Oleh : Pdm. Dr. (C) Fredrik Dandel, ST, STh, MAg, MTh.
Pendahuluan:
Setiap pekerjaan Allah tidak pernah lepas dari tantangan. Bahkan saat umat Allah sedang melakukan kehendak-Nya, tidak jarang justru tekanan datang dari luar maupun dalam. Inilah yang dialami oleh Nehemia dan umat Israel ketika mereka membangun kembali tembok Yerusalem. Tugas mereka bukan hanya pekerjaan fisik, tetapi juga peperangan rohani. Nehemia 4 mengajarkan kepada kita bagaimana menghadapi intimidasi, celaan, ancaman, dan rasa lelah dalam melayani Tuhan.
Kitab Nehemia menunjukkan bahwa membangun kembali Yerusalem adalah lebih dari sekadar proyek rekonstruksi; itu adalah panggilan untuk memulihkan identitas umat Allah. Dalam pasal ini, kita melihat bahwa ketaatan kepada Tuhan seringkali mengundang pertentangan dari dunia. Namun Nehemia menunjukkan teladan bagaimana memimpin dengan doa, hikmat, dan ketegasan di tengah tekanan.
Melalui eksposisi ini, kita akan belajar tiga pelajaran penting dari Nehemia 4: 1. Jangan gentar oleh ejekan musuh. 2. Hadapi ancaman dengan doa dan tindakan iman. 3. Terus bekerja sambil berjaga-jaga.
I. Jangan Gentar oleh Ejekan Musuh (Nehemia 4:1–6)
Ketika Sanbalat mendengar bahwa tembok Yerusalem mulai dibangun kembali, ia menjadi sangat marah dan mencemooh orang Yahudi (ay. 1). Ejekannya di hadapan para pemimpin bangsa-bangsa lain dimaksudkan untuk merendahkan dan mematahkan semangat. Ia berkata, “Apakah mereka akan menyelesaikannya dalam sehari?” bahkan menyindir bahwa tembok mereka akan runtuh jika seekor rubah naik ke atasnya (ay. 3). Ini adalah bentuk intimidasi mental yang seringkali menjadi senjata musuh terhadap umat Allah.
Respons Nehemia sangat berbeda dari apa yang mungkin dilakukan manusia biasa. Ia tidak membalas dengan kemarahan atau berdebat, tetapi justru berdoa (ay. 4–5). Doanya menggambarkan kejujuran dan ketergantungan penuh kepada Allah. Ia menyerahkan ejekan itu kepada Tuhan dan percaya bahwa Tuhan akan membela umat-Nya. Nehemia memahami bahwa musuh mereka sesungguhnya bukan manusia, tetapi kuasa kegelapan yang ingin menghentikan pekerjaan Allah (bdk. Efesus 6:12).
Nehemia dan rakyat tidak membiarkan ejekan itu menghentikan mereka. “Kami terus membangun tembok itu... sebab bangsa itu bekerja dengan segenap hati” (ay. 6). Ini adalah contoh iman yang bekerja. Mereka tidak membiarkan kata-kata menyakitkan menghentikan mereka, tetapi mereka fokus pada tujuan dan memercayakan segala perlawanan kepada Allah. Seperti Rasul Paulus berkata dalam 1 Korintus 15:58, “Kerjakanlah pekerjaan Tuhan dengan tekun, sebab jerih payahmu tidak sia-sia di dalam Tuhan.”
II. Hadapi Ancaman dengan Doa dan Tindakan Iman (Nehemia 4:7–14)
Setelah ejekan gagal menggoyahkan semangat umat Allah, Sanbalat dan teman-temannya beralih pada ancaman kekerasan (ay. 7–8). Mereka bersekongkol untuk menyerang Yerusalem secara langsung agar pembangunan itu gagal. Ini menunjukkan bagaimana iblis akan meningkatkan tekanannya jika cara halus tidak berhasil. Kita belajar bahwa ketika kita melangkah lebih dalam dalam kehendak Tuhan, perlawanan bisa meningkat.
Namun Nehemia kembali menunjukkan kepemimpinan yang penuh hikmat. Ia menanggapi ancaman itu dengan dua tindakan: berdoa dan berjaga-jaga (ay. 9). Ia tidak hanya bersandar pada doa, tapi juga bertindak secara bijaksana. Ini mengajarkan kita pentingnya iman yang praktis—percaya kepada Tuhan, tetapi juga menggunakan akal sehat dan strategi. Seperti kata Tuhan Yesus dalam Matius 10:16, “Hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.”
Ketika umat mulai merasa lelah dan takut (ay. 10–12), Nehemia menyemangati mereka dengan mengingatkan bahwa Tuhan yang besar dan dahsyat akan berperang bagi mereka (ay. 14). Inilah inti dari keberanian sejati: bukan karena tidak ada ketakutan, tetapi karena kita percaya bahwa Allah menyertai kita. Seperti Daud berkata dalam Mazmur 27:1, “Tuhan adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapa aku harus takut?”
III. Terus Bekerja sambil Berjaga-jaga (Nehemia 4:15–23)
Setelah rencana musuh terungkap, umat Allah tidak menghentikan pekerjaan mereka. Mereka justru mengatur sistem pertahanan sambil terus membangun (ay. 15–18). Separuh dari orang-orang bekerja, dan separuh lainnya berjaga-jaga dengan senjata. Bahkan para tukang bangunan membawa senjata di pinggang mereka saat bekerja. Ini menggambarkan betapa seriusnya mereka dalam menjaga pekerjaan Tuhan.
Nehemia juga membuat sistem komunikasi yang efisien dan memusatkan koordinasi di satu tempat (ay. 19–20). Ia berkata bahwa bila mereka mendengar suara sangkakala, maka seluruh umat harus berkumpul karena Tuhan sendiri akan berperang bagi mereka. Ini mengajarkan kita pentingnya persatuan dan kesiapsiagaan dalam pekerjaan rohani. Kita tidak bisa berjalan sendiri; kita membutuhkan tubuh Kristus untuk saling menguatkan dan menjaga.
Akhir pasal ini menunjukkan dedikasi yang luar biasa (ay. 21–23). Mereka bekerja dari pagi hingga malam, dan bahkan tidak pulang untuk berganti pakaian. Ini bukan hanya menunjukkan semangat kerja keras, tapi juga komitmen penuh untuk pekerjaan Tuhan. Kita diingatkan akan kata-kata Tuhan Yesus dalam Yohanes 9:4, “Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja.”
Penutup:
Nehemia 4 mengajarkan bahwa ketika kita melakukan kehendak Tuhan, kita pasti akan menghadapi tantangan. Ejekan, ancaman, dan kelelahan tidak boleh menghentikan kita. Kita perlu berdoa, bertindak, dan berjaga-jaga, dengan iman kepada Allah yang menyertai dan membela kita.
Seperti Nehemia, marilah kita menjadi pemimpin dan umat yang tidak mudah goyah. Dalam pelayanan, dalam keluarga, dalam pekerjaan, bahkan ketika membangun kembali bagian hidup yang hancur—Tuhan memanggil kita untuk setia dan berani. Sebab Dia yang memanggil kita adalah setia, dan tidak ada pekerjaan dalam Tuhan yang sia-sia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar