Kamis, 31 Juli 2025

Melayani dengan Setia di Tengah Kerapuhan. Nats Utama: 2 Korintus 4:1–15

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, ST, STh, MAg, MTh

Pendahuluan

Saudara-saudara yang terkasih dalam Kristus,

hidup sebagai orang percaya, terlebih sebagai pelayan Tuhan, bukanlah perjalanan yang selalu mulus. Sering kali, kita merasa lelah, diragukan, ditolak, bahkan disalahpahami oleh orang-orang yang justru kita layani. Mungkin kita pernah bertanya dalam hati: “Apakah semua ini tidak sia-sia?” Atau bahkan lebih jauh, “Jika benar saya sedang mengerjakan kehendak Tuhan, mengapa penderitaan dan tekanan ini terus datang?”

Pertanyaan-pertanyaan semacam ini bukanlah hal baru. Rasul Paulus, hamba Tuhan yang luar biasa itu, juga menghadapi realita serupa. Ia ditolak, difitnah, disakiti, dan dianggap gagal karena tubuhnya lemah dan pelayanannya tidak gemerlap. Namun, justru dalam tekanan itulah, Paulus menyingkapkan rahasia kekuatan rohani yang sejati—bahwa pelayanan yang benar bukanlah soal kemegahan luar, melainkan kesetiaan dalam kelemahan, karena kuasa Allah nyata dalam bejana tanah liat.

Hari ini, melalui 2 Korintus 4:1–15, kita akan menyelami bagaimana Paulus melihat dirinya, pelayanannya, dan Allah yang bekerja dalam hidupnya. Kiranya Firman Tuhan ini menguatkan kita semua—baik kita yang sedang lelah dalam pelayanan, maupun yang sedang mempertanyakan makna penderitaan dalam hidup Kristen. Mari kita belajar melayani dengan setia di tengah kerapuhan, karena kita punya Allah yang tidak pernah meninggalkan bejana tanah liat-Nya.

I. Melayani dengan Ketulusan, Bukan Kepura-puraan (2 Korintus 4:1–2)

Paulus membuka bagian ini dengan menyatakan bahwa ia tidak tawar hati dalam pelayanannya karena ia menyadari bahwa pelayanannya adalah hasil belas kasihan Allah, bukan hasil kemampuannya sendiri. Ini menunjukkan bahwa pelayanan Kristen bukan soal prestasi pribadi, melainkan respons terhadap kasih karunia Allah. Paulus tahu bahwa tugas memberitakan Injil tidaklah ringan, tetapi karena ia diutus oleh Allah sendiri, ia tetap setia dalam panggilannya.

Ia menolak cara-cara yang tidak jujur dalam pelayanan, seperti manipulasi atau pengaburan kebenaran. Di tengah dunia yang penuh tipu daya, Paulus justru menekankan bahwa pelayan Tuhan harus berjalan dalam terang, memperlakukan Firman Tuhan dengan hormat, dan menyampaikan kebenaran secara terbuka di hadapan Allah. Ini adalah pesan penting bagi gereja masa kini, di mana sering kali kebenaran dikompromikan demi popularitas atau keuntungan pribadi.

Yesus sendiri berkata bahwa mereka yang menyembah Allah harus menyembah dalam roh dan kebenaran (Yohanes 4:24). Selain itu, Mazmur 15:2–3 menekankan bahwa orang yang layak tinggal dalam hadirat Tuhan adalah orang yang "berjalan dengan tulus, melakukan apa yang adil, dan berkata benar dari hatinya." Pelayanan yang sejati dimulai dari hati yang bersih dan integritas yang tidak tergoyahkan.

II. Injil adalah Terang di Tengah Dunia yang Buta Rohani (2 Korintus 4:3–6)

Paulus mengakui bahwa tidak semua orang menerima Injil. Bagi mereka yang hatinya tertutup dan pikirannya dibutakan oleh ilah zaman ini (yaitu Iblis), Injil tetap tersembunyi. Mereka tidak dapat melihat kemuliaan Kristus karena hidup mereka ada dalam kegelapan rohani. Ini menjelaskan mengapa banyak orang menolak berita Injil bukan karena kekurangannya, tetapi karena kondisi rohani mereka yang mati.

Namun, penolakan orang lain tidak membuat Paulus berhenti memberitakan Injil. Ia menyatakan bahwa yang diberitakannya bukanlah dirinya sendiri, melainkan Yesus Kristus sebagai Tuhan. Paulus adalah hamba yang rendah hati, yang hanya ingin agar Kristus dikenal dan ditinggikan. Sama seperti Allah berfirman “Jadilah terang” pada penciptaan, Allah juga dapat menciptakan terang di dalam hati manusia untuk mengenal kemuliaan Kristus.

Yohanes 1:5 berkata, “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.” Ini sejalan dengan Yesaya 60:1, “Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu.” Injil adalah satu-satunya harapan bagi dunia yang gelap, dan setiap kita yang percaya dipanggil untuk membawa terang itu ke mana pun Tuhan utus.

III. Harta dalam Bejana Tanah Liat: Kuasa Allah dalam Kelemahan Manusia (2 Korintus 4:7–12)

Paulus menggambarkan dirinya dan para pelayan Injil sebagai bejana tanah liat yang rapuh. Gambaran ini menunjukkan betapa lemahnya manusia secara fisik dan emosional. Namun dalam kelemahan itu, Allah menaruh "harta", yaitu Injil dan kuasa-Nya yang besar. Dengan cara ini, kemuliaan pelayanan tidak tertuju kepada manusia, tetapi kepada Allah yang bekerja di dalam dan melalui kelemahan kita.

Pengalaman Paulus penuh dengan penderitaan: tertekan dari segala arah, bingung, dianiaya, dan dijatuhkan. Namun, ia menegaskan bahwa ia tidak hancur. Dalam setiap penderitaan, ia mengalami pemeliharaan Allah yang membuatnya tetap berdiri. Ia menyadari bahwa penderitaan bukanlah kegagalan, melainkan sarana di mana kuasa kebangkitan Kristus nyata dalam dirinya. Bahkan, melalui penderitaan itu, hidup Kristus dapat dialirkan kepada orang lain.

Petrus berkata dalam 1 Petrus 1:6–7 bahwa berbagai pencobaan menguji iman kita, dan iman yang tahan uji itu akan menghasilkan pujian, kemuliaan, dan kehormatan pada saat Yesus Kristus menyatakan diri-Nya. Yesus sendiri menyatakan dalam Yohanes 12:24 bahwa "jika biji gandum tidak jatuh ke tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah." Pelayanan yang sejati sering kali berbuah melalui pengorbanan dan penderitaan.

IV. Iman dan Harapan yang Membawa Syukur dan Kemuliaan bagi Allah (2 Korintus 4:13–15)

Paulus menyatakan bahwa karena ia memiliki "roh iman" yang sama seperti pemazmur (Mazmur 116:10), maka ia percaya dan oleh karena itu ia berbicara. Iman yang sejati tidak membuat seseorang diam, tetapi mendorong seseorang untuk bersaksi. Meskipun Paulus dianiaya dan menderita, ia tetap memiliki keyakinan kuat bahwa apa yang ia lakukan tidak sia-sia karena ia mempercayai kuasa Allah.

Imannya didasarkan pada keyakinan bahwa Allah yang telah membangkitkan Yesus akan membangkitkan dia juga bersama jemaat. Pandangannya tertuju pada kebangkitan, bukan sekadar pada penderitaan sekarang. Inilah kekuatan pelayanan Paulus: pengharapan akan kehidupan kekal. Kesulitan dunia ini hanya sementara, tetapi kemuliaan yang kekal akan datang dari Allah bagi setiap orang yang setia.

Roma 8:18 menyatakan, “Penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” Dan Filipi 1:29 mengatakan bahwa kepada kita bukan saja dikaruniakan untuk percaya kepada Kristus, tetapi juga untuk menderita bagi Dia. Melalui penderitaan yang dijalani dengan iman, semakin banyak orang menerima Injil dan menaikkan syukur kepada Allah. Maka nama Tuhan dipermuliakan dan Kerajaan-Nya diperluas.

Penutup

Saudara-saudara, pelayanan Kristen bukanlah jalan yang mudah, tetapi adalah jalan yang penuh makna. Kita melayani bukan karena kita kuat, melainkan karena kuasa Allah bekerja melalui kelemahan kita. Injil tetap harus diberitakan meskipun banyak yang menolak, karena terang Allah sanggup menerobos kegelapan. Kita adalah bejana tanah liat, tetapi di dalam kita ada harta yang kekal.

Tetaplah setia. Jangan tawar hati. Jangan fokus pada penderitaan, tetapi arahkan pandangan kepada kebangkitan dan kemuliaan Allah. Pelayanan yang lahir dari kasih karunia, dijalani dengan iman, dan dibentuk oleh penderitaan akan menghasilkan buah kekal dan membawa kemuliaan bagi Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar