapan dalam Kristus yang tetap teguh dan tidak tergoyahkan meski kita berada dalam kesulitan. Hal ini sejalan dengan ajaran dalam Yakobus 1:2-3, "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan apabila kamu jatuh ke dalam berbagai percobaan, karena kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan
Paulus
mengulangi perintah ini, “Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” Ini
menunjukkan betapa pentingnya sukacita dalam kehidupan orang Kristen. Sukacita bukan hanya sekadar perasaan, tetapi keputusan untuk berfokus pada Tuhan, berterima kasih atas kasih karunia-Nya, dan memilih untuk bersyukur meskipun situasi tidak selalu ideal. Sukacita ini juga mencerminkan kesadaran akan kedekatan Tuhan yang tidak terpisahkan, seperti yang dikatakan dalam Mazmur 16:11, "Engkau menunjukkan jalan hidup kepadaku; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa." Dengan bersukacita dalam Tuhan, kita mengungkapkan iman kita bahwa Allah hadir dan bekerja di tengah segala keadaan.
Paulus
juga mengajak kita untuk menunjukkan kelemahlembutan kita kepada orang
lain. Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk berperilaku lemah lembut,
sabar, dan penuh kasih kepada sesama, mencerminkan karakter Kristus dalam
kehidupan sehari-hari kita.
III.
Jangan Kuatir, Serahkan Segala Kekuatiran kepada Tuhan (Filipi 4:6-7)
Filipi
4:6-7 mengajarkan kita, "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun
juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa
dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui
segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus."
Kekuatiran
adalah perasaan yang hampir semua orang alami dalam kehidupan. Ketika kita
dihadapkan pada situasi yang tidak pasti atau tantangan yang besar, kekuatiran sering
kali muncul dengan begitu kuat. Kekuatiran bisa datang dari berbagai hal, mulai
dari masalah pekerjaan, kesehatan, hingga hubungan pribadi. Ketika kita fokus
pada masalah tersebut, perasaan cemas dan khawatir bisa menguasai pikiran kita,
memengaruhi cara kita berpikir, dan bahkan memengaruhi tubuh kita secara fisik.
Dalam dunia yang serba cepat dan penuh tekanan ini, kekuatiran menjadi bagian
dari kenyataan hidup yang sulit untuk dihindari.
Dalam
Filipi 4:6-7, Paulus memberikan nasihat yang penuh hikmat. Dia dengan jelas
mengingatkan kita untuk "tidak kuatir tentang apa pun". Ini
bukan berarti kita tidak boleh merasa khawatir atau tidak peduli, tetapi Paulus
mengajak kita untuk mengubah cara kita merespons kecemasan. Alih-alih
membiarkan kecemasan menguasai hidup kita, kita diminta untuk menyampaikan
segala keinginan dan kekhawatiran kita kepada Tuhan dalam doa dan permohonan.
Hal ini mengingatkan kita pada ajaran Tuhan Yesus dalam Matius 6:25-34, di mana
Yesus dengan jelas berkata, "Jangan khawatir tentang hidupmu, apa yang
akan kamu makan atau minum, atau tentang tubuhmu, apa yang akan kamu
pakai" (Matius 6:25). Yesus mengajarkan bahwa kekhawatiran tentang
kebutuhan hidup sehari-hari hanya akan menambah beban, tetapi Tuhan mengetahui
segala kebutuhan kita dan akan menyediakannya. Ketika kita membiarkan kecemasan
menguasai kita, kita sebenarnya meragukan penyertaan dan pemeliharaan Tuhan.
Sebaliknya, Yesus mengajak kita untuk mencari Kerajaan Allah terlebih dahulu,
karena jika kita melakukannya, segala kebutuhan kita akan dipenuhi. Dengan cara
yang sama, Paulus mengajak kita untuk membawa segala kecemasan kita kepada
Tuhan dalam doa dan mengingat bahwa Dia selalu peduli dan siap memberikan
ketenangan hati.
Lebih
dari sekadar menyampaikan kekhawatiran kita, Paulus juga menekankan pentingnya ucapan
syukur dalam doa kita. Bersyukur kepada Tuhan, meskipun dalam situasi yang
sulit, adalah cara untuk mengingat kebaikan dan kesetiaan-Nya. Ketika kita
berdoa dengan hati yang penuh syukur, kita membuka hati kita untuk merasakan
damai sejahtera Allah yang luar biasa. Paulus menjelaskan bahwa dengan
melakukan ini, kita akan menerima damai sejahtera Allah yang melampaui
segala pengertian. Damai sejahtera ini bukan hanya mengatasi kekuatiran kita
tetapi juga menjaga hati dan pikiran kita dalam Kristus Yesus. Dengan kata
lain, meskipun keadaan di sekitar kita mungkin tidak berubah, Allah memberikan
kedamaian batin yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata suatu kedamaian
yang hanya dapat kita rasakan ketika kita sepenuhnya menyerahkan hidup kita
kepada-Nya.
IV.
Fokus pada Hal-hal yang Benar dan Mulia (Filipi 4:8)
Filipi
4:8 berkata, "Finally, brothers and sisters, whatever is true, whatever
is noble, whatever is right, whatever is pure, whatever is lovely, whatever is
admirable, if anything is excellent or praiseworthy, think about such
things."
Setiap
hari kita disuguhkan dengan berbagai berita buruk dan kekhawatiran yang dapat
menguasai pikiran kita, namun Tuhan memanggil kita untuk tidak membiarkan
pikiran kita terperangkap dalam hal-hal negatif. Paulus dalam Filipi 4:8
mengajak kita untuk memfokuskan pikiran kita pada hal-hal yang positif, benar,
dan memuliakan Tuhan. Paulus mengingatkan kita bahwa kita memiliki kendali atas
apa yang kita pikirkan, dan dengan memilih untuk memusatkan perhatian pada
hal-hal yang baik dan benar, kita bisa mengalihkan fokus kita dari kekuatiran dan menemukan kedamaian yang datang dari Allah. Ketika kita mengarahkan pikiran
kita pada hal-hal yang mulia dan memuliakan Tuhan, kita diberi kekuatan untuk
tetap teguh menghadapi tantangan hidup.
Dalam
Kolose 3:2, Paulus mengajarkan, "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan
yang di bumi," yang mengingatkan kita untuk mengalihkan perhatian kita
pada hal-hal yang penuh dengan kebaikan, kebenaran, dan pengharapan,
sebagaimana Tuhan telah mengaruniakan kepada kita melalui firman-Nya. Dengan
cara ini, kita tidak hanya menjaga pikiran kita tetap tenang, tetapi juga
menjalani hidup dengan perspektif iman yang mengutamakan kasih dan pengharapan
yang datang dari Tuhan. Memfokuskan pikiran pada hal-hal yang memuliakan Tuhan
membawa kita pada hidup yang penuh damai dan sukacita. Dalam Roma 12:2, Paulus
juga mengingatkan kita untuk "janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia
ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu," yang berarti kita diajak
untuk memperbaharui pikiran kita agar semakin mencerminkan karakter Kristus.
Dengan memikirkan hal-hal yang benar, mulia, dan penuh pujian, kita tidak hanya
memperbaharui pikiran kita, tetapi juga semakin menjadi serupa dengan Kristus.
V. Berlatih Hidup dalam Perintah
Tuhan (Filipi 4:9)
Filipi
4:9 berkata, "Apa yang telah kamu pelajari dan terima dan dengar dan
lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai
kamu."
Paulus
mengingatkan jemaat Filipi bahwa kehidupan yang penuh damai sejahtera tidak
hanya datang dari mendengarkan ajaran Tuhan, tetapi juga dari melakukannya
dalam kehidupan sehari-hari. Ia menegaskan, “Apa yang kamu pelajari dan
terima dan dengar dan lihat padaku, itu harus kamu lakukan,” yang
menunjukkan bahwa ajaran Kristus seharusnya diterapkan dalam tindakan nyata.
Kita dipanggil untuk hidup sesuai dengan firman Tuhan, bukan hanya sebagai
teori atau pengetahuan, tetapi sebagai prinsip yang memandu setiap keputusan
dan tindakan kita. Hal ini sejalan dengan ajaran Yakobus 1:22, yang berkata, "Tetapi
hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja",
karena hanya dengan melakukannya kita dapat mengalami transformasi sejati dalam
hidup kita.
Ketika
kita hidup sesuai dengan firman Tuhan, kita tidak hanya menjadi saksi bagi
dunia akan kasih dan kebenaran-Nya, tetapi kita juga akan merasakan damai
sejahtera-Nya yang menyertai kita. Filipi 4:9 menjelaskan bahwa "damai
sejahtera Allah" akan menjaga hati dan pikiran kita dalam Kristus
Yesus. Ini adalah janji yang indah bagi setiap orang yang menghidupi firman
Tuhan dalam kehidupannya. Seperti yang dijelaskan dalam Matius 7:24-25, Yesus
menggambarkan orang yang mendengar dan melakukan firman-Nya sebagai orang yang
membangun rumah di atas batu karang yang kokoh, yang tidak akan goyah meskipun
datang badai. Dengan hidup sesuai dengan ajaran Tuhan, kita diberi kekuatan
untuk bertahan dalam segala situasi dan merasakan kedamaian yang melampaui
pengertian kita, karena kita tahu bahwa Tuhan selalu menyertai kita.
Kesimpulan:
Saudara-saudari
yang terkasih, Filipi 4:2-9 mengajarkan kita banyak hal penting untuk hidup
yang damai, penuh sukacita, dan sesuai dengan kehendak Tuhan. Kita diajak untuk
menjaga perdamaian dalam hubungan, untuk terus bersukacita dalam Tuhan, untuk
menyerahkan kecemasan kita kepada-Nya, untuk memfokuskan pikiran pada hal-hal
yang baik, dan untuk hidup sesuai dengan firman Tuhan. Ketika kita hidup sesuai
dengan kehendak Tuhan, kita mengalami damai sejahtera yang melampaui segala
akal dan menjaga hati dan pikiran kita dalam Kristus Yesus. Sukacita yang kita
terima bukanlah hasil dari keadaan eksternal, tetapi berasal dari hubungan kita
dengan Tuhan dan keyakinan bahwa Dia memegang kendali atas segala hal. Marilah
kita berlatih untuk hidup sesuai dengan firman-Nya, menjaga pikiran kita dari
hal-hal negatif, dan selalu mengandalkan kasih dan kuasa Tuhan yang membawa
kedamaian sejati ke dalam hidup kita. Amin