Kamis, 31 Juli 2025

Tema Khotbah: “Tetap Teguh di Tengah Kemerosotan Zaman” Nats Utama: 2 Timotius 3:1–9

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, S.T, S.Th, M.Ag, M.Th

Pendahuluan

Saudara-saudara, kita hidup di masa yang makin sulit. Dunia kita dikuasai oleh kesombongan, keserakahan, kenajisan, dan kepalsuan. Namun, Alkitab tidak pernah diam terhadap zaman seperti ini. Rasul Paulus telah menubuatkan kondisi seperti ini jauh sebelum zaman kita, dan pesan ini relevan bagi gereja Tuhan hari ini. Dalam 2 Timotius 3:1–9, kita akan belajar bagaimana menyikapi zaman yang sukar, tetap teguh dalam iman, dan menjauh dari kejahatan yang menyusup dalam bentuk kesalehan palsu.

I. Masa Sukar Akan Datang (ayat 1)

“Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar.”

Paulus membuka bagian ini dengan peringatan: “Ketahuilah.” Ini bukan sesuatu yang bisa diabaikan. Ia ingin Timotius sadar dan berjaga-jaga. “Hari-hari terakhir” menunjuk pada masa sejak kedatangan Kristus pertama kali hingga kedatangan-Nya kembali, di mana kesukaran akan meningkat. Paulus tidak menggambarkan kesukaran ini secara politik atau ekonomi, tetapi secara moral dan rohani.

Kesukaran ini bukan hanya penderitaan dari luar, melainkan juga ancaman dari dalam gereja. Musuh terbesar bukan hanya penganiayaan, melainkan kemerosotan moral dan spiritual yang dibungkus dalam kesalehan. Ini yang membuat zaman itu sangat berbahaya. Jemaat dapat tertidur dan tidak sadar bahwa dirinya sedang diracuni oleh dosa.

Yesus sendiri menubuatkan hal serupa: “Karena bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin” (Matius 24:12). Gereja masa kini tidak boleh naif. Kita harus peka terhadap zaman yang jahat, tetapi bukan menjadi takut melainkan berjaga-jaga dan bersandar pada Firman.

II. Karakter Manusia di Akhir Zaman (ayat 2–5)

“Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang...”

“...mereka berbuat seolah-olah mereka beribadah, tetapi mereka memungkiri kekuatannya.”

Paulus memberikan daftar panjang 19 karakter dosa yang menggambarkan kondisi moral manusia yang rusak. Intinya adalah: manusia menjadi pusat hidupnya sendiri. Mereka mencintai diri sendiri, harta, kesenangan, bukan Allah. Bahkan keluarga dan hubungan sosial rusak oleh keegoisan ini. Mereka tidak tahu berterima kasih, tidak punya kasih, dan suka mengkhianati.

Yang paling mengerikan adalah di ayat 5: mereka “beribadah” secara lahiriah, tapi menolak kuasa Allah. Artinya, mereka tampak religius, aktif dalam kegiatan gereja, bahkan mungkin berkhotbah atau menyanyi, tetapi tidak pernah mengalami pertobatan sejati. Kekristenan menjadi topeng, bukan kehidupan.

Firman Tuhan menegaskan: “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga…” (Matius 7:21). Paulus memerintahkan: “Jauhilah mereka itu!” Artinya, kita harus tegas memisahkan diri dari pengaruh orang semacam ini. Gereja tidak boleh menjadi tempat kompromi terhadap dosa yang dibungkus rohani.

III. Modus Operandi Guru Palsu (ayat 6–7)

“Sebab di antara mereka terdapat orang-orang yang menyelundup ke rumah orang lain...”

Paulus mengungkap cara kerja para penyesat: mereka menyelinap secara licik dan menyasar orang-orang yang lemah secara rohani. Mereka memanfaatkan rasa bersalah dan ketidakstabilan untuk membentuk pengikut. Mereka bukan menggembalakan, tapi memperbudak dan mengeksploitasi. Inilah penggambaran klasik dari manipulasi rohani.

Lebih lanjut, mereka selalu belajar, tetapi tidak pernah mengenal kebenaran. Artinya, mereka bisa saja pintar, banyak pengetahuan Alkitab, bahkan mengajar, tapi hatinya tidak bertobat. Mereka menolak kebenaran sejati dan tidak mengalami kuasa Injil. Ini adalah kekristenan yang hanya di kepala, tidak sampai ke hati.

Yesus menegaskan: “Kamu menyelidiki Kitab Suci... tetapi kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup.” (Yohanes 5:39–40). Belajar tanpa pertobatan hanya menghasilkan kesombongan rohani. Kita harus berhati-hati terhadap siapa yang kita dengar dan ikuti.

IV. Kegagalan Akhir Para Penyesat (ayat 8–9)

“Seperti Yanes dan Yambres menentang Musa, demikian juga mereka menentang kebenaran...”

Paulus menutup bagian ini dengan contoh dari sejarah Yanes dan Yambres, para penyihir Mesir yang meniru mujizat Musa tetapi akhirnya dikalahkan. Demikian pula para guru palsu itu: mereka bisa menipu untuk sementara, tapi tidak bisa menipu selamanya. Kebenaran akan menang, dan kebodohan mereka akan terbongkar.

Orang-orang seperti ini memiliki pikiran yang bobrok dan iman yang gagal. Mereka tidak bisa berdiri di hadapan Allah, karena mereka tidak punya dasar yang benar. Paulus ingin Timotius (dan kita semua) tidak goyah saat melihat orang-orang semacam ini, karena kehancuran mereka pasti akan datang.

Mazmur 1:6 berkata, “Sebab TUHAN mengenal jalan orang benar, tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan.” Firman ini menjadi penghiburan kita. Ketika dunia tampak dikuasai oleh kejahatan yang berjubah agama, kita tahu bahwa Allah tetap memegang kendali, dan kebenaran-Nya tidak pernah gagal.

Penutup

Saudara, mari kita berjaga-jaga. Dunia akan terus berubah menjadi lebih jahat, tetapi Tuhan tetap sama. Jangan biarkan kesalehan palsu menjebak kita. Mari kita hidup dalam kebenaran yang sejati, bukan hanya bentuk ibadah luar, tetapi kuasa rohani yang mengubahkan hati.

Tinggallah dalam Firman, jauhilah orang yang menyimpang dari kebenaran, dan teruslah berpegang pada kasih karunia Tuhan. Sebab hanya mereka yang setia sampai akhir yang akan menerima mahkota kehidupan. (Wahyu 2:10)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar