Selasa, 17 Juni 2025

Kepastian Tempat Tinggal Kita di Rumah Bapa. Yohanes 14:1–14

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, S.T, S.Th, M.Ag, M.Th.

Pendahuluan: Saat Hati Gelisah

Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan, malam ini kita datang dengan hati yang campur aduk. Ada kesedihan karena kehilangan orang yang kita kasihi, oma yang selama ini hadir dalam hidup keluarga dengan doa, senyuman, dan kasihnya. Tapi di sisi lain, ada penghiburan yang datang dari firman Tuhan, penghiburan yang bukan buatan manusia, tapi berasal dari Yesus sendiri.

Dalam Yohanes 14, kita melihat bagaimana Yesus berbicara kepada murid-murid-Nya beberapa saat sebelum Ia disalibkan. Mereka ketakutan, cemas, dan tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Dalam suasana gelap itu, Yesus justru menguatkan mereka: "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku." (ayat 1). Kata-kata ini juga ditujukan untuk kita hari ini.

Kita boleh menangis, karena Yesus pun menangis saat sahabat-Nya Lazarus wafat (Yohanes 11:35). Tapi di tengah air mata, Yesus menawarkan damai. Ia berkata: “Jangan gelisah. Percaya saja.” Ini bukan sekadar kata-kata penghiburan, tapi fondasi bagi iman kita. Karena ketika kita percaya kepada Yesus, kita tidak berjalan sendiri di tengah duka.

I. Tuhan Mengerti Hati yang Gelisah (Yoh. 14:1)

Yesus tahu persis bagaimana rasanya ditinggalkan. Ia tahu murid-murid-Nya akan panik ketika Ia tidak lagi bersama mereka secara fisik. Maka Dia tidak menyuruh mereka “kuat saja” atau “jangan menangis.” Sebaliknya, Ia memberi dasar bagi kedamaian: percaya kepada-Nya.

Terkadang saat kehilangan, kita merasa bingung: “Mengapa Tuhan izinkan ini terjadi? Kenapa harus oma?” Kita mungkin tidak menemukan semua jawabannya sekarang. Tapi Yesus tidak menjanjikan semua jawaban langsung, Dia menjanjikan penyertaan dan penghiburan. Dan itu cukup.

Mazmur 46:2 berkata, “Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti.” Di saat seperti inilah kita bisa mengalami janji itu secara pribadi. Hati kita boleh gelisah, tapi firman-Nya berkata: di dalam Kristus, ada penghiburan yang sejati.

II. Surga Itu Nyata dan Sudah Disediakan (Yoh. 14:2–3)

Yesus melanjutkan dengan berkata bahwa di rumah Bapa-Nya ada banyak tempat tinggal. Ia menegaskan bahwa Dia pergi untuk menyediakan tempat bagi kita. Ini bukan kata-kata kiasan, tapi janji yang nyata: surga itu sungguh ada, dan tempat itu telah dipersiapkan bagi mereka yang percaya kepada-Nya.

Bagi oma yang telah menjalani hidup dalam iman kepada Yesus, janji ini sudah digenapi. Ia kini tidak lagi terbatas oleh tubuh yang melemah. Ia telah dipanggil pulang ke rumah yang kekal. Mungkin kita tidak bisa lagi mendengar suaranya di dunia ini, tapi kita percaya, berdasarkan janji Yesus, bahwa oma kini ada di hadirat Tuhan yang mulia.

2 Korintus 5:1 berkata, “Jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga...” Dunia ini sementara, tapi surga kekal. Dan berita baiknya adalah: ada tempat di rumah Bapa, dan oma sudah di sana.

III. Yesus Adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup (Yoh. 14:4–7)

Ketika Tomas bertanya, “Kami tidak tahu ke mana Engkau pergi, bagaimana kami tahu jalan ke situ?”, Yesus menjawab dengan sangat tegas: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (ayat 6). Ini adalah pernyataan yang sangat penting bagi setiap orang yang ingin tahu tentang hidup sesudah kematian.

Yesus tidak hanya menunjukkan jalan, Dia adalah Jalan itu. Ia satu-satunya yang sanggup membawa manusia berdosa kembali kepada Bapa. Bukan karena kita baik, bukan karena amal atau upaya kita sendiri, tapi karena kasih karunia-Nya. Ini yang menjadi dasar pengharapan kita malam ini.

Kisah Para Rasul 4:12 berkata, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia...” Jika oma mengenal Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, maka ia telah melalui Jalan itu. Dan kita semua juga diundang untuk mengenal dan mengikuti Dia, agar kita pun bertemu kembali kelak di rumah Bapa.

IV. Doa dalam Nama Yesus Menjadi Sumber Kekuatan (Yoh. 14:8–14)

Yesus tahu bahwa para murid akan merasa kehilangan. Karena itu, Ia menegaskan bahwa walau secara fisik Ia tidak bersama mereka, namun kuasa-Nya tetap tersedia melalui doa. Ia berkata, “Apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya...” (ayat 13). Janji ini berlaku juga untuk kita hari ini.

Di tengah duka, kita bisa datang kepada Tuhan dengan hati yang remuk. Kita bisa berdoa dalam nama Yesus, dan Dia akan memberi penghiburan, kekuatan, dan damai sejahtera yang melampaui akal. Doa bukan hanya kata-kata ke langit, doa adalah jalan berjumpa dengan Tuhan.

Mazmur 34:19 berkata, “TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.” Dalam kehilangan, doa menjadi napas kehidupan rohani kita. Mari kita terus berdoa, saling menguatkan, dan percaya bahwa Tuhan mendengar.

Penutup: Hidup Kekal dan Pengharapan Kita

Malam ini kita kehilangan, tapi kita juga bersyukur. Kehilangan karena oma telah pergi, tapi bersyukur karena kita tahu ke mana ia pergi. Ia telah kembali ke rumah Bapa, rumah yang tidak dibuat oleh tangan manusia.

1 Tesalonika 4:14 berkata, “Karena jika kita percaya bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan bersama-sama dengan Dia.” Ini adalah harapan yang menguatkan kita semua. Perpisahan ini bukan akhir.

Saudara-saudara, mari kita hidup dengan iman yang sama seperti oma. Jangan hanya mengenang, tapi juga meneladani. Supaya kelak, ketika waktu kita tiba, kita pun disambut di rumah Bapa, tempat yang telah disediakan oleh Kristus sendiri.

Doa Penutup

Tuhan Yesus, terima kasih atas penghiburan dari Firman-Mu. Engkau tahu hati kami yang berduka. Kuatkan kami, dan berikan damai di tengah kehilangan. Terima kasih karena oma kini bersama-Mu di rumah Bapa. Biarlah pengharapan akan surga menjadi kekuatan kami hari demi hari. Di dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.

Minggu, 15 Juni 2025

Bangkit Membangun Kembali : Kedaulatan Allah dan Ketaatan Umat (Ezra 1:1-11)

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, ST, STh, M.Ag, M.Th.

Pendahuluan

Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan, kita hidup di zaman di mana banyak orang merasa terikat oleh kegagalan masa lalu dan sulit memulai kembali. Namun Allah dalam firman-Nya menunjukkan bahwa Dia adalah Allah pemulih. Ezra pasal 1 membuka lembaran baru dalam sejarah umat Allah, setelah 70 tahun dalam pembuangan, Allah membuka jalan untuk pemulihan. Kitab ini menandai dimulainya kembalinya umat Israel ke Yerusalem dan pembangunan kembali Bait Suci. Inilah gambaran pemulihan rohani yang sejati.

Kitab Ezra ditulis oleh Ezra, seorang imam dan ahli Taurat, sekitar tahun 450–430 SM. Ia mencatat bagaimana Tuhan membangkitkan Raja Koresh, penguasa Persia, untuk menggenapi nubuat Yeremia. Sekalipun Israel berada di bawah kekuasaan bangsa asing, Allah tetap memegang kendali. Perintah Koresh bukan hanya tindakan politik, melainkan bagian dari rancangan Tuhan yang besar. Di tengah kekacauan politik dunia, Allah tetap setia pada janji-Nya.

Apa relevansi Ezra 1 bagi kita hari ini? Ini bukan sekadar catatan sejarah, tetapi juga seruan bagi kita untuk bangkit dan merespons panggilan Tuhan. Tuhan memanggil kita untuk membangun kembali kehidupan rohani yang telah rusak baik pribadi, keluarga, maupun gereja. Mari kita pelajari tiga kebenaran utama dari Ezra pasal 1.

1. Allah Berdaulat atas Sejarah dan Penguasa Dunia (Ezra 1:1–4)

Pada ayat pertama, kita membaca bahwa Tuhan menggerakkan hati Koresh, raja Persia, agar mengeluarkan perintah membangun kembali Bait Allah. Ini adalah penggenapan dari nubuat Yeremia (Yeremia 25:11–12; 29:10). Kedaulatan Allah tampak jelas di sini: bahkan seorang raja kafir dipakai-Nya untuk menggenapi rencana-Nya. Koresh mungkin tidak mengenal Tuhan sepenuhnya, tetapi hatinya tunduk kepada kehendak Allah. Ini mengajarkan kita bahwa Allah berkuasa atas bangsa-bangsa dan pemimpin-pemimpin besar.

Koresh mengakui dalam dekritnya bahwa Tuhan, Allah semesta langit, telah memberikan kerajaan kepadanya dan menugaskannya untuk membangun rumah bagi Tuhan di Yerusalem (Ezra 1:2). Koresh bukan hanya memberi izin, tapi juga mendorong umat untuk bertindak. Dalam hal ini, kita melihat bagaimana Allah tidak dibatasi oleh kebebalan umat-Nya; Ia bekerja bahkan melalui orang yang awalnya tidak mengenal Allah Israel. Hal ini memberi pengharapan besar bagi gereja dan bangsa bahwa tidak ada keadaan politik atau sosial yang dapat menghalangi rencana Allah. Allah dapat memakai siapa saja untuk memenuhi kehendak dan rencana-Nya.

Sebagai umat Tuhan saat ini, kita tidak perlu takut terhadap kekuatan dunia. Sebaliknya, kita percaya bahwa Allah tetap memegang kendali atas sejarah. Apakah kita percaya bahwa di tengah perubahan zaman, Allah masih mengatur dan memanggil kita untuk terlibat dalam rencana pemulihan-Nya?

2. Tuhan Membangkitkan Umat yang Mau Taat (Ezra 1:5–6)

Respon terhadap perintah Koresh datang dari orang-orang yang hatinya digerakkan oleh Tuhan (ay. 5). Mereka adalah para kepala kaum keluarga Yehuda dan Benyamin, serta para imam dan orang Lewi. Ini bukan tindakan impulsif, tetapi buah dari gerakan Allah di hati umat-Nya. Mereka bukan hanya sekadar kembali ke tanah air, tetapi merespons panggilan untuk membangun kembali hubungan dengan Tuhan melalui rumah ibadah.

Orang-orang yang tidak ikut kembali pun turut serta dalam pekerjaan Tuhan. Mereka memberikan emas, perak, barang-barang rumah tangga, dan persembahan sukarela (ay. 6). Dalam hal ini, seluruh komunitas ikut mendukung pemulihan walaupun tidak semua secara fisik terlibat. Kita belajar bahwa pemulihan rohani adalah tugas bersama, ada yang pergi membangun, ada yang tinggal dan memberi dukungan. Semua punya bagian.

Di zaman ini, Tuhan masih menggerakkan hati orang-orang untuk terlibat dalam pekerjaan-Nya. Pertanyaannya, apakah hati kita masih peka terhadap panggilan Tuhan? Ataukah kita terlalu sibuk dengan urusan sendiri hingga kehilangan kepekaan rohani? Mari berdoa agar hati kita digerakkan seperti mereka, untuk berani melangkah taat.

3. Pemulihan Ibadah dan Kekudusan Harus Dimulai dari Rumah Tuhan (Ezra 1:7–11)

Bagian akhir Ezra 1 mencatat bagaimana Koresh mengembalikan peralatan Bait Suci yang dahulu dirampas oleh Nebukadnezar (ay. 7–8). Ini adalah lambang pemulihan ibadah. Allah tidak hanya memanggil umat-Nya untuk kembali secara fisik, tetapi juga untuk memulihkan kehidupan rohani yang rusak. Peralatan itu, bejana-bejana emas, perak, dan lainnya melambangkan kesucian dan kemuliaan Allah. Ibadah yang sejati tidak boleh diabaikan.

Sesbazar, pemimpin pertama yang disebut sebagai "penghulu Yehuda", diberi tanggung jawab membawa barang-barang itu kembali ke Yerusalem (ay. 8, 11). Ini menandakan bahwa pemulihan tidak boleh dilakukan sembarangan. Ada tatanan, tanggung jawab, dan kesungguhan yang harus menyertai setiap langkah. Tuhan memanggil pemimpin-pemimpin yang setia untuk menjaga kekudusan-Nya.

Saat ini, kita mungkin sedang membangun Bait Allah dari batu, itu penting, tetapi lebih penting bagi kita adalah membangun bait Allah yang hidup, tubuh kita sebagai tempat Roh Kudus berdiam (1 Korintus 6:19–20). Maka, panggilan untuk memulihkan ibadah berarti memulihkan kehidupan rohani pribadi dan komunitas. Sudahkah kita sungguh-sungguh menjaga kesucian hidup, ataukah kita membiarkan rumah Tuhan dalam diri kita menjadi rusak? Pemulihan harus dimulai dari dalam.

Penutup

Ezra pasal 1 bukan sekadar awal dari sejarah pemulangan bangsa Israel, tapi juga gambaran tentang bagaimana Allah bekerja untuk memulihkan umat-Nya. Tuhan yang berdaulat, Tuhan yang menggerakkan hati, dan Tuhan yang memulihkan ibadah, semua itu masih berlaku hari ini. Apa yang Tuhan lakukan di masa Ezra, Dia juga ingin lakukan dalam hidup kita hari ini.

Bangsa Israel pulang dari pembuangan, tetapi lebih dari itu, mereka dipanggil untuk kembali kepada Tuhan. Hari ini, Tuhan juga memanggil kita untuk kembali kepada-Nya. Entah kita telah jauh karena dosa, kelelahan, atau kekeringan rohani, Dia memanggil kita pulang. Maukah kita taat dan bangkit membangun kembali hidup rohani kita?

Mari kita menjawab panggilan Tuhan dengan iman dan ketaatan. Mari kita izinkan Tuhan menggerakkan hati kita, seperti Dia menggerakkan Koresh dan umat-Nya. Karena saat Tuhan bertindak, yang dibutuhkan hanyalah umat yang mau merespons dan membangun kembali rumah Tuhan, baik secara pribadi maupun bersama-sama sebagai tubuh Kristus.

Jumat, 30 Mei 2025

Pentingnya Roh Kudus Bagi Orang Percaya. Yohanes 14:15-31.

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, S.T, S.Th, M.Ag, M.Th.

Pendahuluan:

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan,

Dalam kehidupan ini, kita semua pasti pernah mengalami perpisahan, entah karena jarak, perbedaan, atau kematian. Perpisahan seringkali menghadirkan rasa takut, cemas, bahkan hampa. Murid-murid Yesus pun menghadapi momen semacam itu. Mereka mendengar bahwa Sang Guru, yang selama ini berjalan bersama mereka, akan segera pergi. Mereka takut dan bingung. Tetapi Yesus, sebagai Gembala yang baik, tidak membiarkan mereka larut dalam kekhawatiran.

Dalam Yohanes 14, kita mendapati sebuah penghiburan yang agung. Yesus memberikan janji luar biasa bahwa meskipun Ia akan pergi secara fisik, Dia akan tetap hadir secara rohani melalui pribadi ketiga dari Allah Tritunggal, yaitu Roh Kudus. Roh Kudus bukan hanya pengganti Yesus, melainkan kehadiran Allah sendiri di tengah-tengah dan dalam diri umat-Nya. Janji ini bukan hanya untuk para murid di abad pertama, tetapi juga untuk kita semua yang percaya kepada-Nya hari ini.

Melalui bagian ini, kita akan belajar bahwa kehadiran Roh Kudus sangat penting bagi setiap orang percaya. Tanpa Dia, kita seperti anak yatim secara rohani berjalan sendiri dan kehilangan arah. Tapi dengan Dia, kita diperlengkapi, dikuatkan, dan dituntun untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Mari kita membuka hati untuk memahami lebih dalam siapa Roh Kudus itu dan apa peran-Nya dalam hidup kita sebagai pengikut Kristus.

I. Roh Kudus Diberikan kepada Orang yang Mengasihi dan Menaati Kristus (ayat 15–17)

“Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku. Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.” (Yoh. 14:15-16).

Yesus memulai dengan sebuah pernyataan yang sangat dalam: kasih kepada-Nya dinyatakan lewat ketaatan. Ini bukan kasih yang sekadar di bibir, melainkan yang nyata dalam hidup sehari-hari. Dan kepada orang yang demikian, Yesus menjanjikan seorang Penolong yang lain, yaitu Roh Kudus.

Kata “Penolong” (Yunani: Paraklētos) berarti seorang yang mendampingi, membela, menghibur, dan menolong. Roh Kudus bukan sekadar kekuatan, tetapi pribadi ilahi yang menyertai kita selama-lamanya.

Yesus menekankan bahwa dunia tidak dapat menerima Roh Kudus karena mereka tidak mengenal Dia. Tapi kita, sebagai orang percaya, bukan hanya mengenal-Nya, melainkan juga ditinggali oleh-Nya (bdk. 1 Korintus 6:19).

Roh Kudus bukan hanya penolong dari luar, tetapi kehadiran Tuhan yang tinggal di dalam hati orang percaya.

II. Roh Kudus Membawa Kehadiran Kristus dalam Hidup Kita (ayat 18–21)

“Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu.” (Yoh. 14:18)

Yesus tahu bahwa pra murid akan merasa kehilangan. Ia tahu betapa sulitnya menghadapi dunia tanpa pemimpin. Tapi Dia meyakinkan mereka: "Aku datang kembali kepadamu." Ini bukan hanya menunjuk pada kebangkitan, tapi lebih dalam menunjuk pada kehadiran-Nya melalui Roh Kudus.

Roh Kudus adalah wujud nyata bahwa Yesus tidak meninggalkan kita sendirian. Di dalam Dia, kita tidak seperti anak yatim secara rohani. Kita tidak kehilangan arah. Kita tahu bahwa kita milik Yesus, dan Yesus hidup di dalam kita (Galatia 2:20).

Ayat 21 menegaskan bahwa siapa yang mengasihi dan menuruti perintah-Nya akan menerima pernyataan diri dari Yesus. Roh Kuduslah yang membuat kita mengalami kehadiran Kristus secara pribadi, bukan sekadar secara intelektual, tetapi secara nyata dan rohani.

III. Roh Kudus Mengajarkan dan Mengingatkan Firman Tuhan (ayat 25–26)

“Tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.” (Yoh. 14:26).

Roh Kudus berpera penting dalam pemahaman kebenaran firman Tuhan. Ia adalah pengajar ilahi yang membawa kita masuk dalam kedalaman pengenalan akan Kristus. Ketika kita membaca Alkitab, bukan hanya pikiran kita yang bekerja, tetapi Roh Kudus yang menerangi hati dan pikiran kita (1 Korintus 2:10–12).

Bahkan saat kita lupa atau bingung, Roh Kudus mengingatkan kembali perkataan Kristus. Dalam pelayanan, penghiburan, atau keputusan hidup, Roh Kudus sering membawa kembali firman Tuhan yang dulu pernah kita dengar atau baca. Inilah pekerjaan-Nya yang terus aktif.

Itulah sebabnya penting bagi kita untuk membuka diri kepada pimpinan-Nya dan menyediakan ruang bagi firman Tuhan dalam hati kita (Mazmur 119:11). Karena Roh Kudus memakai firman yang tertanam dalam hati untuk mengajar dan menuntun kita.

IV. Roh Kudus Memberikan Damai Sejahtera dan Menuntun kepada Ketaatan (ayat 27–31)

“Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu… Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” (Yoh. 14:27)

Dunia menawarkan damai yang bersifat sementara dan semu, tapi Yesus memberi damai yang melampaui pengertian (Filipi 4:7). Damai ini datang karena kehadiran Roh Kudus, Penolong yang selalu ada bersama kita.

Roh Kudus menguatkan hati kita saat menghadapi penderitaan, ketidakpastian, dan tekanan hidup. Saat kita merasa gentar, Dia mengingatkan janji-janji Tuhan. Dia bukan hanya membawa ketenangan, tetapi memberi keberanian untuk taat dan tetap setia, seperti teladan Yesus dalam ayat 31 yang berkata: “Supaya dunia tahu, bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Ku.”

Jadi, Roh Kudus membawa damai dan sekaligus menuntun kita kepada ketaatan sejati, bukan karena terpaksa, tetapi karena kasih kepada Tuhan.

Penutup :

Saudara yang terkasih,

Kita telah melihat bahwa Roh Kudus bukanlah konsep yang jauh dan abstrak. Ia adalah pribadi Allah yang tinggal di dalam kita, yang diberikan kepada mereka yang mengasihi dan menaati Kristus. Ia membawa kehadiran Yesus dalam hidup kita, mengajar dan mengingatkan kita akan firman-Nya, serta mencurahkan damai sejahtera surgawi yang tidak bisa diberikan oleh dunia. Tanpa Roh Kudus, kita akan mudah tersesat, lemah, dan goyah dalam iman kita.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk hidup dalam keintiman dengan Roh Kudus setiap hari. Dia bukan hanya untuk hari Minggu atau saat kita berdoa saja, tetapi Dia adalah Penolong yang setia setiap saat. Marilah kita membuka hati, mendengarkan suara-Nya, dan taat pada pimpinan-Nya. Jangan menolak-Nya, jangan padamkan pekerjaan-Nya, sebab hanya dalam penyertaan-Nya kita bisa bertahan dan bertumbuh dalam iman.

Akhirnya, marilah saat ini kita belajar untuk menginstopeksi diri kita : Apakah Roh Kudus sungguh hadir dan memimpin hidup kita? Apakah kita memberi-Nya tempat untuk bekerja dalam hati dan pikiran kita? Jika belum, mari kita berdoa agar Tuhan memperbarui hati kita. Jika sudah, marilah kita terus hidup dalam persekutuan dengan-Nya. Sebab hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus adalah hidup yang penuh damai, pengertian akan kebenaran, dan kekuatan untuk setia kepada Kristus sampai akhir.

Yesus Naik ke Sorga, Gereja Diutus. Kisah Para Rasul 1:6-11

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, S.T, S.Th, M.Ag, M.Th.

Pendahuluan:

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, hari ini kita memperingati satu peristiwa penting dalam sejarah iman kita, kenaikan Tuhan Yesus ke surga. Momen ini sering dianggap sebagai “penutup” dari pelayanan Yesus di bumi, tetapi sesungguhnya, ini adalah awal dari karya besar Allah melalui gereja-Nya. Kenaikan bukan titik akhir, melainkan titik tolak.

Bayangkan perasaan para murid waktu itu. Mereka baru saja menyaksikan Yesus bangkit dari kematian. Harapan mereka kembali menyala. Lalu tiba-tiba, Yesus naik ke langit. Apakah ini akhir? Apakah mereka ditinggalkan? Tidak. Sebaliknya, kenaikan Kristus adalah deklarasi surgawi bahwa pekerjaan penebusan telah selesai, dan kini giliran gereja untuk melanjutkan misi-Nya di dunia.

Melalui Kisah Para Rasul 1:6–11, Tuhan mengajarkan kepada kita bahwa tugas kita bukan hanya menunggu, tetapi melangkah. Bukan hanya mengagumi kemuliaan Kristus, tapi menjadi saksi-Nya. Hari ini, mari kita renungkan bagaimana kenaikan Kristus memanggil kita untuk hidup dalam kuasa, ketaatan, dan pengharapan. Mari kita gali bersama pesan besar ini dalam empat bagian utama.

I. Kesalahpahaman tentang Kerajaan Allah (Ayat 6)

“Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?”

Murid-murid Yesus bertanya tentang pemulihan kerajaan Israel, karena mereka masih terjebak dalam pemikiran Mesias sebagai pemimpin politik. Dalam konteks sejarah mereka, harapan akan pemulihan Israel dari penjajahan Romawi sangat kuat. Namun, harapan ini terlalu sempit. Mereka membayangkan kerajaan fisik, bukan kerajaan rohani yang menjangkau seluruh bangsa. Ini menunjukkan bahwa bahkan setelah kebangkitan-Nya, para murid masih memerlukan pengertian baru tentang maksud Allah.

Yesus tidak menegur pertanyaan mereka secara langsung, tetapi Ia mengalihkannya. Ini menunjukkan bahwa Tuhan sabar menghadapi keterbatasan pemahaman kita, tetapi Ia juga tidak akan membiarkan kita tinggal dalam pengertian yang salah. Sebab, Kerajaan Allah tidak dibangun oleh kekuatan militer atau strategi politik, tetapi melalui pertobatan dan penyebaran Injil. Seperti tertulis dalam Lukas 17:21, “Kerajaan Allah ada di antara kamu.”

Aplikasi bagi kita jelas: banyak orang Kristen hari ini pun lebih tertarik pada kemenangan duniawi daripada ketaatan rohani. Kita ingin Tuhan mengubah situasi kita, tapi sering mengabaikan panggilan untuk mengubah hati. Seperti murid-murid, kita perlu dibawa kembali kepada fokus utama Tuhan bahwa kerajaan-Nya datang ketika Injil diberitakan, bukan ketika ambisi kita terpenuhi.

II. Amanat Agung dan Kuasa dari Roh Kudus (Ayat 7–8)

“Kamu akan menerima kuasa kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku...”

Yesus menjawab bahwa waktu dan masa adalah urusan Bapa, itu di luar tanggung jawab kita (ayat 7). Fokus murid seharusnya bukan pada spekulasi profetik, melainkan pada ketaatan misi. Banyak orang hari ini sibuk menebak “akhir zaman,” padahal panggilan Yesus bukan untuk menebak waktu, tetapi untuk menjadi saksi. Yesus mengalihkan fokus murid dari waktu ke tanggung jawab.

Ayat 8 menjadi inti dari seluruh kitab Kisah Para Rasul. Di sinilah kita menemukan pola penyebaran Injil: Yerusalem, Yudea, Samaria, dan sampai ke ujung bumi. Ini bukan sekadar urutan geografis, tetapi mencerminkan panggilan global gereja. Perintah ini sejalan dengan Matius 28:19–20, yaitu “pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku.” Namun, Yesus juga tahu bahwa tugas ini terlalu besar jika hanya dilakukan dengan kekuatan manusia. Karena itu, Dia menjanjikan kuasa Roh Kudus.

Kuasa Roh bukan hanya untuk membuat kita merasa kuat, tapi agar kita mampu bersaksi. Banyak gereja rindu melihat mujizat, tapi lupa bahwa tujuan kuasa adalah untuk misi. 2 Timotius 1:7 mengatakan bahwa Allah memberikan Roh “bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.” Tanpa kuasa Roh, kita hanya menjadi institusi agama. Tapi dengan Roh, kita menjadi saksi yang hidup.

III. Kenaikan Yesus: Kristus yang Ditinggikan (Ayat 9)

“...terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka.”

Peristiwa kenaikan Yesus bukan sekadar simbolik, tetapi nyata dan historis. Para murid menyaksikan secara langsung saat Yesus terangkat dan awan menutup-Nya. Dalam Alkitab, awan seringkali menjadi lambang kemuliaan Allah (Shekinah), seperti dalam Keluaran 13:21 atau Daniel 7:13. Ini menegaskan bahwa Yesus naik bukan sebagai penghilang yang kabur, tetapi sebagai Raja yang masuk ke dalam kemuliaan surgawi.

Kenaikan Yesus juga menegaskan posisi-Nya yang sekarang. Ia tidak lagi berjalan di antara kita secara fisik, tetapi Ia memerintah dari surga. Dalam Ibrani 1:3, dikatakan bahwa “Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar di tempat yang tinggi.” Ini berarti Kristus bukan hanya Juruselamat, tetapi juga Raja atas gereja dan dunia. Dari tempat-Nya di surga, Ia mengutus Roh Kudus dan memimpin gereja.

Bagi kita, kenaikan Yesus adalah sumber penghiburan dan kekuatan. Kita tidak mengikuti pemimpin yang sudah mati, tetapi Raja yang hidup dan bertahta. Ia tidak meninggalkan kita sendirian. Justru dengan naik-Nya, Ia memampukan kita untuk menjadi tubuh-Nya di bumi. Seperti tertulis dalam Efesus 1:20–23, Yesus adalah kepala atas segala sesuatu bagi jemaat-Nya.

IV. Janji Kedatangan Kembali dan Misi Gereja (Ayat 10–11)

“Yesus ini, yang terangkat ke surga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke surga.”

Para murid masih berdiri menatap langit. Tapi malaikat datang dan berkata, “Mengapa kamu berdiri melihat ke langit?” Ini adalah teguran lembut tapi tegas: jangan hanya menatap, bergeraklah! Penantian akan Kristus bukan alasan untuk pasif. Janji bahwa Yesus akan kembali bukan untuk kita hitung waktunya, tapi untuk kita jalani misi-Nya dengan setia.

Yesus akan datang kembali, itu pasti. Wahyu 1:7 berkata, “Lihatlah, Ia datang dengan awan-awan dan setiap mata akan melihat Dia.” Tapi sementara itu, kita hidup dalam masa “tengah” antara kenaikan dan kedatangan. Di masa inilah gereja harus hidup dengan iman, melayani dengan kasih, dan bersaksi dengan kuasa. Kita dipanggil bukan hanya untuk menanti, tapi untuk bekerja.

Tugas gereja di zaman ini bukan menonton langit, melainkan menjangkau dunia. Kita adalah umat yang menanti sambil bekerja. 1 Korintus 15:58 mengingatkan kita: “Karena itu, tetaplah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan.” Jangan hanya menjadi penonton sejarah, jadilah pelaku rencana Allah. Jangan hanya menanti langit terbuka, bawalah Injil ke dunia yang gelap.

Penutup:

Saudara-saudari, dari Kisah Para Rasul 1:6–11 kita belajar bahwa kenaikan Yesus bukanlah akhir dari karya-Nya, melainkan permulaan dari misi kita sebagai gereja-Nya. Yesus tidak naik ke surga untuk menjauh dari kita, tetapi untuk memimpin kita dari surga dengan kuasa-Nya melalui Roh Kudus. Ia memanggil kita bukan hanya untuk menantikan kedatangan-Nya kembali, tetapi untuk mengisi waktu penantian itu dengan kesaksian, pelayanan, dan ketaatan.

Hari ini kita diingatkan agar tidak menjadi orang-orang yang hanya berdiri memandang langit, melainkan menjadi murid-murid yang melangkah turun ke dunia, membawa kabar baik kepada semua orang. Kristus sudah memberikan kuasa-Nya, pesan-Nya, dan janji-Nya—sekarang Dia menantikan ketaatan kita.

Maka mari kita bertanya dengan jujur: Apakah saya hanya seorang pengagum Kristus yang pasif, atau saya sudah menjadi saksi Kristus yang aktif? Hari ini, saat kita memperingati kenaikan-Nya, mari kita perbarui komitmen kita. Yesus telah naik, dan kini Dia mengutus kita. Bersediakah engkau menjawab panggilan-Nya?

Rabu, 14 Mei 2025

KETIKA HATI ENGGAN MENDENGAR

Oleh : Fredrik Dandel

Ia menyebut diri sebagai jiwa yang setia,
Lidahnya fasih menyebut nama Ilahi,
Namun tiap kali cahaya mulai menyapa,
Langkahnya justru menjauh dengan diam-diam.
 
Pekerjaan Tuhan mengetuk lembut di dada,
Namun ia sibuk menata alibi dunia,
"Aku Tidak Lagi," katanya dalam bisu yang nyata,
Padahal kesempatan itu pilihan mereka.
 
Lalu, saat kebenaran tak lagi mengundang,
Ia merasa tersolimi, merasa terbuang,
Bukan karena tak mengerti arah terang,
Tapi karena ia memilih jalan yang berliku... dan kosong.
 
Dan di ujung sepi, ia bertanya lirih,
"Kenapa aku yang harus terluka dan tersisih ?"
Padahal luka dan derita itu bukan pemberian Ilahi,
Tapi cermin dari hati yang tahu, tapi tak mau mengerti.

Selasa, 06 Mei 2025

BAYANG DI BALIK JUBAH

FD-Ondong, 24042025

 

Berbalut jubah, berseru nama Ilahi,

Langkahnya teduh, tutur pun berseri,

Namun di balik bening rupa dan janji,

Terselip niat yang tak sepenuhnya suci.

 

Ia berjalan sambil menatap sekitar,

Mencari celah di tiap saudara,

Bukan untuk membimbing yang tersasar,

Namun menyulam kisah tuk dunia mendengarnya.

 

Katanya sayang, katanya peduli,

Tapi aib pun dijadikan cerita,

Lembut bahasanya, halus senyumnya,

Tapi menusuk di saat yang tak disangka.

 

Wahai jiwa yang meniti jalan kebenaran,

Pernahkah engkau bercermin diam-diam?

Di balik nasihat yang tampak bijaksana,

Ada bayang dirimu yang tak kalah kelam.

 

Tuhan tak hanya dengar lantunan lisan,

Namun menakar jernihnya niat dan perbuatan,

Sebelum engkau membersihkan cela di luar,

Tidakkah hendak kau lap debu di dalam?

Selasa, 29 April 2025

Menyusun Khotbah Ekspository (Contoh 2)

 

Nats Matius 28:1–10.

 

Kebangkitan Yesus

 

28:1 Setelah hari Sabat lewat, menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama minggu itu, pergilah Maria Magdalena dan Maria yang lain, menengok kubur itu.

28:2 Maka terjadilah gempa bumi yang hebat sebab seorang malaikat Tuhan turun dari langit dan datang ke batu itu dan menggulingkannya lalu duduk di atasnya.

28:3 Wajahnya bagaikan kilat dan pakaiannya putih bagaikan salju.

28:4 Dan penjaga-penjaga itu gentar ketakutan dan menjadi seperti orang-orang mati.

28:5 Akan tetapi malaikat itu berkata kepada perempuan-perempuan itu: "Janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu.

28:6 Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring.

28:7 Dan segeralah pergi dan katakanlah kepada murid-murid-Nya bahwa Ia telah bangkit dari antara orang mati. Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia. Sesungguhnya aku telah mengatakannya kepadamu."

28:8 Mereka segera pergi dari kubur itu, dengan takut dan dengan sukacita yang besar dan berlari cepat-cepat untuk memberitahukannya kepada murid-murid Yesus.

28:9 Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: "Salam bagimu." Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya.

28:10 Maka kata Yesus kepada mereka: "Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku."

 

Gambaran Umum Kitab Matius

 

1. Penulis

 

Tradisi gereja mula-mula secara konsisten menyatakan bahwa penulis Injil ini adalah Matius, seorang mantan pemungut cukai (Matius 9:9), yang juga dikenal sebagai Lewi. Ia adalah salah satu dari dua belas rasul Yesus. Sebagai pemungut cukai, Matius kemungkinan besar terpelajar, terlatih dalam menulis, dan terbiasa mencatat secara sistematis. Ia memiliki latar belakang Yahudi namun terbuka terhadap pengaruh Romawi, sehingga dapat menjembatani kedua budaya dalam tulisannya.

 

2. Tahun Penulisan

 

Kebanyakan sarjana konservatif memperkirakan Injil Matius ditulis antara tahun 60–70 M, sebelum kehancuran Bait Allah di Yerusalem (tahun 70 M), karena tidak disebutkan secara eksplisit. Namun, beberapa pandangan liberal menempatkan penulisan setelah tahun 70 M. Ditulis dalam konteks awal gereja yang sedang bertumbuh namun menghadapi penolakan dari kalangan Yahudi.

 

3. Keadaan Ekonomi, Sosial, Politik, dan Agama

 

Ekonomi: Rakyat Yahudi umumnya hidup dalam kondisi ekonomi sulit karena penjajahan Romawi. Pajak tinggi diberlakukan oleh pemerintah Romawi dan para pemungut cukai sering dianggap kolaborator yang menindas.

 

Sosial: Masyarakat terpecah secara sosial: antara orang Yahudi yang taat hukum Taurat, kelompok Farisi, Saduki, Esseni, Zelot, dan kelompok marginal seperti orang berdosa, pemungut cukai, wanita, dan orang bukan Yahudi. Ada ketegangan antara orang Yahudi dan orang Samaria, serta diskriminasi terhadap orang bukan Yahudi (bangsa-bangsa lain).

 

Politik: Palestina berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Romawi. Raja Herodes dan para penguasa lokal (seperti Pilatus) bertindak sebagai perpanjangan tangan Roma. Ada banyak ketegangan antara keinginan orang Yahudi akan kebebasan (Mesias politik) dan kekuasaan Roma.

 

Agama: Agama Yahudi sangat dipengaruhi oleh hukum Taurat, dengan dominasi para Farisi dan Saduki dalam kehidupan keagamaan. Harapan akan datangnya Mesias sangat kuat, namun disalahpahami sebagai sosok pembebas politik, bukan juru selamat rohani. Sistem Bait Allah sangat sentral, dan banyak praktik keagamaan telah menjadi ritual kosong.

 

4. Tujuan Penulisan

 

Injil Matius memiliki beberapa tujuan utama:

 

a.               Menyatakan bahwa Yesus adalah Mesias yang Dijanjikan. Matius menekankan bahwa kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus adalah penggenapan nubuat dalam Perjanjian Lama. Frasa “hal itu terjadi supaya genaplah...” muncul berulang kali (lihat Matius 1:22; 2:15; 2:17; dst).

b.               Meyakinkan orang Yahudi bahwa Yesus adalah Raja dan Anak Daud. Silsilah dalam pasal 1 dimulai dari Abraham dan Daud, menunjukkan kesinambungan kerajaan Israel menuju Mesias. Tema “Kerajaan Sorga” menjadi sangat menonjol.

c.               Mengajar jemaat awal tentang hidup sebagai murid Kristus. Lewat ajaran-ajaran seperti Khotbah di Bukit (pasal 5–7), Matius menekankan etika Kerajaan Sorga dan kehidupan rohani yang sejati. Injil ini menjadi semacam buku pengajaran (katekese) bagi komunitas Kristen awal.

d.               Menunjukkan bahwa Injil juga untuk semua bangsa. Meski fokusnya Yahudi, Matius juga menyatakan bahwa Injil ini untuk segala bangsa (lih. Matius 28:19–20 – Amanat Agung). Orang-orang non-Yahudi seperti perempuan kafir (dalam silsilah) dan perwira Romawi disorot sebagai contoh iman.

 

 

Struktur Matius 28:1–10.

 

I. Kunjungan Ke Kubur dan Keajaiban Ilahi (ay. 1–4)

 

28:1 Setelah hari Sabat lewat, menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama minggu itu, pergilah Maria Magdalena dan Maria yang lain, menengok kubur itu.

28:2 Maka terjadilah gempa bumi yang hebat sebab seorang malaikat Tuhan turun dari langit dan datang ke batu itu dan menggulingkannya lalu duduk di atasnya.

28:3 Wajahnya bagaikan kilat dan pakaiannya putih bagaikan salju.

28:4 Dan penjaga-penjaga itu gentar ketakutan dan menjadi seperti orang-orang mati.

 

II. Pengumuman Kebangkitan Oleh Malaikat (ay. 5–7)

 

28:5 Akan tetapi malaikat itu berkata kepada perempuan-perempuan itu: "Janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu.

28:6 Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring.

28:7 Dan segeralah pergi dan katakanlah kepada murid-murid-Nya bahwa Ia telah bangkit dari antara orang mati. Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia. Sesungguhnya aku telah mengatakannya kepadamu."

 

III. Respon Para Perempuan Ketika Mendengar Kabar Kebangkitan Yesus (ay. 8)

 

28:8 Mereka segera pergi dari kubur itu, dengan takut dan dengan sukacita yang besar dan berlari cepat-cepat untuk memberitahukannya kepada murid-murid Yesus.

 

IV. Perjumpaan Pribadi Dengan Yesus Yang Bangkit (ay. 9)

 

28:9 Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: "Salam bagimu." Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya.

 

V. Pesan Yesus Kepada Perempuan-Perempuan Itu (ay. 10)

 

28:10 Maka kata Yesus kepada mereka: "Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku."

 

 

Khotbah Ekspository – Matius 28:1–10

 

Tema: Kemenangan Kristus Memberi Harapan Baru

 

Pendahuluan:

 

Kematian sering dipandang sebagai akhir dari segala sesuatu. Namun, melalui kebangkitan Yesus Kristus, kita belajar bahwa di dalam Allah, akhir bukanlah kehancuran melainkan permulaan hidup yang baru. Mazmur 30:5 mengingatkan, "sepanjang malam ada tangisan, menjelang pagi terdengar sorak-sorai." Demikian pula, melalui Matius 28:1–10, kita diperlihatkan bagaimana kemenangan Kristus mengubah kesedihan menjadi sukacita dan membawa harapan baru kepada umat-Nya.

 

Poin 1: Kuasa Allah Mengguncang Dunia (ayat 1–4)

 

Pada pagi pertama setelah Sabat, Maria Magdalena dan Maria yang lain pergi ke kubur Yesus. Apa yang mereka temui bukanlah suasana tenang, melainkan kegemparan yang besar. Terjadi gempa bumi yang dahsyat, sebuah tanda intervensi langsung dari Allah. Seorang malaikat Tuhan turun dari langit, menggulingkan batu besar dari pintu kubur, lalu duduk di atasnya. Ini adalah gambaran bagaimana Allah sendiri membuka jalan bagi kemenangan Kristus atas kematian.

 

Wajah malaikat itu bagaikan kilat dan pakaiannya putih seperti salju, memperlihatkan kemuliaan surgawi yang tidak dapat ditandingi oleh kekuatan dunia. Para penjaga yang ditempatkan untuk mengamankan kubur menjadi gemetar ketakutan dan seolah-olah mati. Mereka yang seharusnya menjaga kematian justru tidak berdaya di hadapan kuasa hidup yang lebih besar. Peristiwa ini menggambarkan bahwa tidak ada kuasa manusia, bahkan tidak ada kekuatan duniawi, yang dapat menahan rencana keselamatan Allah.

 

Peristiwa ini mengingatkan kita pada Habakuk 3:6, "Ia berdiri, maka bumi bergoyang; Ia melihat, maka bangsa-bangsa gemetar." Kuasa Allah yang mengguncang bumi di pagi itu adalah tanda bahwa kemenangan Yesus adalah karya ilahi, bukan ciptaan manusia. Dunia diguncang bukan oleh kekuatan politik atau militer, tetapi oleh kuasa kebangkitan yang berasal dari Allah sendiri.

 

Poin 2: Kebangkitan Kristus Adalah Janji yang Digenapi (ayat 5–7)

 

Malaikat yang muncul itu menenangkan para perempuan yang ketakutan dengan kata-kata penuh penghiburan: "Jangan takut." Lalu ia menyampaikan kabar besar: Yesus yang disalibkan itu tidak ada di kubur karena Ia telah bangkit. Berita ini bukanlah sesuatu yang baru atau mengejutkan bagi mereka yang mendengarkan ajaran Yesus, sebab Ia sendiri telah berulang kali menubuatkan kebangkitan-Nya (lihat Matius 16:21).

 

Dalam perintah malaikat untuk melihat kubur yang kosong dan menyampaikan berita itu kepada murid-murid, kita melihat penggenapan janji ilahi. Kebangkitan Yesus adalah bukti bahwa semua perkataan-Nya adalah benar dan dapat dipercaya. 2 Korintus 1:20 berkata, "Sebab Kristus adalah 'ya' bagi semua janji Allah," menunjukkan bahwa dalam Kristus, seluruh rencana keselamatan Allah mencapai puncaknya.

 

Kebangkitan Yesus bukan hanya membuktikan kuasa-Nya atas maut, tetapi juga menguatkan iman kita bahwa janji-janji Allah tidak pernah gagal. Apa yang telah dijanjikan Allah dari zaman dahulu tergenapi dalam Kristus. Kubur kosong itu bukan hanya tanda kemenangan, tetapi juga meterai kesetiaan Allah atas segala firman-Nya.

 

Poin 3: Respon yang Benar: Takut dan Sukacita (ayat 8)

 

Setelah menerima kabar dari malaikat, para perempuan itu segera meninggalkan kubur dengan takut dan sukacita yang besar. Ketakutan mereka bukanlah rasa takut yang menghancurkan, melainkan rasa hormat dan kekaguman terhadap kuasa ilahi yang baru saja mereka saksikan. Mereka menyadari bahwa mereka sedang berhadapan dengan sesuatu yang sepenuhnya di luar jangkauan pengalaman manusia biasa.

 

Sukacita yang besar meliputi hati mereka, sebab berita tentang kebangkitan Yesus adalah berita tentang kehidupan dan pengharapan yang baru. Kematian bukan lagi akhir, melainkan awal. Seperti yang dinyatakan dalam 1 Petrus 1:8, "kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan," demikian pula sukacita para perempuan ini meluap dalam ketaatan mereka untuk segera membawa berita itu kepada para murid.

 

Kombinasi rasa takut yang kudus dan sukacita besar ini memperlihatkan respons yang tepat ketika seseorang berjumpa dengan karya keselamatan Allah. Ini bukan ketakutan yang menjauhkan, melainkan yang membawa mereka semakin dekat kepada misi yang Tuhan percayakan, yakni menjadi saksi tentang kebangkitan Kristus yang hidup.

 

Poin 4: Perjumpaan Pribadi dengan Kristus yang Bangkit (ayat 9–10)

 

Dalam perjalanan mereka untuk memberitakan berita itu, tiba-tiba Yesus sendiri menjumpai mereka. Ia menyapa mereka dengan kata-kata sederhana namun penuh kasih: "Salam bagimu." Ini adalah perjumpaan pribadi yang mengukuhkan pengalaman iman mereka, bukan hanya berdasarkan kesaksian malaikat, tetapi sekarang dari Yesus yang bangkit itu sendiri. Sentuhan pribadi ini menjadi penguatan terbesar bagi iman mereka.

 

Para perempuan itu segera mendekati Yesus, memeluk kaki-Nya, dan menyembah-Nya. Penyembahan mereka menunjukkan bahwa mereka mengenali siapa Yesus sebenarnya: Tuhan yang hidup, Raja yang berkuasa atas maut. Ini sejalan dengan penyembahan yang digambarkan dalam Wahyu 5:12, "Anak Domba yang disembelih itu layak menerima kuasa, kekayaan, hikmat, kekuatan, hormat, kemuliaan, dan puji-pujian." Dalam penyembahan mereka, kita melihat pengakuan bahwa Yesus adalah pusat segala hormat dan kemuliaan.

 

Yesus lalu menguatkan mereka lagi dengan kata-kata, "Jangan takut," dan memberikan mereka tugas untuk pergi dan menyampaikan kabar itu kepada para saudara-Nya. Dalam pertemuan pribadi dengan Kristus yang bangkit ini, para perempuan menerima misi ilahi — bukan hanya untuk mengetahui kabar itu, tetapi untuk menjadi pembawa kabar kepada orang lain. Dengan demikian, perjumpaan pribadi dengan Kristus selalu melahirkan penyembahan dan pengutusan.

 

Penutup:

 

Matius 28:1–10 mengajarkan kita bahwa kemenangan Kristus atas kematian bukan hanya peristiwa historis, melainkan fondasi dari harapan kekal kita. Seperti disaksikan dalam Mazmur 16:11, "di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa," maka orang percaya pun dapat hidup dalam sukacita dan keyakinan penuh. Kemenangan Kristus telah menjadi kemenangan kita.