Rabu, 28 Agustus 2024

Berkat dan Tanggung Jawab

Bacaan Alkitab : Matius 25:14-30 (TB):

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, ST, STh, MAg, MTh. (Cand).

Shaloom...... Saudara-saudari terkasih dalam Kristus. Hari ini kita berkumpul untuk merayakan hari istimewa, yaitu ulang tahun seorang bapak muda yang berharga di tengah-tengah kita. Dalam kesempatan ini, mari kita merenungkan makna ucapan syukur dan bagaimana kita bisa memaknai berkat Tuhan dalam hidup kita dengan mengambil pelajaran dari perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus dalam Matius 25:14-30.

Pertama; Berkat sebagai Kepercayaan Tuhan:

Dalam perumpamaan ini, talenta yang diberikan kepada masing-masing hamba adalah simbol dari berkat yang Tuhan berikan kepada kita. Setiap talenta diberikan menurut kesanggupan masing-masing (ayat 15). Hari ini, kita bersyukur atas berkat Tuhan dalam kehidupan bapak muda ini. Berkat Tuhan bukan hanya berupa material, tetapi juga berupa kemampuan, kesehatan, dan kesempatan yang harus kita syukuri dan gunakan dengan bijaksana.

Ilustrasi: Cerita Yusuf dan Firaun (Kejadian 41)

Dalam cerita Yusuf, setelah dituduh salah dan dipenjara, Yusuf diberikan kesempatan untuk menafsirkan mimpi Firaun. Yusuf menafsirkan mimpi Firaun sebagai ramalan tentang tujuh tahun kelimpahan diikuti oleh tujuh tahun kelaparan. Firaun, terkesan dengan kebijaksanaan Yusuf, mengangkatnya sebagai pengatur stok pangan Mesir. Yusuf kemudian menggunakan kemampuannya untuk menyimpan dan mengelola persediaan makanan dengan bijaksana selama tahun-tahun kelimpahan, sehingga Mesir bisa bertahan selama tahun-tahun kelaparan.

Ilustrasi ini menggambarkan bagaimana berkat Tuhan—dalam hal ini, kemampuan Yusuf untuk menafsirkan mimpi dan mengelola persediaan pangan—diberikan sesuai dengan kesanggupan Yusuf. Tuhan memberikan Yusuf berkat dan kepercayaan untuk melaksanakan tanggung jawab besar, dan Yusuf menggunakannya dengan bijaksana.

Kedua; Mengelola Berkat dengan Setia:

Dalam perumpamaan tentang talenta, hamba yang menerima lima talenta dan hamba yang menerima dua talenta mengelola berkat yang diberikan mereka dengan setia. Mereka bekerja keras dan menggandakan jumlah talenta yang mereka terima. (ayat 16-17). Ini menunjukkan tanggung jawab kita untuk memanfaatkan berkat Tuhan dengan baik. Dalam konteks hari ulang tahun ini, kita diingatkan untuk menggunakan talenta dan berkat kita untuk memuliakan Tuhan dan memberkati orang lain. Bapak muda ini telah menunjukkan penggunaan yang baik dari berkat yang diterimanya, dan kita bersyukur untuk itu.

Ketiga; Tanggung Jawab dalam Menggunakan Berkat:

Sebaliknya, hamba yang menerima satu talenta tidak memanfaatkannya dengan baik dan malah menyembunyikannya (ayat 18, 24-25). Ini mengajarkan kita pentingnya tanggung jawab dalam menggunakan berkat yang diberikan Tuhan. Pada hari ulang tahun ini, mari kita renungkan bagaimana kita telah menggunakan berkat dalam hidup kita dan berdoa agar kita dapat lebih bijaksana dalam mengelolanya di masa depan.

Keempat; Imbalan atas Kesetiaan:

Hamba yang setia menerima pujian dan diberi tanggung jawab lebih banyak (ayat 21, 23). Ini mengingatkan kita bahwa Tuhan menghargai kesetiaan dan kerja keras kita dalam memanfaatkan berkat-Nya. Di hari ulang tahun ini, kita merayakan tidak hanya pencapaian bapak muda ini tetapi juga komitmennya untuk hidup setia dan produktif.

Ilustrasi: Kisah Daud dan Goliat (1 Samuel 17)

Daud, seorang gembala muda, dengan penuh kesetiaan dan keberanian menghadapi Goliat, raksasa Filistin yang menakutkan. Meskipun dia seorang gembala yang muda dan kecil, Daud mempercayai Tuhan dan menggunakan keterampilannya dalam memanah untuk mengalahkan Goliat. Kesetiaan dan keberanian Daud tidak hanya membawa kemenangan bagi bangsa Israel tetapi juga membawanya pada posisi sebagai raja.

Ilustrasi ini menggarisbawahi bahwa Tuhan menghargai kesetiaan dan kerja keras. Daud yang setia dan penuh keberanian mendapatkan imbalan besar dari Tuhan. Di hari ulang tahun ini, kita merayakan bukan hanya pencapaian bapak muda ini tetapi juga komitmennya untuk hidup setia dan produktif, serta yakin bahwa Tuhan akan memberikan imbalan atas kesetiaannya.

Kesimpulan:

Pada hari istimewa ini, mari kita bersyukur kepada Tuhan atas segala berkat yang telah diberikan-Nya kepada bapak muda ini. Mari kita juga ingat untuk menggunakan berkat yang kita terima dengan bijaksana, setia, dan penuh tanggung jawab. Kita percaya bahwa Tuhan akan terus memberkati dan memimpin setiap langkah hidup bapak muda ini.

Doa Penutup: Mari kita berdoa. Tuhan yang Maha Kuasa, kami bersyukur atas berkat dan karunia yang Engkau berikan kepada bapak muda ini. Terima kasih atas talenta, kesehatan, dan kesempatan yang Engkau berikan kepadanya. Kami mohon agar Engkau terus memberkati dan membimbingnya dalam setiap langkah hidupnya. Berikanlah dia kebijaksanaan untuk menggunakan berkat-Mu dengan baik dan menjadi alat pelayanan yang efektif. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.

Salam Penutup:  Selamat ulang tahun, dan semoga hari ini menjadi hari yang penuh berkat dan sukacita. Tuhan memberkati kita semua.

Minggu, 18 Agustus 2024

HUR : KESETIAAN DAN WARISAN YANG MEMBANGUN

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, ST, STh, MAg.

Pendahuluan:

Tokoh Hur mungkin tidak banyak dikenal, tetapi ia memainkan peran penting dalam sejarah bangsa Israel. Khotbah ini akan menjelaskan peran Hur dalam Alkitab serta bagaimana keteladanan dan warisannya berlanjut melalui cucunya, Bezalel.

I. Peran Hur dalam Membantu Musa (Keluaran 17:8-13)

Ketika bangsa Israel diserang oleh Amalek, Hur dan Harun diangkat untuk membantu Musa. Peran Hur di sini sangat vital; ia bukan hanya seorang pendukung, tetapi bagian dari tim yang memastikan kemenangan.- 

Dukungan Hur yang setia dalam menopang tangan Musa adalah contoh luar biasa tentang bagaimana kesetiaan dan kerjasama dapat menghasilkan kemenangan dalam situasi yang menantang.

II. Peran Hur sebagai Pemimpin dan Pembimbing (Keluaran 24:14)

Saat Musa naik ke gunung Sinai untuk menerima hukum dari Tuhan, Hur bersama Harun dipercayakan untuk memimpin dan menyelesaikan masalah yang timbul di antara bangsa Israel. Ini menunjukkan kepercayaan Musa terhadap Hur sebagai pemimpin yang dapat diandalkan.

III. Warisan Hur melalui Cucunya, Bezalel (Keluaran 31:2; 35:30)

Bezalel adalah cucu Hur yang dipilih oleh Tuhan untuk memimpin pembangunan Tabernakel. Ini menunjukkan bahwa warisan kesetiaan dan pelayanan Hur diteruskan melalui generasi berikutnya, menekankan pentingnya warisan spiritual dan kontribusi keluarga dalam pelayanan Tuhan. 

Keluaran 31:2 (TB): “Lihat, Aku telah menyebut nama Bezalel bin Uri bin Hur dari suku Yehuda.”

Keluaran 35:30 (TB): “Lalu berkatalah Musa kepada orang Israel: 'Lihatlah, Tuhan telah menyebut nama Bezalel bin Uri bin Hur dari suku Yehuda, dan telah memenuhi dia dengan Roh Allah, dengan hikmat, pengertian, dan pengetahuan dalam segala pekerjaan.'”

IV. Aplikasi dalam Kehidupan Kristen

1. Menjadi Pendukung yang Setia  

Seperti Hur, kita dipanggil untuk mendukung pemimpin dan rekan kita dalam pelayanan, terutama dalam situasi yang sulit. Kesetiaan dan dukungan kita memiliki dampak besar dalam mencapai tujuan Tuhan.

"Bagaimana kita dapat menunjukkan dukungan yang setia kepada pemimpin dan pelayanan kita di gereja?"

2. Menghargai Peran di Balik Layar  

Banyak pelayanan dan pencapaian dalam gereja melibatkan kerja keras di balik layar, seperti yang dilakukan oleh Hur. Penting untuk menghargai semua kontribusi, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat.

"Siapa di sekitar kita yang mungkin memerlukan penghargaan atau dukungan lebih lanjut untuk peran mereka?"

3. Mewariskan Nilai dan Kesetiaan kepada Generasi Berikutnya  

Seperti Hur yang meninggalkan warisan melalui Bezalel, kita juga dipanggil untuk mewariskan nilai-nilai iman kepada generasi berikutnya, baik melalui keluarga kita maupun melalui komunitas gereja kita.

"Bagaimana kita dapat mendidik dan mempengaruhi generasi muda untuk melanjutkan pelayanan dan iman kita?"

Penutup:

Hur adalah teladan kesetiaan dan dukungan yang patut dicontoh. Perannya dalam menopang tangan Musa dan keterlibatannya dalam kepemimpinan menunjukkan pentingnya dukungan dan tanggung jawab. Warisannya berlanjut melalui cucunya Bezalel, yang menunjukkan dampak positif dari kesetiaan dan pelayanan.

Mari kita memohon kepada Tuhan untuk memberi kita semangat untuk menjadi pendukung setia, menghargai setiap kontribusi dalam pelayanan, dan mewariskan nilai-nilai iman kepada generasi mendatang.

Minggu, 28 Juli 2024

Kemenangan Iman

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, ST, STh, MAg.

Pendahuluan:

Shalom, saudara-saudari yang terkasih. Hari ini kita akan membahas tema yang sangat menguatkan dan memberdayakan: "Kemenangan Iman." Dalam hidup sebagai orang percaya, iman kita bukan hanya untuk bertahan dalam kesulitan, tetapi juga untuk meraih kemenangan. Mari kita mulai dengan membaca ayat Alkitab yang menjadi dasar renungan kita hari ini.

Pembacaan Alkitab:

1 Yohanes 5:4 (TB): "Karena semua yang lahir dari Allah mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita."

I. Pengertian Kemenangan Iman

1. Definisi Kemenangan Iman:

Kemenangan iman adalah kemenangan yang diperoleh melalui kepercayaan dan ketergantungan kita kepada Tuhan. Ini berarti bahwa dalam setiap situasi, baik itu kesulitan maupun keberhasilan, iman kita kepada Tuhan memberi kita kemenangan atas segala tantangan dan rintangan.

2. Kemenangan Sejati:

Kemenangan iman tidak selalu berarti menghindari kesulitan, tetapi berarti memiliki kemenangan dalam menghadapi kesulitan dengan kepercayaan bahwa Tuhan akan membereskan segala sesuatu menurut rencana-Nya.

II. Contoh Kemenangan Iman dalam Alkitab

1. Daud dan Goliat (1 Samuel 17):

Daud, seorang gembala muda, menghadapi Goliat, raksasa Filistin, hanya dengan sebuah batu dan iman kepada Tuhan. Kemenangan Daud atas Goliat adalah contoh bagaimana iman yang kokoh kepada Tuhan dapat mengalahkan musuh yang tampaknya tidak mungkin dikalahkan.

2. Daniel di Dalam Gurun Singa (Daniel 6):

Daniel tetap setia berdoa kepada Tuhan meskipun ada larangan dari Raja Darius. Kemenangan Daniel atas raja dan gurun singa adalah bukti nyata bahwa Tuhan melindungi dan menyelamatkan orang-orang yang setia kepada-Nya.

3. Yesus Kristus dan Kemenangan-Nya di Salib:

Kemenangan terbesar dalam iman kita adalah kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Melalui salib, Yesus mengalahkan dosa dan kematian, memberikan kita kemenangan atas segala bentuk kejahatan dan memberikan kita hidup kekal.

III. Mengalami Kemenangan Iman dalam Kehidupan Kita

1. Memelihara Iman dalam Doa dan Firman Tuhan:

Doa dan pembacaan Alkitab adalah kunci untuk memperkuat iman kita. Melalui keduanya, kita berhubungan dengan Tuhan, mendapatkan bimbingan, dan memperoleh kekuatan untuk menghadapi berbagai tantangan.

2. Berjalan dalam Ketaatan kepada Tuhan:

Kemenangan iman datang dengan taat kepada Tuhan, meskipun situasi tidak sesuai dengan harapan kita. Ketika kita taat, kita menunjukkan iman kita kepada Tuhan yang lebih besar dari segala masalah.

3. Bersyukur dalam Segala Situasi:

Dalam setiap situasi, baik yang baik maupun buruk, bersyukur kepada Tuhan adalah tanda iman kita. Syukur membuka jalan bagi Tuhan untuk bekerja dalam hidup kita dan membawa kemenangan-Nya kepada kita.

Penutup:

Saudara-saudari terkasih, mari kita ingat bahwa kemenangan iman kita adalah sesuatu yang telah diberikan Tuhan kepada kita melalui Yesus Kristus. Seperti yang tertulis dalam Roma 8:37, "Tetapi dalam segala hal ini kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita."

Marilah kita hidup dengan penuh keyakinan, terus mengandalkan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita, dan mengalami kemenangan iman yang nyata. Tuhan memberkati kita semua. Amin.

Sabtu, 20 Juli 2024

BERKARYA DENGAN BIJAKSANA

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, ST, STh, MAg. 

Efesus 2:10

"Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya."

Ayat ini menggarisbawahi bahwa kita sebagai orang percaya diciptakan oleh Allah untuk melakukan pekerjaan baik. Hal ini menekankan bahwa pekerjaan atau berkarya bukan hanya sekadar aktivitas sehari-hari, tetapi merupakan bagian dari rencana Allah dalam hidup kita. Melalui bacaan Firman Tuhan ini, kita dapat memahami tugas panggilan dan tujuan kita sebagai orang percaya dalam melakukan pekerjaan yang menghormati Allah dan bermanfaat bagi sesama.

1. Panggilan untuk Berkarya

Pertama-tama, Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa setiap orang percaya dipanggil untuk berkarya. Dalam Kitab Kejadian 2:15, Allah menempatkan manusia di Taman Eden untuk mengurusnya dan memeliharanya. Ini menunjukkan bahwa pekerjaan adalah bagian dari rancangan Allah untuk kita. Saat kita berkarya, kita berpartisipasi dalam menciptakan dan memelihara keindahan yang diciptakan Allah.

2. Maksud Berkarya

Berkarya memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar mencari nafkah. Dalam Efesus 2:10, kita diajak untuk mengerti bahwa kita diciptakan di dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang Allah telah sediakan sebelumnya untuk kita berjalan di dalamnya. Berkarya dengan maksud ini memungkinkan kita untuk melayani Allah dan masyarakat, serta menjadi saluran berkat bagi orang lain.

3. Kecerdasan dalam Berkarya

Namun demikian, Alkitab juga mengajarkan pentingnya berkarya dengan kecerdasan dan bijaksana. Dalam Amsal 10:4, kita diajar bahwa tangan yang malas membuat orang miskin, tetapi tangan yang rajin membuat kaya. Kita dipanggil untuk mengelola waktu, bakat, dan sumber daya yang Allah berikan kepada kita dengan penuh tanggung jawab dan kebijaksanaan.

4. Karya sebagai Ibadah

Berkarya juga dapat dianggap sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Dalam Kolose 3:23-24, kita ditegaskan bahwa apapun yang kita lakukan, baik dalam perkataan maupun perbuatan, kita harus melakukannya dari hati, seolah-olah kita melayani  Tuhan dan bukan manusia. Inilah esensi dari menjadikan pekerjaan kita sebagai sebuah pengabdian yang kudus kepada Allah.

5. Menghadapi Tantangan

Terakhir, berkarya tidak selalu mudah. Kehidupan ini penuh dengan tantangan dan rintangan. Namun, dalam Filipi 4:13, kita dijanjikan bahwa segala sesuatu dapat kita lakukan di dalam Kristus yang memberi kita kekuatan. Ketika kita bertekun dalam iman dan mengandalkan Allah dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam pekerjaan kita, kita akan melihat keajaiban dan keberhasilan yang datang dari tangan-Nya.

Penutup

Saudara-saudara, mari kita bersama-sama menanggapi panggilan Allah untuk berkarya dengan bijaksana, mengelola bakat dan sumber daya yang diberikan-Nya kepada kita, dan mengarahkannya untuk kemuliaan-Nya. Marilah kita berdoa agar Allah memberkati setiap usaha kita dan memperluas jangkauan pengaruh kita untuk Kerajaan-Nya. Terima kasih, semoga Tuhan memberkati kita semua. Amin.

Jumat, 19 Juli 2024

Legenda di Balik Nama Kampung Talawid dan Mahuneni

Oleh : Fredrik Dandel, ST, STh, MAg.

(Pemerhati Budaya Siau - Sibarsel; Anggota Tim Penulis Cerita Rakyat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Kepl. Sitaro).

 

Pendahuluan

Kisah ini merupakan cerita rakyat dari Kampung Talawid dan Kampung Mahuneni yang dituturkan secara lisan dari generasi ke generasi. Masyarakat mempercayai bahwa pemberian nama Talawid dan Mahuneni bukanlah terjadi secara kebetulan, melainkan lahir dari suatu perjuangan yang spektakuler sebagai bentuk upaya penduduk dalam mempertahankan hidup dari berbagai tantangan alam yang keras. Penggalan cerita ini pernah dituliskan dan dipublikasikan oleh beberapa teman-teman sebagaimana disebutkan dalam referensi di bagian akhir tulisan. Penulis mencoba menarasikannya Kembali, dengan harapan cerita ini menjadi lebih familiar bagi pembaca baik Masyarakat Kampung Talawid, Mahuneni, Sitaro dan juga pembaca lainnya dari luar Sitaro. Semoga bermanfaat.

 

Bermula dari Eneraha

Di sebuah daerah yang kini dikenal sebagai Kampung Talawid dan Kampung Mahuneni, terdapat sebuah komunitas kecil yang bermula dari Eneraha. Pada masa itu, bersama penduduk setempat tinggal juga seorang Belanda yang hidup rukun dan telah menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Mereka hidup harmonis dengan alam sekitar, berbekal sebagai petani yang mengandalkan tanaman pala sebagai komoditas utama, yang tumbuh subur di lahan-lahan membuat mereka bergantung pada mata air sebagai sumber kehidupan mereka.

Pada suatu hari, ketika musim kemarau mulai mengeringkan mata air di Eneraha, kekhawatiran mulai menghinggapi hati penduduk. Tanah yang subur perlahan mengering, dan sumber-sumber air yang biasa mereka andalkan mulai surut.

Seorang petualang yang sering menjelajahi hutan sekitar, datang dengan berita yang mengubah arah hidup mereka. "Saya telah menemukan sumber air yang melimpah di sebelah Bulude," ucapnya dengan semangat, ketika ia kembali ke Eneraha dengan berita tersebut.

Penduduk Eneraha yang khawatir dengan ketersediaan air segera berkumpul di bawah pohon rindang yang tumbuh di dekat aliran terakhir air yang tersisa. Orang Belanda yang tinggal bersama mereka, yang sudah akrab dengan bahasa dan adat istiadat setempat, juga turut hadir dalam pertemuan tersebut. Dia duduk di antara mereka dengan pakaian yang sudah terbiasa ia kenakan, sambil melihat wajah-wajah yang dipenuhi perasaan was-was.

"Sumber air baru di sekitar Bulude? Bagaimana caranya kita bisa sampai ke sana?" tanya seorang pemuda dengan rambut panjang yang terselip di bawah kepala topi.

Orang Belanda itu tersenyum, "Saya pernah mendengar tentang Bulude. Meskipun perjalanan akan sulit, namun saya yakin kita bisa menemukan jalannya."

"Penduduk setempat mungkin bisa membantu kita menavigasi jalur yang tepat," saran seorang perempuan tua dengan mata yang tajam, yang sering diundang untuk memberi saran di dalam hal apapun.

"Mungkin kita harus segera bersiap-siap untuk perjalanan ini," kata seorang pemuda bersemangat, mengangkat semangat semua yang hadir.

Dengan persetujuan bersama, mereka memutuskan untuk melakukan perjalanan panjang menuju Bulude, melewati lereng-lereng curam dan jalan setapak yang sering dilalui oleh para petani dan pengumpul kayu bakar. Dengan mata air sebagai tujuan, penduduk desa mengikuti jejak-jejak yang pernah dilalui sebelumnya oleh para petualang.

 

Tantangan di Perjalanan

Perjalanan menuju Bulude tidaklah mudah. Mereka harus meniti lereng-lereng curam yang dipenuhi dengan tanaman pala, dan tanaman lainnya. Orang Belanda yang tinggal bersama mereka, meskipun tidak terbiasa dengan medan yang sulit, tetap gigih berjalan di antara penduduk setempat yang lincah menavigasi jalur tersebut, meski memerlukan kehati-hatian ekstra dalam setiap langkahnya.

Di tengah perjalanan, ketika mereka sedang istirahat sejenak di tepi jalan setapak yang sempit, Belanda itu bertanya, "Bagaimana kalian bisa begitu terampil menavigasi medan yang sulit ini?"

Seorang pemuda yang terlihat lebih berpengalaman menjawab dengan bangga, "Kami terbiasa menghadapi lereng-lereng curam ini sejak kecil. Tanaman pala yang kami tanam memerlukan perawatan dan pemeliharaan yang teliti di lahan-lahan curam seperti ini."

Belanda itu mengangguk mengerti, semakin terkesan dengan kegigihan dan pengetahuan yang dimiliki oleh penduduk setempat.

Di tengah perjalanan, ketika mereka harus melewati tebing yang tinggi dan berbatu, Belanda itu tampak kesulitan menyesuaikan diri dengan medan yang keras.

"Tala-Awi," desahnya, menahan napas ketika melewati satu titik terjal yang terlihat sulit untuk dinaiki.

Seorang penduduk setempat yang berjalan di dekatnya tersenyum, "Tala-Awi? Apakah anda tidak yakin bisa melanjutkan perjalanan ini."

Belanda itupun tersenyum penuh arti, “kita harus bisa …. !!!” katanya bersemangat.

Mereka semua berhenti sejenak untuk istirahat, mengumpulkan kekuatan dan membangun semangat baru untuk melanjutkan perjalanan yang masih panjang.

Setelah melewati beberapa jam perjalanan yang menantang, mereka akhirnya tiba di puncak perbukitan, mereka memandang kembali ke bawah, melihat sejenak jejak langkah mereka ketika berupaya mendaki bukit itu. Belanda itu tersenyum puas, sambil berkata : “Kita namai tempat itu Tala- Awi saja ya” yang kemudian diiyakan oleh penduduk. Nama ini kemudian berkembang menjadi nama kampung Talawid.

 

Panorama Indah dari Bulude

Pada sore hari, ketika matahari hampir tenggelam di ufuk barat, mereka akhirnya tiba di Bulude. Mereka semua merasa lega, karena ternyata dari Bulude ini menawarkan pemandangan alam yang menakjubkan. Mereka bisa melihat dengan jelas pemandangan yang memukau di depan mata. Sumber air yang melimpah, serta pantai yang luas dan indah yang terhampar di kejauhan.

"Lihat di sana, Pantai itu sungguh luas," ujar seorang pemuda sambil menunjuk ke arah pantai. "Mahuene, pantai dengan pasir putih yang begitu indah."

Belanda itu tersenyum, mengingat kata-kata yang pernah ia dengar sebelumnya. "Mahuene, ya? Nama yang cocok untuk tempat itu," katanya sambil mengamati dengan rasa kagum.

Di sebelah timur, Nampak pula suatu mata air yang melimpah mengalir dengan jernih dari celah-celah batu di lereng bukit.

"Pemandangan ini sungguh luar biasa," ucap seorang pemuda sambil menatap air yang mengalir dengan tenang di bawahnya. "Inilah yang kita cari selama ini."

Belanda yang tinggal bersama mereka mengangguk setuju, terkesima dengan keindahan alam yang mereka temui. "Sungguh luar biasa betapa alam bisa memberikan kita segalanya," katanya sambil tersenyum.

Saat matahari perlahan tenggelam di ufuk barat, warna-warna oranye dan merah memantul di atas permukaan air yang tenang, menciptakan pemandangan yang begitu memukau.

"Kita harus memulai membangun kehidupan baru di sekitar tempat ini," kata seorang perempuan tua dengan suara yang hangat. "Kita bisa membangun pemukiman dan menjaga alam ini dengan baik." Lanjutnya.

Penduduk Eneraha segera bergerak, bekerja sama untuk membangun pondok-pondok sederhana di sekitar Bulude. Mereka menggunakan kayu-kayu dan bahan-bahan alami lainnya yang didapati dari tempat sekitarnya untuk membangun tempat tinggal sementara mereka.

Sementara itu, sebagian penduduk lainnya mulai menjelajahi sekitar pantai yang luas dan indah di bawahnya. Pasir putih yang bersih dan air laut yang jernih menjadi daya tarik utama bagi mereka. Mereka menyaksikan keindahan alam yang begitu mempesona, dan segera mereka menamainya "Mahuene," yang berarti "banyak pasir" dalam bahasa setempat.

"Pantai Mahuene, tempat yang memukau," ucap seorang pemuda dengan penuh kekaguman.

Belanda yang tinggal bersama mereka merasa senang melihat bagaimana penduduk setempat dengan cepat beradaptasi dan merespons dengan lingkungan baru mereka.

Dengan penuh semangat dan harapan baru, penduduk dari Eneraha mulai membangun komunitas kecil mereka di Bulude, menggunakan pengalaman mereka dalam bercocok tanam pala untuk menghasilkan kehidupan baru di tanah yang subur ini.

 

Perpindahan ke Pantai Mahuene

Setelah beberapa waktu tinggal di Bulude dan membangun pemukiman sementara mereka, penduduk ini kemudian mulai merasa tertarik untuk mengikuti jejak rekan-rekan mereka yang lain, ke arah pantai yang mereka sebut Mahuene. Pasir putih yang luas dan air laut yang jernih telah memikat hati mereka sejak kedatangan pertama mereka di Bulude.

Suatu pagi, ketika matahari terbit dengan sinar keemasan yang memantul di atas permukaan air, seorang pemuda dari Eneraha mengajukan ide, "Mengapa kita tidak menjelajahi pantai Mahuene? Kita bisa mencari tempat yang lebih nyaman untuk menetap di sana."

Belanda yang tinggal bersama mereka, yang telah menyesuaikan diri dengan kehidupan di pedalaman, juga merasa tertarik dengan gagasan tersebut. "Pantai Mahuene tampak begitu menarik. Mungkin kita dapat menemukan tempat yang cocok untuk pemukiman permanen di sana."

Dengan semangat baru, penduduk Eneraha mulai mempersiapkan diri untuk perjalanan menuju pantai Mahuene. Mereka membawa peralatan yang mereka butuhkan untuk mendirikan pemukiman, serta bekal makanan dan air untuk perjalanan mereka.

Perjalanan ke pantai Mahuene tidaklah mudah. Mereka harus melintasi lereng-lereng yang agak curam dan hutan yang lebat, yang sebelumnya jarang dilalui orang. Saat matahari mulai tenggelam di ufuk barat, mereka tiba di tujuan akhir mereka.

"Pemandangan ini sungguh mempesona," ucap seorang perempuan sambil menghirup udara laut yang segar. "Pasir putih dan air laut yang begitu jernih."

Mereka segera mulai mencari lokasi yang cocok untuk membangun pemukiman permanen mereka. Beberapa pemuda membentangkan tenda sementara sambil yang lain mulai mengumpulkan kayu dan bahan-bahan alami lainnya untuk konstruksi.

Belanda itu tersenyum, melihat bagaimana penduduk Eneraha dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan baru mereka. "Ini adalah awal yang baik untuk kehidupan baru kita di Mahuene," katanya dengan penuh harapan.

Dengan semangat yang membara, mereka mulai membangun pondok-pondok sederhana dan tempat tinggal lainnya di sekitar pantai Mahuene. Mereka berharap dapat menjadikan tempat ini sebagai rumah baru mereka, di mana mereka dapat hidup berdampingan dengan alam yang indah dan melimpah.

 

Serangan Wabah

Kehidupan di Mahuene berjalan damai dan penuh harapan bagi penduduk yang telah menetap di pantai itu. Mereka berhasil membangun pemukiman sederhana dan menikmati keindahan alam serta hasil laut yang melimpah. Namun, kehidupan mereka segera terancam oleh kehadiran yang tak terduga: wabah demam berdarah.

Musim hujan yang berikutnya membawa hujan lebat yang memicu berkembang biaknya nyamuk di sekitar pantai Mahuene. Nyamuk-nyamuk ini membawa virus yang menginfeksi penduduk, menyebabkan demam tinggi dan gejala lain yang mengancam nyawa.

Pertama-tama, beberapa anak kecil mulai merasakan demam tinggi yang tidak kunjung reda. Seorang ibu panik ketika anaknya yang biasanya aktif terbaring lemah tak berdaya di pangkuan. "Ini tidak mungkin terjadi," bisiknya dengan mata berkaca-kaca. "Anak-anak lain juga mulai sakit."

Penduduk segera menyadari bahwa mereka menghadapi wabah serius. Mereka berusaha keras untuk merawat yang sakit dan mencegah penyebaran lebih lanjut. Tetapi, dengan sumber daya yang terbatas dan akses terbatas ke perawatan medis modern, situasi menjadi semakin buruk.

Seorang pemuda mencoba mengingat kata-kata orang tua mereka, tentang "Mateni," istilah lokal untuk nyamuk. "Inilah Mateni yang mereka bicarakan," katanya dengan nada pahit. "Mereka membawa penyakit dan kematian."

Belanda yang tinggal bersama mereka juga terkena dampaknya. Meskipun tidak terbiasa dengan kondisi tropis yang memungkinkan berkembang biaknya nyamuk, dia berusaha membantu dengan pengetahuan dan pengalamannya. "Kita harus bertahan," ujarnya dengan suara tegas. "Kita harus mencari cara untuk melawan wabah ini."

Masyarakat Mahuene bersatu padu, mencoba segala cara untuk melindungi diri mereka dari gigitan nyamuk. Mereka membakar daun-daun tertentu yang dikenal memiliki sifat pengusir nyamuk, meskipun efektivitasnya terbatas. Mereka juga mengisolasi yang sakit dan menjaga kebersihan lingkungan sebaik mungkin.

Namun, wabah terus menyebar dengan cepat di antara penduduk. Semakin banyak yang jatuh sakit, dan semakin banyak pula yang kehilangan nyawa mereka.

Dalam keputusasaan, mereka akhirnya meminta bantuan dari kota terdekat. Mereka mengirim pesan untuk meminta obat-obatan dan bantuan medis yang mendesak.

Sementara itu, seorang perempuan tua mengadakan pertemuan di tengah malam. "Kita harus berdoa," katanya dengan suara gemetar. "Doa adalah satu-satunya harapan kita sekarang."

Masyarakat Mahuene bersatu dalam doa, memohon perlindungan dan kesembuhan bagi mereka yang sakit. Mereka menghadapi ujian yang sangat besar, dan masa depan mereka tampak suram di bawah bayang-bayang wabah yang tak terlihat ini.

 

Persatuan Menghadapi Cobaan

Meskipun terpuruk dalam ketakutan akan wabah yang melanda, masyarakat Mahuene tidak menyerah begitu saja. Mereka bergandengan tangan dalam upaya melawan mateni, menyatukan kekuatan dan tekad untuk melindungi yang tersisa dari serangan mematikan ini.

Saat malam menjelang, sebuah rapat darurat digelar di tengah desa. Di bawah cahaya gemerlap api obor, suara perempuan tua dari Eneraha bergema, "Kita tidak boleh menyerah pada teni ini! Kita harus bersatu dan mencari cara untuk melawan."

Beberapa pemuda yang tangguh, meskipun merasakan ketakutan dalam hati mereka, mengangguk setuju. "Kita harus mencoba segala cara yang ada. Kita bisa membakar lebih banyak daun, atau mencari obat alami yang mungkin bisa menolong," ujar salah satu dari mereka dengan semangat.

Belanda yang tinggal bersama mereka turut berbicara, "Saya akan mencoba menghubungi teman-teman saya di kota terdekat. Barangkali mereka bisa mengirimkan bantuan medis atau obat-obatan yang dibutuhkan."

Pagi-pagi buta, sekelompok penduduk Mahuene keluar dengan semangat yang baru. Mereka menyebarkan daun-daun pengusir teni di sekitar pemukiman mereka. Beberapa yang lain menemui seorang dukun dari desa tetangga, berharap akan ramuan tradisional yang dapat menyembuhkan penyakit yang mengerikan ini.

Sementara itu, di tengah desa, para ibu dan nenek sibuk merawat yang sakit dengan perawatan tradisional mereka sendiri. Mereka mengoleskan ramuan herbal yang diyakini dapat menurunkan demam dan mengusir mateni yang mengancam.

Seminggu berlalu dengan ketegangan dan doa yang terus menerus. Beberapa orang mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan, tetapi tidak sedikit yang tetap berjuang untuk hidup mereka. Setiap langkah yang diambil diiringi dengan harapan dan kekhawatiran yang mendalam.

Pada hari yang cerah setelah hujan deras mereda, sebuah perubahan terlihat di Mahuene. Lebih sedikit penduduk yang terbaring sakit, dan semangat untuk bangkit kembali mulai terasa di udara. Mereka yang telah sembuh mulai kembali bekerja di ladang dan memperbaiki rumah yang terlantar.

Pohon pala dan kelapa yang telah diabaikan selama wabah kembali menjadi sumber kehidupan. Hasil laut yang kaya kembali memberi mereka kekuatan untuk menghadapi masa depan yang lebih cerah. Masyarakat Mahuene belajar dari pengalaman pahit mereka dan semakin bersatu dalam menghadapi cobaan apa pun yang akan datang.

Di antara reruntuhan dan puing-puing kehidupan mereka yang hampir hancur, mereka menemukan kekuatan dalam persatuan mereka. Bersama, mereka membuktikan bahwa dengan tekad yang kuat dan kerja keras, mereka dapat mengatasi bahkan serangan mateni yang mengerikan itu.

Mahuene, yang sebelumnya hampir runtuh oleh kekuatan mateni, bangkit kembali dengan semangat baru. Mereka menjadi contoh bagi desa-desa sekitar tentang bagaimana persatuan dalam cobaan dapat mengubah nasib sebuah komunitas.

 

Penutup

Seiring berjalannya waktu, Kampung Talawid terus tumbuh dan menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat di Sangihe. Setiap tahunnya, penduduknya terus berupaya membangun dan memperkuat identitas mereka sebagai bagian dari sejarah yang kaya dan warisan budaya yang berharga.

Pada tahun 2006, tanda penghormatan atas perjalanan mereka yang panjang terwujud dalam keputusan Pemerintah Sangihe untuk memekarkan Kampung Talawid menjadi dua kampung yang terpisah: Kampung Talawid dan Kampung Mahuneni. Keputusan ini tidak hanya bertujuan untuk mengakui dan menghormati warisan budaya mereka, tetapi juga sebagai langkah strategis untuk lebih memperkuat kedua kampung tersebut dalam pengelolaan wilayah dan pemerintahan setempat.

Pemekaran tersebut memberikan kesempatan bagi masing-masing kampung untuk fokus pada pembangunan infrastruktur, pelayanan masyarakat, serta pelestarian lingkungan dan budaya. Kampung Talawid dan Kampung Mahuneni terus bekerja keras untuk menjaga kelestarian lingkungan alam mereka yang indah, sambil merawat dan mempertahankan tradisi-tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Sejak tahun 2007, kedua kampung tersebut telah menjadi wilayah administratif Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, yang menegaskan keberadaan dan kontribusi mereka dalam konteks lebih luas dari pemerintahan lokal. Dengan perubahan ini, komunitas di Kampung Talawid dan Kampung Mahuneni semakin kuat dalam menjalin persatuan dan kesatuan, serta semakin mantap dalam menghadapi tantangan masa depan. Mereka berharap dapat terus memberikan warisan yang berharga bagi generasi mendatang, sambil menjaga keutuhan dan keberlanjutan lingkungan serta budaya mereka yang unik.


Sekian … dan Terimakasih…. !!!

 

Referensi

Igel Gahagho (24 Oktober 2023), Sulut Aktual, diakses pada tanggal 7 Juli 2024 melalui Situs : https://www.sulutaktual.com/2023/10/24/jejak-sejarah-kampung-talawid-dari-tala-awi-hingga-mahuene-dan-mateni/.

Pelma Piter, Penjabat Kapitalau Talawid, narasumber yang diwawancarai langsung pada sabtu, 8 Juli 2024.

Steven Aling, Objek Wisata Sitaro, Negeri 47 Pulau, diakses pada 7 Juli 2024 melalui situs : https://clippingnews2011.blogspot.com/2011/06/legenda-kampung-talawid-dan-mahuneni.html?spref=bl.

Sabtu, 08 Juni 2024

PULAU RUANG RIWAYATMU KINI (Secuil Catatan Perjalanan Siau-Tagulandang-Manado, 29052024)

Oleh : Fredrik Dandel

Kurang lebih dua bulan lalu, engkau masihlah Pulau yang berpenghuni.
Pumpente dan Laingpatehi adalah dua Kampung yang setia 
menunggu berkat kehidupan darimu. 
854 jiwa, menyandarkan kehidupan pada hasil tanahmu yang subur.

Namun kemarahanmu yang tak terbendung sejak 16 April 2024 lalu, 
menciptakan ketakutan, kepasrahan dan tangisan yang dalam buat anak negeri. 
Mungkinkah engkau tidak lagi menghendaki mereka tinggal bersamamu ? 
Ataukah engkau sedang menyadarkan kepada kami bahwa dunia ini hanyalah fana ?

Kami hanya bisa mereka, 
bertanya pada rumput yang bergoyangpun hanyalah sia-sia saja.
Yang mengetahui apa dan bagaimana hanyalah Sang Pencipta. 
Yang pasti semua diluar kendali manusia.

Ketika Pemerintah akan merelokasi wargamu, apakah engkau puas ? 
Tidaklah engkau merasa kesepian ?. 
Mungkinkah engkau telah merasa nyaman dengan keadaanmu yang serba Abu, 
Tandus, Gersang, Sunyi, Puing-Puing, Gelap Pekat ? 

Kurasa engkau pasti akan merana sendiri. 
Merindukan waktu dimana pendudukmu bercengkerama riang di pangkuanmu.Tapi apalah daya, sepertinya engkau tak lagi menghendaki canda riang itu untuk sekian waktu yang tak menentu.
Kami hanya akan mengawasi wajahmu dari jauh, 
itupun ketika kami diberi kesempatan melewatimu dengan Majestick, Barcelona, Gregorius ataupun Burung Besi.

Diam.... Tenanglah di sana.... 
Tidak usah lagi bersuara, 
apalagi batukmu yang membuat kami tak nyaman itu.... 
Meski telah berpisah, tapi kami masih tetap mencintaimu.... ðŸ˜¥ðŸ˜¥ðŸ˜¥












Minggu, 31 Maret 2024

Kuasa Kebangkitan Kristus

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, ST, STh, M.Ag, M.Th.(Cand).

Filipi 3:10-11

“Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati.”

(LAI 2021)

Kuasa Kebangkitan Kristus Mengubah Hidup Kita.

Saulus yang dulunya merupakan penganiaya orang Percaya, ketika bertemu secara pribadi dengan Tuhan Yesus dalam perjalanannya ke Damsyik, membuat hidupnya mengalami perubahan yang sangat berarti. Ia menjadi pengikut Kristus yang setia, bahkan menjadi seorang pemberita Injil Kristus. Wilayah pelayanan Rasul Paulus bahkan mencapai hampir seluruh Asia Kecil, hingga ke Kota Roma di Italia. Tentang nama Saulus yang kemudian menjadi lebih dikenal dengan Paulus, menurut Terang Iman, banyak orang Kristen menjadi keliru, ketika beranggapan bahwa nama Saulus berubah menjadi Paulus sesaat setelah ia menerima Yesus (berpindah dari Yahudi  menjadi Kristen). Nama Saulus merupakan nama Yahudi, sedangkan Paulus merupakan nama Saulus dalam Bahasa Latin, karena ia berkebangsaan Roma dari kelahirannya, yaitu dari ayahnya yang berkebangsaan Romawi. Di masa itu, menjadi sesuatu hal yang lumrah ketika seseorang memiliki nama ganda. Ketika Saulus memutuskan untuk mengabarkan Injil kepada bangsa bukan Yahudi, maka ia lebih memilih untuk memakai nama Paulus, dengan maksud supaya ia bisa lebih diterima di kalangan orang yang bukan Yahudi (Staff 2021).

Tomas, salah seorang murid Yesus yang tidak percaya tentang kembangkitan Yesus sehingga mengatakan bahwa sebelum ia melihat bekas paku pada tangan Yesus dan mencucukan jari ke dalam bekas paku itu, dan mencucukan tangan ke dalam lambung Yesus maka ia sama sekali tidak percaya. Ketika Yesus menjumpai dia dan murid-murid yang lain pada suatu waktu ketika mereka sedang berkumpul di suatu rumah, maka iapun mengalami perubahan hidup menjadi percaya kepada Tuhan. Ia berkata : “Ya Tuhanku dan Allahku”. (Yoh. 20:24-29).

Dua orang murid dalam perjalan mereka ke Emaus, sedang bercakap-cakap perihal sesuatu yang sedang terjadi saat itu (kematian Yesus), ketika Yesus menampakan diri kepada mereka, awalnya mereka tidak mengenal Dia, sepertinya ada suatu yang menghalangi mata mereka. Namun ketika Tuhan Yesus mengambil roti, mengucapkan berkat lalu memecah-mecahkan dan memberikannya kepada mereka, seketika itu juga mata mereka terbuka sehingga mereka mengenal Dia. (Luk. 24:13-31).

Masih banyak kisah lain dalam Alkitab bahkan dalam kehidupan orang percaya saat ini yang merupakan bukti perubahan hidup pengikut Yesus ketika mengalami perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus yang telah dibangkitkan dari antara orang mati. Rasul Petrus mengatakan : “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan.” (1 Petrus 1:3).

Kuasa Kebangkitan Kristus Menghancurkan Musuh Kita.

Siapakah sesungguhnya musuh kita ?. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa musuh kita bukanlah darah dan daging, melainkan melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap, melawan roh-roh jahat di udara. (Ef. 6:12).  Lebih jelas dikatakan oleh Rasul Petrus bahwa kita harus sadar dan berjaga-jaga karena lawan kita yaitu si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Kita harus melawan dia dengan iman yang teguh, sebagaimana semua orang di seluruh dunia menganggung penderitaan yang sama. (I Petrus 5:8-9). Selanjutnya Rasul Paulus mengingatkan kepada kita bahwa musuh kita yang paling terakhir adalah maut. (I Kor. 15:26).  

Berita sukacitanya bahwa, semua musuh-musuh kita tersebut telah dihancurkan, telah dikalahkan oleh Kuasa Kebangkitan Kristus dari antara orang mati. !!!. I Kor. 15:55-57 berkata : “Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?" Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. " Demikian juga dalam kitab Wahyu, Tuhan Yesus berkata : Jangan takut !... Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut." (Wahyu 1:17b-18).

Kuasa Kebangkitan Kristus Memperkuat Iman Kita.

Selama lebih dari 3 tahun Yesus Bersama-sama dengan murid-murid-Nya, mengajar mereka perihal Kitab Suci, yang tentunya juga tentang bagaimana Ia akan menderita di Salib. Namun sejauh itu, mereka belum sepenuhnya mengerti bahkan mengenal siapa Yesus sesungguhnya. Simon Petrus yang sebelumnya ketika ditanyakan oleh Yesus perihal siapa diriNya, dengan tegas menjawab : “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup” (Mat. 16:16). Namun ketika Tuhan Yesus mengatakan bahwa Anak Manusia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan, bahkan dibunuh dan kemudian dibangkitkan pada hari ketiga, seketika itu Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, dan mengatakan bahwa hal itu kiranya dijauhkan Allah bahkan tidak akan menimpa Yesus. Maka Yesuspun menegor Petrus dengan keras dengan mengatakan “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan, karena memikirkan apa yang dipikirkan oleh manusia, bukan apa yang dipikirkan oleh Allah. (Mat. 16:21-23).

Bahkan ketika kematian Yesus, murid-murid seperti kehilangan arah hidup mereka. Mereka kehilangan harapan, sehingga mereka kemudian kembali menggeluti profesi mereka yang sebagian besar sebagai nelayan. Bahkan dikisahkan dalam Kitab Injil Yohanes, mereka berkumpul di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi. (Yoh. 20:19). Namun sesuatu perubahan besar terjadi pada mereka ketika kebangkitan Yesus dari antara orang mati, mereka kemudian mengerti Kitab Suci, dan akan perkataan yang Yesus sampaikan kepada mereka. Yoh. 2:22 berkata : “Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, barulah teringat oleh murid-murid-Nya bahwa hal itu telah dikatakan-Nya, dan merekapun percayalah akan Kitab Suci dan akan perkataan yang telah diucapkan Yesus.

Kuasa Kebangkitan Kristus telah menjadi suatu tema Injil yang diberitakan oleh Para Rasul dengan berani. Rasul Petrus dan Yohanes setelah memberitakan bahwa dalam Yesus ada kebangkitan dari antara orang mati, yang kemudian membuat ribuan orang bertobat dan menerima Yesus, ketika diperhadapkan dalam sidang di Yerusalem, di hadapan Imam Besar Hanas dan Kayafas dan Aleksander serta semua yang termasuk keturunan Imam Besar, dengan gagah berani mengatakan bahwa dengan Kuasa Yesus Kristus yang telah disalibkan tetapi yang telah bangkit dari antara orang mati, orang itu telah disembuhkan. (Kis. 4:1-10). Rasul Paulus juga mempunyai sikap yang sama, dalam Suratnya yang kedua kepada Timotius, Rasul Paulus menulis : “Ingatlah ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku.” (2 Timotius 2:8).

Para Rasul sebagian besar telah menjadi martir, karena memberitakan Kuasa Kebangkitan Kristus. Mereka rela kehilangan nyawa mereka untuk mendapatnya dalam kehidupan yang kekal. Ini tentunya merupakan sebuah kekuatan iman yang teguh dalam Kristus. Rasul Paulus menuliskan kepada Jemaat di Korintus : “Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus. (I Kor. 15:17-18).

 

Referensi

LAI. 2021. Alkitab. Jakarta: Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia.

Staff, Catholic Answers. 2021. “Allah Mengubah Nama Saulus Menjadi Paulus?” Terang Iman.Com, June 9, 2021. https://terangiman.com/2021/06/09/allah-mengubah-nama-saulus-menjadi-paulus/.