Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, ST, STh, MAg.
(Dibuat sebagai salah satu persyaratan administrasi mengikuti Kuliah Doktor Ministry pada Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia - Jakarta).
1. Pengalaman Pertobatan
Kerinduan untuk
melayani Tuhan menjadi semakin menyala ketika saya bertobat, memberi diri
dibaptis dan merasakan benar-benar lahir baru sebagai anak Tuhan. Itu terjadi
pada tahun 2001. Sebelumnya saya adalah salah seorang pemuda yang aktif
bersekutu bersama rekan pemuda lain pada salah satu gereja Protestan di Ambon,
sampai kerusuhan Ambon pecah dari tahun 1999 hingga kurang lebih 4 (empat)
tahun kemudian.
Saat terjadinya
kerusuhan Ambon, saya benar-benar merasa bahwa itu merupakan hari kiamat bagi
kami. Hidup menjadi betul-betul menakutkan, bingung, penuh kecurigaan, namun
disatu sisi terbit hal yang positif adalah bahwa dalam setiap kesempatan selalu
menyertakan waktu untuk mengingat Tuhan baik dalam doa, maupun dalam setiap
aktifitas sehari-hari yang sebagian besar hanya diisi dengan berjaga-jaga
dengan sesama saudara Kristen serta juga kaum muslim lainnya yang merupakan
mayoritas di Desa Kebun Cengkeh.
Perjumpaan
dengan penginjil yang berasal dari aliran pentakosta, terjadi beberapa bulan
sebelum tragedi kemanusiaan Maluku, di tempat Kaka Sepupu saya tinggal
seringkali dikunjungi oleh seorang hamba Tuhan dari salah satu gereja GBI yang
ada di Ambon, saya masih ingat namanya Pak Bram, meski sudah lupa marga beliau.
Hamba Tuhan yang setia ini, merupakan seorang pensiunan PNS di Kota Ambon, yang
juga mengabdikan dirinya untuk melayani pekerjaan Tuhan, mencari jiwa. Beberapa
kali beliau sempat bertemu dengan saya, karena sayapun seringkali dipanggil
oleh Kaka Sepupu saya ikut bersamanya mendengarkan kesaksian dan firman Tuhan
yang disampaikan oleh Pak Bram. Suatu waktu dalam konseling pribadi, beliau
menanyakan saya tentang perihal baptisan. Waktu itu saya dengan tegas
mengatakan bahwa saya telah dibaptis sewaktu masih kecil, dan saya rasa itu
cukup. Ketika beliau menjelaskan tentang baptisan dan meyakinkan kepada saya
bahwa saya perlu dibaptis selam, sayapun dengan tegas menolaknya, dengan alasan
bahwa orang Pentakosta lainnya yang telah dibaptis selampun hidup mereka tidak
pernah berubah, bahkan ada yang sama sekali tidak menunjukkan kesaksian untuk
memuliakan Tuhan. Prinsip ini tetap saya pegang teguh sampai kami akhirnya
tidak bisa lagi bertemu karena kerusuhan Ambon, sayapun tidak pernah lagi
mendengar berita dari Pak Bram.
Rupanya benih
firman yang disampaikan oleh Pak Bram, tidaklah sia-sia. Beberapa tahun
kemudian, saya berjumpa lagi dengan hamba Tuhan / Penginjil lainnya yang juga
memberitakan pentingnya baptisan sebagai bukti ketaatan orang yang merasa
dirinya sebagai murid / pengikut Yesus. Meski sempat beberapa kali menolak
perihal baptisan ulang, akhirnya sayapun memutuskan untuk mempelajari perihal
baptisan tersebut, sampai-sampai saya membeli suatu buku Tafsiran Alkitab Masa
Kini Jilid III Matius – Wahyu yang diterbitkan oleh Yayasan Komunikas Bina
Kasih/OMF (1999).
Dalam buku
tersebut, khususnya yang menafsirkan tentang Injil Matius 19:14 yang pada
umumnya dijadikan oleh Gereja Protestan, sebagai dasar untuk melakukan baptisan
anak, pada halaman 104 dituliskan sebagai berikut : “Kata menghalang-halangi
(Yunani koluo) dipakai sebagai istilah teknis kemudian hari dalam hal baptisan
(bnd 3:14; Kis 8:36; 10:47). Tapi peristiwa ini sendiri bukanlah ketentuan
bagi baptisan anak-anak”. Selanjutnya dipertegas kembali dalam tafsiran Markus
10:13-16, dicatat pada halaman 159 sebagai berikut : “Beberapa ahli memberikan
kesan, bahwa inilah singgungan terhadap upacara baptisan di gereja pertama,
dimana pertanyaan, ‘apa yang menghalangi ?’ dapat diajukan sebelum seseorang
dibaptiskan, Bnd Kis. 8:36. Tapi perlu diperhatikan bahwa undangan Tuhan adalah
: Biarkan anak-anak itu datang, bukan biarkan mereka di bawa kemari”. Hal
inilah kemudian yang menjadi beban pikiran dalam hati saya : “Jika seorang
professor berlatar belakang Protestan, dan yang mendukung doktrin baptisan anak
/ baptisan percik mengatakan demikian, mengapa saya yang pada masa itu awam
tentang firman Allah masih tetap
bersikeras untuk mempertahankan doktrin tersebut. Setelah melalui perenungan
yang panjang dan beberapa hari, sayapun memutuskan untuk menemui hamba Tuhan
tersebut dan berdiskusi perihal kebenaran Doktrin Baptisan Selam dan Orang
Dewasa. Suatu kalimat kesaksian yang menyentuh hati saya waktu itu yang saya
ingat keluar dari mulut hamba Tuhan ini adalah : “Jika Yesus Kristus yang
adalah Allah berkehendak untuk memenuhi semua kehendak Allah, termasuk
baptisan, mengapa saya masih mau menolaknya. Hal ini begitu tertanam dalam hati
kecil saya, menjadi suatu perenungan yang serius, sampai pada akhirnya dengan
kesadaran yang sungguh saya memutuskan “Harus dibaptis selam, untuk mengikuti
kehendak Allah”.
Dengan kesadaran
seperti itulah saya kemudian bersedia untuk dibaptis, setelah melalui beberapa
kali pendalaman Alkitab perihal baptisan dan lahir baru, kemudian mengaku dosa
dan dilakukan doa untuk pelepasan, waktu itu saya benar-benar menangis
sampai-sampai saya tidak menyadari bahwa saya dalam keadaan menangis tersebut
selama berjam-jam, bahkan sampai turun ke dalam air laut untuk dibaptis. Ketika
saya keluar dari dalam air, mata hati saya waktu itu sangat bersukacita, meski
dengan mata yang masih tertutup saya melihat suatu cahaya yang sangat terang
turun memancar tepat ke mata saya, seperti dari langit yang terbuka. Saya
benar-benar yakin, bahwa Tuhan berkenaan mengampuni dosa saya, dan saya telah
lahir baru.
2. Pertumbuhan Iman
Pengalaman lahir
baru ini terus berlangsung, bahkan selama kurang lebih 4 (empat) tahun pertama
dalam perjalanan iman saya bersama Tuhan, saya benar-benar sedikitpun tidak mau
jauh dari Tuhan. Ibadah di tempat manapun ketika melibatkan jemaat kami, saya
terus hadir, setiap hari saya setia membaca Alkitab dengan pola yang
terstruktur dari Kitab Kejadian – Wahyu, sehingga selama masa tersebut, saya
telah menyelesaikan bacaan Alkitab selama 4 x berturut-turut. Saya benar-benar
haus akan kebenaran firman Allah, berbagai bacaan rohani menjadi konsumsi saya
setiap hari tanpa henti, kemudian setelah menikah dengan isteri saya, kamipun
sempat mengikuti pendidikan Alkitab yang diselenggarakan oleh Majelis Deaerah
GPSDI melalui program Sekolah Pekerja Kristus (SPK). Tentang program ini, kami
berdua mendapatkan Sertifikat Kelulusan.
Berbagai tugas
pelayananpun saya terima, mulai dari pemimpin puji-pujian (WL) sampai ke tugas
pemberitaan Firman Tuhan baik pada ibadah keluarga, ibadah umum pada hari
minggu, bahkan sampai beberapa kali saya diutus oleh Gembala Sidang Senior
untuk melakukan pelayanan Minggu di Pulau Haruku (suatu Pulau tersendiri yang
terpisah dari Pulau Ambon), sebab jemaat disana masih belum memiliki Gembala
Sidang, sehingga beberapa hamba Tuhan dijadwalkan bergantian melakukan
pelayanan Minggu ke sana.
Pengalaman
pelayanan di Kota Ambon ini berlangsung selama kurun waktu 2001 s/d 2011,
selanjutnya saya kemudian memutuskan untuk pindah tugas ke Pemerintah Kota
Bitung dan mulai berdias pada bulan Desember 2011. Selama masa tugas 4 tahun 4
bulan di Kota Bitung, saya masih tetap dipercayakan melayani pekerjaan Tuhan,
baik sebagai WL maupun sebagai pengkhotbah. Namun pelayanan ini kebanyakan
dilakukan di Pulau Siau, karena hampir setiap minggu saya pulang ke Siau,
bertemu dengan isteri dan anak-anak kami di sana. Setelah merasa mantap menetap
di Siau, sayapun akhirnya kembali mengurus pindah tugas di Pemerintah Dearah
Kab. Kepl. Siau Tagulandang Biaro, dan mulai berdinas di sana pada bulan April
2015. Sebulan kemudian dilantik sebagai Kepala Seksi Pertambangan dan Peralatan
Eksplorasi.
Kerinduan untuk
melayani tidak pernah sedikitpun surut dalam hati saya, pada tahun 2017 saya
kemudian diangkat dan ditahbiskan sebagai Pendeta Pembantu (Pdp) pada Gereja
Pantekosta Jemaat Solafide Talawid, kemudian Pendeta Muda (Pdm) pada Gereja
Pantekosta Jemaat Solafide Kapeta pada Tahun 2021, dan kemudian pada tahun 2022
tepatnya tanggal 27 Juli 2022 lalu saya diangkat dan ditahbiskan sebagai
Gembala Sidang Gereja Bethel Indonesia Jemaat Petra Talawid suatu jemaat yang
saya rintis dengan pertolongan Tuhan, dalam status Pendeta Muda.
Syukur kepada
Tuhan selaku pemilik pelayanan ini, selama masa kurang lebih 1 (satu) tahun
saya memegang jabatan Gembala Jemaat GBI Petra Talawid, berbagai pelayanan
penggembalaan telah saya lakukan, diantaranya : 2 (dua) kali melakukan
pernikahan, 3 (Tiga) kali melakukan pelayanan baptisan, 2 (dua) kali melakukan
pelayanan penyerahan anak, 2 (dua) kali memfasilitasi pelayanan KKR dengan
pembicara dari luar daerah, serta berbagai pelayanan lain dalam jemaat local.
Dengan pertolongan Tuhan, saat ini anggota jemaat yang Tuhan percayakan kepada
kami telah bertumbuh hingga 8 (delapan) KK, sehingga kami sedang berupaya untuk
mengembangkan pelayanan melalui pembangunan gedung gereja baru dengan kapasitas
yang lebih besar dari tempat ibadah yang ada sekarang, yang masih memakai bekas
garasi mobil kami. Semuanya ini tentunya merupakan suatu pengalaman pertumbuhan
iman yang sumbernya berasal dari Tuhan selaku pemilik kehidupan ini.
3. Pertumbuhan Intelektual
Kerinduan untuk
menambah pengetahuan di bidang teologi akhirnya terpenuhi setelah kami
sekeluarga pindah domisili di Kampung halaman saya di Siau – Sulawesi Utara.
Sekolah Tinggi Teologi Rumah Murid Kristus (STT RMK) Bitung, telah beberapa
kali melakukan sosialisasi Program Off Campus, namun saya baru berkesempatan
mengikutinya pada tahun 2018. Meskipun saya telah memegang ijazah Sarjana
Teknik, namun kerinduan untuk menempuh pendidikan setingkat S1 Teologi bagi
saya adalah merupakan suatu kesempatan yang baik. Awalnya yang mendorong saya
masuk kuliah adalah salah seorang teman saya yang kemudian hari menjadi Gembala
Sidang pada salah satu gereja GBI di wilayah kami. Saya yang waktu itu sedang
mempersiapkan diri untuk mengikuti kuliah Pasca Sarjana di Universitas Terbuka,
kemudian lebih memilih untuk menempuh pendidikan S1 Teologi pada STT RMK Bitung
ini. Selama 4 (empat) tahun kami belajar, dengan system pembelajaran Off Campus.
Saya akhirnya dapat menyelesaikan pendidikan dan kemudian diwisuda pada
September tahun 2022 dengan hasil Sangat Memuaskan. Di sementara saya
menyelesaikan pendidikan S1 Teologi di STT RMK Bitung ini, pada tahun 2021 saya
mendaftar sebagai Mahasiswa pada Program Studi Magister Pastoral Konseling
Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia, dan diterima di STT BI sebagai
mahasiswa baru dengan mempergunakan ijasah S1 Teknik. 2 (Dua) tahun belajar di Program Studi
Magister Pastoral Konseling, akhirnya pada bulan Juli 2023 yang baru lalu saya
berhasil mempertahankan Tesis dengan judul Faktor Perceraian Suami Isteri dalam
Rumah Tangga Kristen di Kab. Kepl. Siau Tagulandang Biaro (Suatu Pendekatan
Melalui Methode Mix Method) dengan nilai A.
Kerinduan untuk
terus menambah pengetahuan dalam bidang kerohanian terus bergaung dalam hatiku,
sehingga pada saat ini di tahun 2023 ini, saya dengan penuh keteguhan iman,
dengan berbagai pertimbangan yang matang, memilih untuk kembali mengikuti
pendidikan pada jenjang Strata 3 melalui STT BI Program Studi Doktor Ministri.
Kerinduan yang sudah bulat ini, dengan disertai doa kepada Tuhan Yesus Kristus
sebagai Kepala Gereja tentunya membuat saya yakin akan mampu menyelesaikannya
pada waktu yang tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar