Jumat, 30 Mei 2025

Pentingnya Roh Kudus Bagi Orang Percaya. Yohanes 14:15-31.

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, S.T, S.Th, M.Ag, M.Th.

Pendahuluan:

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan,

Dalam kehidupan ini, kita semua pasti pernah mengalami perpisahan, entah karena jarak, perbedaan, atau kematian. Perpisahan seringkali menghadirkan rasa takut, cemas, bahkan hampa. Murid-murid Yesus pun menghadapi momen semacam itu. Mereka mendengar bahwa Sang Guru, yang selama ini berjalan bersama mereka, akan segera pergi. Mereka takut dan bingung. Tetapi Yesus, sebagai Gembala yang baik, tidak membiarkan mereka larut dalam kekhawatiran.

Dalam Yohanes 14, kita mendapati sebuah penghiburan yang agung. Yesus memberikan janji luar biasa bahwa meskipun Ia akan pergi secara fisik, Dia akan tetap hadir secara rohani melalui pribadi ketiga dari Allah Tritunggal, yaitu Roh Kudus. Roh Kudus bukan hanya pengganti Yesus, melainkan kehadiran Allah sendiri di tengah-tengah dan dalam diri umat-Nya. Janji ini bukan hanya untuk para murid di abad pertama, tetapi juga untuk kita semua yang percaya kepada-Nya hari ini.

Melalui bagian ini, kita akan belajar bahwa kehadiran Roh Kudus sangat penting bagi setiap orang percaya. Tanpa Dia, kita seperti anak yatim secara rohani — berjalan sendiri dan kehilangan arah. Tapi dengan Dia, kita diperlengkapi, dikuatkan, dan dituntun untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Mari kita membuka hati untuk memahami lebih dalam siapa Roh Kudus itu dan apa peran-Nya dalam hidup kita sebagai pengikut Kristus.

I. Roh Kudus Diberikan kepada Orang yang Mengasihi dan Menaati Kristus (ayat 15–17)

“Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku. Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.” (Yoh. 14:15-16).

Yesus memulai dengan sebuah pernyataan yang sangat dalam: kasih kepada-Nya dinyatakan lewat ketaatan. Ini bukan kasih yang sekadar di bibir, melainkan yang nyata dalam hidup sehari-hari. Dan kepada orang yang demikian, Yesus menjanjikan seorang Penolong yang lain, yaitu Roh Kudus.

Kata “Penolong” (Yunani: Paraklētos) berarti seorang yang mendampingi, membela, menghibur, dan menolong. Roh Kudus bukan sekadar kekuatan, tetapi pribadi ilahi yang menyertai kita selama-lamanya.

Yesus menekankan bahwa dunia tidak dapat menerima Roh Kudus karena mereka tidak mengenal Dia. Tapi kita, sebagai orang percaya, bukan hanya mengenal-Nya, melainkan juga ditinggali oleh-Nya (bdk. 1 Korintus 6:19).

Roh Kudus bukan hanya penolong dari luar, tetapi kehadiran Tuhan yang tinggal di dalam hati orang percaya.

II. Roh Kudus Membawa Kehadiran Kristus dalam Hidup Kita (ayat 18–21)

“Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu.” (Yoh. 14:18)

Yesus tahu bahwa pra murid akan merasa kehilangan. Ia tahu betapa sulitnya menghadapi dunia tanpa pemimpin. Tapi Dia meyakinkan mereka: "Aku datang kembali kepadamu." Ini bukan hanya menunjuk pada kebangkitan, tapi lebih dalam — menunjuk pada kehadiran-Nya melalui Roh Kudus.

Roh Kudus adalah wujud nyata bahwa Yesus tidak meninggalkan kita sendirian. Di dalam Dia, kita tidak seperti anak yatim secara rohani. Kita tidak kehilangan arah. Kita tahu bahwa kita milik Yesus, dan Yesus hidup di dalam kita (Galatia 2:20).

Ayat 21 menegaskan bahwa siapa yang mengasihi dan menuruti perintah-Nya akan menerima pernyataan diri dari Yesus. Roh Kuduslah yang membuat kita mengalami kehadiran Kristus secara pribadi, bukan sekadar secara intelektual, tetapi secara nyata dan rohani.

III. Roh Kudus Mengajarkan dan Mengingatkan Firman Tuhan (ayat 25–26)

“Tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.” (Yoh. 14:26).

Roh Kudus berpera penting dalam pemahaman kebenaran firman Tuhan. Ia adalah pengajar ilahi yang membawa kita masuk dalam kedalaman pengenalan akan Kristus. Ketika kita membaca Alkitab, bukan hanya pikiran kita yang bekerja, tetapi Roh Kudus yang menerangi hati dan pikiran kita (1 Korintus 2:10–12).

Bahkan saat kita lupa atau bingung, Roh Kudus mengingatkan kembali perkataan Kristus. Dalam pelayanan, penghiburan, atau keputusan hidup, Roh Kudus sering membawa kembali firman Tuhan yang dulu pernah kita dengar atau baca. Inilah pekerjaan-Nya yang terus aktif.

Itulah sebabnya penting bagi kita untuk membuka diri kepada pimpinan-Nya dan menyediakan ruang bagi firman Tuhan dalam hati kita (Mazmur 119:11). Karena Roh Kudus memakai firman yang tertanam dalam hati untuk mengajar dan menuntun kita.

IV. Roh Kudus Memberikan Damai Sejahtera dan Menuntun kepada Ketaatan (ayat 27–31)

“Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu… Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” (Yoh. 14:27)

Dunia menawarkan damai yang bersifat sementara dan semu, tapi Yesus memberi damai yang melampaui pengertian (Filipi 4:7). Damai ini datang karena kehadiran Roh Kudus, Penolong yang selalu ada bersama kita.

Roh Kudus menguatkan hati kita saat menghadapi penderitaan, ketidakpastian, dan tekanan hidup. Saat kita merasa gentar, Dia mengingatkan janji-janji Tuhan. Dia bukan hanya membawa ketenangan, tetapi memberi keberanian untuk taat dan tetap setia, seperti teladan Yesus dalam ayat 31 yang berkata: “Supaya dunia tahu, bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Ku.”

Jadi, Roh Kudus membawa damai dan sekaligus menuntun kita kepada ketaatan sejati, bukan karena terpaksa, tetapi karena kasih kepada Tuhan.

Penutup :

Saudara yang terkasih,

Kita telah melihat bahwa Roh Kudus bukanlah konsep yang jauh dan abstrak. Ia adalah pribadi Allah yang tinggal di dalam kita, yang diberikan kepada mereka yang mengasihi dan menaati Kristus. Ia membawa kehadiran Yesus dalam hidup kita, mengajar dan mengingatkan kita akan firman-Nya, serta mencurahkan damai sejahtera surgawi yang tidak bisa diberikan oleh dunia. Tanpa Roh Kudus, kita akan mudah tersesat, lemah, dan goyah dalam iman kita.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk hidup dalam keintiman dengan Roh Kudus setiap hari. Dia bukan hanya untuk hari Minggu atau saat kita berdoa saja, tetapi Dia adalah Penolong yang setia setiap saat. Marilah kita membuka hati, mendengarkan suara-Nya, dan taat pada pimpinan-Nya. Jangan menolak-Nya, jangan padamkan pekerjaan-Nya, sebab hanya dalam penyertaan-Nya kita bisa bertahan dan bertumbuh dalam iman.

Akhirnya, marilah saat ini kita belajar untuk menginstopeksi diri kita : Apakah Roh Kudus sungguh hadir dan memimpin hidup kita? Apakah kita memberi-Nya tempat untuk bekerja dalam hati dan pikiran kita? Jika belum, mari kita berdoa agar Tuhan memperbarui hati kita. Jika sudah, marilah kita terus hidup dalam persekutuan dengan-Nya. Sebab hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus adalah hidup yang penuh damai, pengertian akan kebenaran, dan kekuatan untuk setia kepada Kristus sampai akhir.

Yesus Naik ke Sorga, Gereja Diutus. Kisah Para Rasul 1:6-11

 Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, S.T, S.Th, M.Ag, M.Th.

Pendahuluan:

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, hari ini kita memperingati satu peristiwa penting dalam sejarah iman kita, kenaikan Tuhan Yesus ke surga. Momen ini sering dianggap sebagai “penutup” dari pelayanan Yesus di bumi, tetapi sesungguhnya, ini adalah awal dari karya besar Allah melalui gereja-Nya. Kenaikan bukan titik akhir, melainkan titik tolak.

Bayangkan perasaan para murid waktu itu. Mereka baru saja menyaksikan Yesus bangkit dari kematian. Harapan mereka kembali menyala. Lalu tiba-tiba, Yesus naik ke langit. Apakah ini akhir? Apakah mereka ditinggalkan? Tidak. Sebaliknya, kenaikan Kristus adalah deklarasi surgawi bahwa pekerjaan penebusan telah selesai, dan kini giliran gereja untuk melanjutkan misi-Nya di dunia.

Melalui Kisah Para Rasul 1:6–11, Tuhan mengajarkan kepada kita bahwa tugas kita bukan hanya menunggu, tetapi melangkah. Bukan hanya mengagumi kemuliaan Kristus, tapi menjadi saksi-Nya. Hari ini, mari kita renungkan bagaimana kenaikan Kristus memanggil kita untuk hidup dalam kuasa, ketaatan, dan pengharapan. Mari kita gali bersama pesan besar ini dalam empat bagian utama.

I. Kesalahpahaman tentang Kerajaan Allah (Ayat 6)

“Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?”

Murid-murid Yesus bertanya tentang pemulihan kerajaan Israel, karena mereka masih terjebak dalam pemikiran Mesias sebagai pemimpin politik. Dalam konteks sejarah mereka, harapan akan pemulihan Israel dari penjajahan Romawi sangat kuat. Namun, harapan ini terlalu sempit. Mereka membayangkan kerajaan fisik, bukan kerajaan rohani yang menjangkau seluruh bangsa. Ini menunjukkan bahwa bahkan setelah kebangkitan-Nya, para murid masih memerlukan pengertian baru tentang maksud Allah.

Yesus tidak menegur pertanyaan mereka secara langsung, tetapi Ia mengalihkannya. Ini menunjukkan bahwa Tuhan sabar menghadapi keterbatasan pemahaman kita, tetapi Ia juga tidak akan membiarkan kita tinggal dalam pengertian yang salah. Sebab, Kerajaan Allah tidak dibangun oleh kekuatan militer atau strategi politik, tetapi melalui pertobatan dan penyebaran Injil. Seperti tertulis dalam Lukas 17:21, “Kerajaan Allah ada di antara kamu.”

Aplikasi bagi kita jelas: banyak orang Kristen hari ini pun lebih tertarik pada kemenangan duniawi daripada ketaatan rohani. Kita ingin Tuhan mengubah situasi kita, tapi sering mengabaikan panggilan untuk mengubah hati. Seperti murid-murid, kita perlu dibawa kembali kepada fokus utama Tuhan bahwa kerajaan-Nya datang ketika Injil diberitakan, bukan ketika ambisi kita terpenuhi.

II. Amanat Agung dan Kuasa dari Roh Kudus (Ayat 7–8)

“Kamu akan menerima kuasa kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku...”

Yesus menjawab bahwa waktu dan masa adalah urusan Bapa, itu di luar tanggung jawab kita (ayat 7). Fokus murid seharusnya bukan pada spekulasi profetik, melainkan pada ketaatan misi. Banyak orang hari ini sibuk menebak “akhir zaman,” padahal panggilan Yesus bukan untuk menebak waktu, tetapi untuk menjadi saksi. Yesus mengalihkan fokus murid dari waktu ke tanggung jawab.

Ayat 8 menjadi inti dari seluruh kitab Kisah Para Rasul. Di sinilah kita menemukan pola penyebaran Injil: Yerusalem, Yudea, Samaria, dan sampai ke ujung bumi. Ini bukan sekadar urutan geografis, tetapi mencerminkan panggilan global gereja. Perintah ini sejalan dengan Matius 28:19–20, yaitu “pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku.” Namun, Yesus juga tahu bahwa tugas ini terlalu besar jika hanya dilakukan dengan kekuatan manusia. Karena itu, Dia menjanjikan kuasa Roh Kudus.

Kuasa Roh bukan hanya untuk membuat kita merasa kuat, tapi agar kita mampu bersaksi. Banyak gereja rindu melihat mujizat, tapi lupa bahwa tujuan kuasa adalah untuk misi. 2 Timotius 1:7 mengatakan bahwa Allah memberikan Roh “bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.” Tanpa kuasa Roh, kita hanya menjadi institusi agama. Tapi dengan Roh, kita menjadi saksi yang hidup.

III. Kenaikan Yesus: Kristus yang Ditinggikan (Ayat 9)

“...terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka.”

Peristiwa kenaikan Yesus bukan sekadar simbolik, tetapi nyata dan historis. Para murid menyaksikan secara langsung saat Yesus terangkat dan awan menutup-Nya. Dalam Alkitab, awan seringkali menjadi lambang kemuliaan Allah (Shekinah), seperti dalam Keluaran 13:21 atau Daniel 7:13. Ini menegaskan bahwa Yesus naik bukan sebagai penghilang yang kabur, tetapi sebagai Raja yang masuk ke dalam kemuliaan surgawi.

Kenaikan Yesus juga menegaskan posisi-Nya yang sekarang. Ia tidak lagi berjalan di antara kita secara fisik, tetapi Ia memerintah dari surga. Dalam Ibrani 1:3, dikatakan bahwa “Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar di tempat yang tinggi.” Ini berarti Kristus bukan hanya Juruselamat, tetapi juga Raja atas gereja dan dunia. Dari tempat-Nya di surga, Ia mengutus Roh Kudus dan memimpin gereja.

Bagi kita, kenaikan Yesus adalah sumber penghiburan dan kekuatan. Kita tidak mengikuti pemimpin yang sudah mati, tetapi Raja yang hidup dan bertahta. Ia tidak meninggalkan kita sendirian. Justru dengan naik-Nya, Ia memampukan kita untuk menjadi tubuh-Nya di bumi. Seperti tertulis dalam Efesus 1:20–23, Yesus adalah kepala atas segala sesuatu bagi jemaat-Nya.

IV. Janji Kedatangan Kembali dan Misi Gereja (Ayat 10–11)

“Yesus ini, yang terangkat ke surga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke surga.”

Para murid masih berdiri menatap langit. Tapi malaikat datang dan berkata, “Mengapa kamu berdiri melihat ke langit?” Ini adalah teguran lembut tapi tegas: jangan hanya menatap, bergeraklah! Penantian akan Kristus bukan alasan untuk pasif. Janji bahwa Yesus akan kembali bukan untuk kita hitung waktunya, tapi untuk kita jalani misi-Nya dengan setia.

Yesus akan datang kembali, itu pasti. Wahyu 1:7 berkata, “Lihatlah, Ia datang dengan awan-awan dan setiap mata akan melihat Dia.” Tapi sementara itu, kita hidup dalam masa “tengah” antara kenaikan dan kedatangan. Di masa inilah gereja harus hidup dengan iman, melayani dengan kasih, dan bersaksi dengan kuasa. Kita dipanggil bukan hanya untuk menanti, tapi untuk bekerja.

Tugas gereja di zaman ini bukan menonton langit, melainkan menjangkau dunia. Kita adalah umat yang menanti sambil bekerja. 1 Korintus 15:58 mengingatkan kita: “Karena itu, tetaplah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan.” Jangan hanya menjadi penonton sejarah, jadilah pelaku rencana Allah. Jangan hanya menanti langit terbuka, bawalah Injil ke dunia yang gelap.

Penutup:

Saudara-saudari, dari Kisah Para Rasul 1:6–11 kita belajar bahwa kenaikan Yesus bukanlah akhir dari karya-Nya, melainkan permulaan dari misi kita sebagai gereja-Nya. Yesus tidak naik ke surga untuk menjauh dari kita, tetapi untuk memimpin kita dari surga dengan kuasa-Nya melalui Roh Kudus. Ia memanggil kita bukan hanya untuk menantikan kedatangan-Nya kembali, tetapi untuk mengisi waktu penantian itu dengan kesaksian, pelayanan, dan ketaatan.

Hari ini kita diingatkan agar tidak menjadi orang-orang yang hanya berdiri memandang langit, melainkan menjadi murid-murid yang melangkah turun ke dunia, membawa kabar baik kepada semua orang. Kristus sudah memberikan kuasa-Nya, pesan-Nya, dan janji-Nya—sekarang Dia menantikan ketaatan kita.

Maka mari kita bertanya dengan jujur: Apakah saya hanya seorang pengagum Kristus yang pasif, atau saya sudah menjadi saksi Kristus yang aktif? Hari ini, saat kita memperingati kenaikan-Nya, mari kita perbarui komitmen kita. Yesus telah naik, dan kini Dia mengutus kita. Bersediakah engkau menjawab panggilan-Nya?

Rabu, 14 Mei 2025

KETIKA HATI ENGGAN MENDENGAR

Oleh : Fredrik Dandel

Ia menyebut diri sebagai jiwa yang setia,
Lidahnya fasih menyebut nama Ilahi,
Namun tiap kali cahaya mulai menyapa,
Langkahnya justru menjauh dengan diam-diam.
 
Pekerjaan Tuhan mengetuk lembut di dada,
Namun ia sibuk menata alibi dunia,
"Aku Tidak Lagi," katanya dalam bisu yang nyata,
Padahal kesempatan itu pilihan mereka.
 
Lalu, saat kebenaran tak lagi mengundang,
Ia merasa tersolimi, merasa terbuang,
Bukan karena tak mengerti arah terang,
Tapi karena ia memilih jalan yang berliku... dan kosong.
 
Dan di ujung sepi, ia bertanya lirih,
"Kenapa aku yang harus terluka dan tersisih ?"
Padahal luka dan derita itu bukan pemberian Ilahi,
Tapi cermin dari hati yang tahu, tapi tak mau mengerti.

Selasa, 06 Mei 2025

BAYANG DI BALIK JUBAH

FD-Ondong, 24042025

 

Berbalut jubah, berseru nama Ilahi,

Langkahnya teduh, tutur pun berseri,

Namun di balik bening rupa dan janji,

Terselip niat yang tak sepenuhnya suci.

 

Ia berjalan sambil menatap sekitar,

Mencari celah di tiap saudara,

Bukan untuk membimbing yang tersasar,

Namun menyulam kisah tuk dunia mendengarnya.

 

Katanya sayang, katanya peduli,

Tapi aib pun dijadikan cerita,

Lembut bahasanya, halus senyumnya,

Tapi menusuk di saat yang tak disangka.

 

Wahai jiwa yang meniti jalan kebenaran,

Pernahkah engkau bercermin diam-diam?

Di balik nasihat yang tampak bijaksana,

Ada bayang dirimu yang tak kalah kelam.

 

Tuhan tak hanya dengar lantunan lisan,

Namun menakar jernihnya niat dan perbuatan,

Sebelum engkau membersihkan cela di luar,

Tidakkah hendak kau lap debu di dalam?

Selasa, 29 April 2025

Menyusun Khotbah Ekspository (Contoh 2)

 

Nats Matius 28:1–10.

 

Kebangkitan Yesus

 

28:1 Setelah hari Sabat lewat, menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama minggu itu, pergilah Maria Magdalena dan Maria yang lain, menengok kubur itu.

28:2 Maka terjadilah gempa bumi yang hebat sebab seorang malaikat Tuhan turun dari langit dan datang ke batu itu dan menggulingkannya lalu duduk di atasnya.

28:3 Wajahnya bagaikan kilat dan pakaiannya putih bagaikan salju.

28:4 Dan penjaga-penjaga itu gentar ketakutan dan menjadi seperti orang-orang mati.

28:5 Akan tetapi malaikat itu berkata kepada perempuan-perempuan itu: "Janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu.

28:6 Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring.

28:7 Dan segeralah pergi dan katakanlah kepada murid-murid-Nya bahwa Ia telah bangkit dari antara orang mati. Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia. Sesungguhnya aku telah mengatakannya kepadamu."

28:8 Mereka segera pergi dari kubur itu, dengan takut dan dengan sukacita yang besar dan berlari cepat-cepat untuk memberitahukannya kepada murid-murid Yesus.

28:9 Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: "Salam bagimu." Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya.

28:10 Maka kata Yesus kepada mereka: "Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku."

 

Gambaran Umum Kitab Matius

 

1. Penulis

 

Tradisi gereja mula-mula secara konsisten menyatakan bahwa penulis Injil ini adalah Matius, seorang mantan pemungut cukai (Matius 9:9), yang juga dikenal sebagai Lewi. Ia adalah salah satu dari dua belas rasul Yesus. Sebagai pemungut cukai, Matius kemungkinan besar terpelajar, terlatih dalam menulis, dan terbiasa mencatat secara sistematis. Ia memiliki latar belakang Yahudi namun terbuka terhadap pengaruh Romawi, sehingga dapat menjembatani kedua budaya dalam tulisannya.

 

2. Tahun Penulisan

 

Kebanyakan sarjana konservatif memperkirakan Injil Matius ditulis antara tahun 60–70 M, sebelum kehancuran Bait Allah di Yerusalem (tahun 70 M), karena tidak disebutkan secara eksplisit. Namun, beberapa pandangan liberal menempatkan penulisan setelah tahun 70 M. Ditulis dalam konteks awal gereja yang sedang bertumbuh namun menghadapi penolakan dari kalangan Yahudi.

 

3. Keadaan Ekonomi, Sosial, Politik, dan Agama

 

Ekonomi: Rakyat Yahudi umumnya hidup dalam kondisi ekonomi sulit karena penjajahan Romawi. Pajak tinggi diberlakukan oleh pemerintah Romawi dan para pemungut cukai sering dianggap kolaborator yang menindas.

 

Sosial: Masyarakat terpecah secara sosial: antara orang Yahudi yang taat hukum Taurat, kelompok Farisi, Saduki, Esseni, Zelot, dan kelompok marginal seperti orang berdosa, pemungut cukai, wanita, dan orang bukan Yahudi. Ada ketegangan antara orang Yahudi dan orang Samaria, serta diskriminasi terhadap orang bukan Yahudi (bangsa-bangsa lain).

 

Politik: Palestina berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Romawi. Raja Herodes dan para penguasa lokal (seperti Pilatus) bertindak sebagai perpanjangan tangan Roma. Ada banyak ketegangan antara keinginan orang Yahudi akan kebebasan (Mesias politik) dan kekuasaan Roma.

 

Agama: Agama Yahudi sangat dipengaruhi oleh hukum Taurat, dengan dominasi para Farisi dan Saduki dalam kehidupan keagamaan. Harapan akan datangnya Mesias sangat kuat, namun disalahpahami sebagai sosok pembebas politik, bukan juru selamat rohani. Sistem Bait Allah sangat sentral, dan banyak praktik keagamaan telah menjadi ritual kosong.

 

4. Tujuan Penulisan

 

Injil Matius memiliki beberapa tujuan utama:

 

a.               Menyatakan bahwa Yesus adalah Mesias yang Dijanjikan. Matius menekankan bahwa kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus adalah penggenapan nubuat dalam Perjanjian Lama. Frasa “hal itu terjadi supaya genaplah...” muncul berulang kali (lihat Matius 1:22; 2:15; 2:17; dst).

b.               Meyakinkan orang Yahudi bahwa Yesus adalah Raja dan Anak Daud. Silsilah dalam pasal 1 dimulai dari Abraham dan Daud, menunjukkan kesinambungan kerajaan Israel menuju Mesias. Tema “Kerajaan Sorga” menjadi sangat menonjol.

c.               Mengajar jemaat awal tentang hidup sebagai murid Kristus. Lewat ajaran-ajaran seperti Khotbah di Bukit (pasal 5–7), Matius menekankan etika Kerajaan Sorga dan kehidupan rohani yang sejati. Injil ini menjadi semacam buku pengajaran (katekese) bagi komunitas Kristen awal.

d.               Menunjukkan bahwa Injil juga untuk semua bangsa. Meski fokusnya Yahudi, Matius juga menyatakan bahwa Injil ini untuk segala bangsa (lih. Matius 28:19–20 – Amanat Agung). Orang-orang non-Yahudi seperti perempuan kafir (dalam silsilah) dan perwira Romawi disorot sebagai contoh iman.

 

 

Struktur Matius 28:1–10.

 

I. Kunjungan Ke Kubur dan Keajaiban Ilahi (ay. 1–4)

 

28:1 Setelah hari Sabat lewat, menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama minggu itu, pergilah Maria Magdalena dan Maria yang lain, menengok kubur itu.

28:2 Maka terjadilah gempa bumi yang hebat sebab seorang malaikat Tuhan turun dari langit dan datang ke batu itu dan menggulingkannya lalu duduk di atasnya.

28:3 Wajahnya bagaikan kilat dan pakaiannya putih bagaikan salju.

28:4 Dan penjaga-penjaga itu gentar ketakutan dan menjadi seperti orang-orang mati.

 

II. Pengumuman Kebangkitan Oleh Malaikat (ay. 5–7)

 

28:5 Akan tetapi malaikat itu berkata kepada perempuan-perempuan itu: "Janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu.

28:6 Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring.

28:7 Dan segeralah pergi dan katakanlah kepada murid-murid-Nya bahwa Ia telah bangkit dari antara orang mati. Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia. Sesungguhnya aku telah mengatakannya kepadamu."

 

III. Respon Para Perempuan Ketika Mendengar Kabar Kebangkitan Yesus (ay. 8)

 

28:8 Mereka segera pergi dari kubur itu, dengan takut dan dengan sukacita yang besar dan berlari cepat-cepat untuk memberitahukannya kepada murid-murid Yesus.

 

IV. Perjumpaan Pribadi Dengan Yesus Yang Bangkit (ay. 9)

 

28:9 Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: "Salam bagimu." Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya.

 

V. Pesan Yesus Kepada Perempuan-Perempuan Itu (ay. 10)

 

28:10 Maka kata Yesus kepada mereka: "Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku."

 

 

Khotbah Ekspository – Matius 28:1–10

 

Tema: Kemenangan Kristus Memberi Harapan Baru

 

Pendahuluan:

 

Kematian sering dipandang sebagai akhir dari segala sesuatu. Namun, melalui kebangkitan Yesus Kristus, kita belajar bahwa di dalam Allah, akhir bukanlah kehancuran melainkan permulaan hidup yang baru. Mazmur 30:5 mengingatkan, "sepanjang malam ada tangisan, menjelang pagi terdengar sorak-sorai." Demikian pula, melalui Matius 28:1–10, kita diperlihatkan bagaimana kemenangan Kristus mengubah kesedihan menjadi sukacita dan membawa harapan baru kepada umat-Nya.

 

Poin 1: Kuasa Allah Mengguncang Dunia (ayat 1–4)

 

Pada pagi pertama setelah Sabat, Maria Magdalena dan Maria yang lain pergi ke kubur Yesus. Apa yang mereka temui bukanlah suasana tenang, melainkan kegemparan yang besar. Terjadi gempa bumi yang dahsyat, sebuah tanda intervensi langsung dari Allah. Seorang malaikat Tuhan turun dari langit, menggulingkan batu besar dari pintu kubur, lalu duduk di atasnya. Ini adalah gambaran bagaimana Allah sendiri membuka jalan bagi kemenangan Kristus atas kematian.

 

Wajah malaikat itu bagaikan kilat dan pakaiannya putih seperti salju, memperlihatkan kemuliaan surgawi yang tidak dapat ditandingi oleh kekuatan dunia. Para penjaga yang ditempatkan untuk mengamankan kubur menjadi gemetar ketakutan dan seolah-olah mati. Mereka yang seharusnya menjaga kematian justru tidak berdaya di hadapan kuasa hidup yang lebih besar. Peristiwa ini menggambarkan bahwa tidak ada kuasa manusia, bahkan tidak ada kekuatan duniawi, yang dapat menahan rencana keselamatan Allah.

 

Peristiwa ini mengingatkan kita pada Habakuk 3:6, "Ia berdiri, maka bumi bergoyang; Ia melihat, maka bangsa-bangsa gemetar." Kuasa Allah yang mengguncang bumi di pagi itu adalah tanda bahwa kemenangan Yesus adalah karya ilahi, bukan ciptaan manusia. Dunia diguncang bukan oleh kekuatan politik atau militer, tetapi oleh kuasa kebangkitan yang berasal dari Allah sendiri.

 

Poin 2: Kebangkitan Kristus Adalah Janji yang Digenapi (ayat 5–7)

 

Malaikat yang muncul itu menenangkan para perempuan yang ketakutan dengan kata-kata penuh penghiburan: "Jangan takut." Lalu ia menyampaikan kabar besar: Yesus yang disalibkan itu tidak ada di kubur karena Ia telah bangkit. Berita ini bukanlah sesuatu yang baru atau mengejutkan bagi mereka yang mendengarkan ajaran Yesus, sebab Ia sendiri telah berulang kali menubuatkan kebangkitan-Nya (lihat Matius 16:21).

 

Dalam perintah malaikat untuk melihat kubur yang kosong dan menyampaikan berita itu kepada murid-murid, kita melihat penggenapan janji ilahi. Kebangkitan Yesus adalah bukti bahwa semua perkataan-Nya adalah benar dan dapat dipercaya. 2 Korintus 1:20 berkata, "Sebab Kristus adalah 'ya' bagi semua janji Allah," menunjukkan bahwa dalam Kristus, seluruh rencana keselamatan Allah mencapai puncaknya.

 

Kebangkitan Yesus bukan hanya membuktikan kuasa-Nya atas maut, tetapi juga menguatkan iman kita bahwa janji-janji Allah tidak pernah gagal. Apa yang telah dijanjikan Allah dari zaman dahulu tergenapi dalam Kristus. Kubur kosong itu bukan hanya tanda kemenangan, tetapi juga meterai kesetiaan Allah atas segala firman-Nya.

 

Poin 3: Respon yang Benar: Takut dan Sukacita (ayat 8)

 

Setelah menerima kabar dari malaikat, para perempuan itu segera meninggalkan kubur dengan takut dan sukacita yang besar. Ketakutan mereka bukanlah rasa takut yang menghancurkan, melainkan rasa hormat dan kekaguman terhadap kuasa ilahi yang baru saja mereka saksikan. Mereka menyadari bahwa mereka sedang berhadapan dengan sesuatu yang sepenuhnya di luar jangkauan pengalaman manusia biasa.

 

Sukacita yang besar meliputi hati mereka, sebab berita tentang kebangkitan Yesus adalah berita tentang kehidupan dan pengharapan yang baru. Kematian bukan lagi akhir, melainkan awal. Seperti yang dinyatakan dalam 1 Petrus 1:8, "kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan," demikian pula sukacita para perempuan ini meluap dalam ketaatan mereka untuk segera membawa berita itu kepada para murid.

 

Kombinasi rasa takut yang kudus dan sukacita besar ini memperlihatkan respons yang tepat ketika seseorang berjumpa dengan karya keselamatan Allah. Ini bukan ketakutan yang menjauhkan, melainkan yang membawa mereka semakin dekat kepada misi yang Tuhan percayakan, yakni menjadi saksi tentang kebangkitan Kristus yang hidup.

 

Poin 4: Perjumpaan Pribadi dengan Kristus yang Bangkit (ayat 9–10)

 

Dalam perjalanan mereka untuk memberitakan berita itu, tiba-tiba Yesus sendiri menjumpai mereka. Ia menyapa mereka dengan kata-kata sederhana namun penuh kasih: "Salam bagimu." Ini adalah perjumpaan pribadi yang mengukuhkan pengalaman iman mereka, bukan hanya berdasarkan kesaksian malaikat, tetapi sekarang dari Yesus yang bangkit itu sendiri. Sentuhan pribadi ini menjadi penguatan terbesar bagi iman mereka.

 

Para perempuan itu segera mendekati Yesus, memeluk kaki-Nya, dan menyembah-Nya. Penyembahan mereka menunjukkan bahwa mereka mengenali siapa Yesus sebenarnya: Tuhan yang hidup, Raja yang berkuasa atas maut. Ini sejalan dengan penyembahan yang digambarkan dalam Wahyu 5:12, "Anak Domba yang disembelih itu layak menerima kuasa, kekayaan, hikmat, kekuatan, hormat, kemuliaan, dan puji-pujian." Dalam penyembahan mereka, kita melihat pengakuan bahwa Yesus adalah pusat segala hormat dan kemuliaan.

 

Yesus lalu menguatkan mereka lagi dengan kata-kata, "Jangan takut," dan memberikan mereka tugas untuk pergi dan menyampaikan kabar itu kepada para saudara-Nya. Dalam pertemuan pribadi dengan Kristus yang bangkit ini, para perempuan menerima misi ilahi — bukan hanya untuk mengetahui kabar itu, tetapi untuk menjadi pembawa kabar kepada orang lain. Dengan demikian, perjumpaan pribadi dengan Kristus selalu melahirkan penyembahan dan pengutusan.

 

Penutup:

 

Matius 28:1–10 mengajarkan kita bahwa kemenangan Kristus atas kematian bukan hanya peristiwa historis, melainkan fondasi dari harapan kekal kita. Seperti disaksikan dalam Mazmur 16:11, "di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa," maka orang percaya pun dapat hidup dalam sukacita dan keyakinan penuh. Kemenangan Kristus telah menjadi kemenangan kita.

Senin, 28 April 2025

Menyusun Khotbah Ekspository (Contoh 1).

 Nats 1 Korintus 15:1-11

 

Kebangkitan Kristus

 

15:1 Dan sekarang, saudara-saudara, aku mau mengingatkan kamu kepada Injil yang aku beritakan kepadamu dan yang kamu terima, dan yang di dalamnya kamu teguh berdiri.

15:2 Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu -- kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya.

15:3 Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci,

15:4 bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci;

15:5 bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya.

15:6 Sesudah itu Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus; kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang, tetapi beberapa di antaranya telah meninggal.

15:7 Selanjutnya Ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul.

15:8 Dan yang paling akhir dari semuanya Ia menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya.

15:9 Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, bahkan tidak layak disebut rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah.

15:10 Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.

15:11 Sebab itu, baik aku, maupun mereka, demikianlah kami mengajar dan demikianlah kamu menjadi percaya.

 

 

Gambaran Umum

 

1. Penulis

 

Penulis kitab 1 Korintus adalah Rasul Paulus. Ia menyusun surat ini kepada jemaat di kota Korintus, yang telah ia dirikan dalam perjalanan misi keduanya (Kisah Para Rasul 18). Paulus memiliki hubungan yang sangat dekat dengan jemaat ini, tetapi juga banyak tantangan karena jemaat ini menghadapi banyak masalah internal.

 

2. Tahun Penulisan

 

Surat 1 Korintus diperkirakan ditulis sekitar tahun 55 Masehi, saat Paulus berada di Efesus. Ini berarti surat ini ditulis kurang lebih 20 tahun setelah kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Ini penting karena konteks historisnya masih cukup dekat dengan peristiwa-peristiwa Injil.

 

3. Kondisi Sosial dan Politik

 

Korintus adalah kota besar dan kosmopolitan di wilayah Yunani, berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Romawi. Kota ini terkenal sebagai pusat perdagangan, budaya, dan juga penuh dengan kehidupan moral yang buruk serta pengaruh penyembahan berhala. Secara sosial, ada percampuran antara orang Yahudi dan bukan Yahudi, serta berbagai kelas ekonomi.

 

Secara politik, Kekaisaran Romawi saat itu memberikan kebebasan relatif bagi berbagai agama, termasuk Kekristenan awal. Namun, tekanan budaya dan ancaman perpecahan di antara jemaat menjadi tantangan nyata. Banyak jemaat Korintus yang mulai terpengaruh oleh pemikiran Yunani yang meragukan kebangkitan tubuh secara fisik.

 

4. Tujuan Penulisan 1 Korintus 15:1-11

 

Tujuan bagian ini adalah untuk menegaskan kembali inti Injil, yaitu kematian dan kebangkitan Yesus Kristus sebagai dasar iman Kristen. Paulus ingin meluruskan keraguan sebagian jemaat tentang kebangkitan, dengan memberikan kesaksian historis dan pribadi bahwa Yesus benar-benar bangkit.

 

Dalam ayat-ayat ini, Paulus menekankan:

1.         Injil yang ia sampaikan adalah Injil yang menyelamatkan (ayat 1-2).

2.         Kristus mati karena dosa, dikuburkan, dan bangkit pada hari ketiga sesuai Kitab Suci (ayat 3-4).

3.         Kebangkitan Kristus disaksikan oleh banyak orang termasuk para rasul dan lebih dari 500 saudara (ayat 5-7).

4.         Paulus sendiri juga adalah saksi terakhir yang melihat Yesus yang bangkit, meskipun ia merasa tidak layak karena dulunya adalah penganiaya gereja (ayat 8-9).

5.         Semua yang ia lakukan adalah karena kasih karunia Allah (ayat 10-11).

 

 

Struktur  

 

Struktur 1 Korintus 15:1-11 bisa dibagi menjadi beberapa bagian yang membentuk alur pemikiran Paulus secara logis dan teologis. Berikut strukturnya:

 

I. Penegasan Kembali Injil yang Menyelamatkan (ayat 1-2)

 

15:1 Dan sekarang, saudara-saudara, aku mau mengingatkan kamu kepada Injil yang aku beritakan kepadamu dan yang kamu terima, dan yang di dalamnya kamu teguh berdiri.

15:2 Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu -- kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya.

 

II. Isi Pokok Injil: Kematian dan Kebangkitan Kristus (ayat 3-4)

 

15:3 Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci,

15:4 bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci;

 

III. Kesaksian Para Saksi Kebangkitan (ayat 5-7)

 

15:5 bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya.

15:6 Sesudah itu Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus; kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang, tetapi beberapa di antaranya telah meninggal.

15:7 Selanjutnya Ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul.

 

IV. Kesaksian Paulus Sendiri (ayat 8-10)

 

15:8 Dan yang paling akhir dari semuanya Ia menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya.

15:9 Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, bahkan tidak layak disebut rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah.

15:10 Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.

 

V. Kesimpulan: Satu Injil, Satu Kesaksian (ayat 11)

 

15:11 Sebab itu, baik aku, maupun mereka, demikianlah kami mengajar dan demikianlah kamu menjadi percaya.

 

  

Khotbah Ekspository 1 Korintus 15:1-11

 

Tema "Injil yang Menyelamatkan dan Mengubah Hidup"

 

Pendahuluan:

 

Surat 1 Korintus ditulis oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, sebuah jemaat yang penuh dengan berbagai tantangan: perpecahan, penyimpangan moral, kebingungan rohani, dan pertanyaan tentang iman Kristen yang sejati. Salah satu isu penting yang Paulus tangani dalam surat ini adalah tentang kebangkitan orang mati. Dalam 1 Korintus 15, Paulus menegaskan fondasi iman Kristen: kebangkitan Kristus. Tanpa kebangkitan, pemberitaan Injil menjadi sia-sia, dan iman menjadi kosong. Seperti yang Paulus tegaskan di 1 Korintus 15:17, "Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu."

 

Dalam bagian 1 Korintus 15:1–11, kita melihat dengan jelas bahwa Injil yang diberitakan bukan hanya berita tentang masa lalu, melainkan dasar hidup dan harapan setiap orang percaya. Paulus membawa kita kembali kepada inti iman Kristen, memperlihatkan kekuatan Injil yang tidak hanya menyelamatkan, tetapi juga mengubah hidup. Mari kita merenungkan bagian ini melalui empat pokok pikiran utama.

 

Poin 1: Injil Adalah Dasar Keselamatan (ayat 1–2)

 

Paulus membuka pasal ini dengan sebuah pengingat: Injil yang diberitakan bukan hanya sesuatu yang telah didengar jemaat, tetapi sesuatu yang harus mereka pegang teguh. Ia menulis, "Aku mengingatkan kamu kepada Injil yang aku beritakan kepadamu dan yang kamu terima dan di dalamnya kamu berdiri." Injil bukan sekadar informasi, melainkan fondasi tempat seorang percaya menegakkan hidupnya. Tanpa Injil, kehidupan rohani tidak memiliki dasar yang kokoh.

 

Keselamatan tidak terjadi karena usaha manusia, melainkan karena berpegang pada Injil Kristus. Paulus menekankan bahwa keselamatan terjadi "jika kamu tetap berpegang pada firman itu" (ayat 2). Ini menunjukkan bahwa iman yang sejati bukan hanya tentang keputusan masa lalu, tetapi juga tentang ketekunan dalam iman sepanjang hidup. Seperti yang ditegaskan dalam Kolose 1:23, kita harus "tetap bertekun dan tidak beranjak dari pengharapan Injil."

 

Dalam zaman ketika banyak ajaran palsu dan kebingungan rohani beredar, penting bagi gereja untuk kembali mengingat bahwa keselamatan bukan berdasarkan perubahan suasana hati atau pengalaman emosional semata, melainkan berakar pada kebenaran Injil yang tidak berubah. Injil adalah berita yang menyelamatkan dan tetap menjadi dasar keselamatan hingga akhir.

 

Poin 2: Isi Pokok Injil: Kristus Mati dan Bangkit (ayat 3–4)

 

Paulus kemudian menjelaskan inti dari Injil yang ia beritakan. Ia menyampaikan, "yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu," yakni bahwa Kristus mati karena dosa-dosa kita, dikuburkan, dan bangkit pada hari ketiga, semuanya sesuai dengan Kitab Suci. Ini adalah berita yang Paulus sendiri terima, dan kini ia teruskan tanpa perubahan sedikit pun. Inti Injil adalah tentang karya Allah di dalam Kristus, bukan tentang usaha manusia.

 

Kematian Kristus "karena dosa-dosa kita" menunjukkan bahwa salib bukan kecelakaan sejarah, melainkan rencana keselamatan Allah yang telah dinubuatkan sejak Perjanjian Lama (Yesaya 53:5–6). Kebangkitan-Nya pada hari ketiga menggenapi nubuatan yang sama dan menegaskan bahwa kematian bukanlah akhir dari karya keselamatan itu. Roma 4:25 menyatakan, "yang diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan untuk pembenaran kita."

 

Dengan menekankan bahwa semua ini terjadi "sesuai dengan Kitab Suci," Paulus mengingatkan bahwa Injil memiliki dasar ilahi yang tidak berubah. Ini bukan kisah baru atau interpretasi manusia, melainkan pemenuhan rencana kekal Allah yang sudah dinyatakan jauh sebelumnya. Injil adalah janji Allah yang digenapi di dalam Kristus, dan karena itu kita dapat bersandar penuh kepada-Nya.

 

Poin 3: Kesaksian tentang Kebangkitan Kristus (ayat 5–7)

 

Paulus tidak hanya menyatakan bahwa Kristus bangkit, tetapi ia juga memperlihatkan bukti kebangkitan itu dengan menyebutkan para saksi yang melihat Yesus secara langsung. Ia menyebut Kefas (Petrus), kemudian kedua belas murid, lebih dari 500 saudara sekaligus, Yakobus, dan semua rasul. Kesaksian banyak orang ini menggarisbawahi bahwa kebangkitan Kristus bukan sekadar pengalaman pribadi atau ilusi, tetapi fakta sejarah yang kuat.

 

Keberadaan banyak saksi mata membuat berita kebangkitan tidak bisa dengan mudah disangkal. Sebagaimana dalam Ulangan 19:15 disebutkan, "Atas keterangan dua atau tiga orang saksi perkara itu harus tetap berlaku," maka apalagi dengan ratusan saksi yang konsisten dalam kesaksian mereka. Para saksi ini bukan orang asing, melainkan pribadi-pribadi yang dikenal oleh jemaat, yang dapat diverifikasi langsung.

 

Melalui kesaksian ini, kita melihat bahwa iman Kristen tidak berdiri di atas harapan kosong, melainkan di atas fondasi fakta yang kokoh. Kebangkitan Kristus menjadi bukti nyata bahwa kematian telah dikalahkan. Seperti yang ditegaskan dalam 1 Petrus 1:3, kita telah "dilahirkan kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati kepada suatu hidup yang penuh pengharapan." Karena itu, iman kita teguh, bukan karena sugesti, tetapi karena kebenaran ilahi yang terbukti.

 

Poin 4: Anugerah Allah yang Mengubahkan Paulus (ayat 8–11)

 

Akhirnya, Paulus menyebut dirinya sebagai saksi terakhir yang melihat Kristus. Ia mengakui bahwa dirinya seperti "anak yang lahir sebelum waktunya," merujuk pada caranya dipanggil secara khusus oleh Kristus setelah kebangkitan. Paulus, yang sebelumnya adalah penganiaya gereja, kini menjadi rasul yang memberitakan Injil dengan penuh semangat. Semua ini, kata Paulus, semata-mata adalah anugerah Allah.

 

Ia berkata dalam ayat 10, "Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang." Kesaksian hidup Paulus adalah contoh nyata kuasa Injil yang tidak hanya menyelamatkan, tetapi juga mengubahkan kehidupan. Dari seorang musuh Kristus menjadi seorang pelayan Kristus, perubahan ini tidak mungkin terjadi tanpa anugerah Allah yang bekerja dalam dirinya.

 

Paulus menutup dengan menekankan bahwa baik dirinya maupun para rasul lainnya memberitakan Injil yang sama. "Demikianlah kami mengajar dan demikianlah kamu menjadi percaya." Injil bukan milik pribadi satu rasul, melainkan berita universal yang menyelamatkan semua orang yang percaya. Seperti dikatakan dalam Titus 2:11, "Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata." Anugerah itu bekerja di masa lalu, sekarang, dan sampai kekekalan.

 

Penutup:

 

Melalui 1 Korintus 15:1–11, kita diingatkan bahwa Injil adalah dasar keselamatan kita, berisi karya Kristus yang sempurna, diteguhkan oleh saksi yang nyata, dan penuh kuasa untuk mengubahkan hidup. Injil ini bukan berita biasa, melainkan kabar tentang kasih karunia Allah yang berkuasa untuk menyelamatkan dan memperbarui kita hari demi hari. Kiranya kita berpegang teguh kepada Injil ini sampai Tuhan memanggil kita pulang.