Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, ST, STh.
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tak dapat dipungkiri, bahwa kehadiran Denominasi Gereja Pentakosta dan kharismatik
baik di Indonesia maupun di dunia, sejak awal kemunculannya sampai sekarang, dari tahun ke
tahun terus mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan.
Allan Anderson memberikan gambaran bagaimana pertumbuhan Pentakosta selama
seratus tahun terakhir sebagai berikut : pada tahun 1970 populasi Pentakosta – Kharismatik
berkisar 74 juta atau sekitar 6% dari seluruh populasi kekristenan di dunia. Pada tahun 1977
Pentakosta – Kharismatik mengalami perkembangan yang pesat kira-kitra 497 juta atau 27 %
dari seluruh populasi Kristen dunia lebih besar dari Protestan dan Anglikan. Barret
memperkirakan pada tahun 2025 Pentakosta-Kharismatik akan mencapai 1.140 Juta atau 44%
dari total orang Kristen di seluruh dunia. (Fredy Simanjuntak, 2019).
Pada tahun 2011 Forum Pew memperkirakan bahwa ada sekitar 2.184.060.000 populasi
Kristen di seluruh dunia dimana sekitar 584.000.000 diantaranya adalah gabungan dari
gerakan pentakosta-karismatik, sedangkan kaum Injili berada pada angka 285.480.000.
Di Indonesia, gerakan ini sangat penting dalam dekade terakhir.
Jan Aritonang
sejarahwan dan teolog Protestan memberikan pujian atas dampak gerakan Pentakosta secara
global. Ia menyebut Pentakosta merupakan satu diantara berbagai aliran gereja yang
kemunculan dan perkembangannya paling spektakuler pada abad ini. (Fredy Simanjuntak).
Banyak teori yang menyebutkan faktor pendukung pertumbuhan gereja seperti : doa,
penyembahan, tujuan, diagnosis, prioritas, perencanaan, penyusunan program, kepemimpinan,
penginjilan, dsb (Jenson, Ron & Stevens 1996). Sikap gembala jemaat menjadi faktor yang
tidak dapat dipisahkan dalam pertumbuhan gereja. (Hermanto 2021). Selain itu, karunia-karunia Roh Kudus sebagai faktor pendorong (promoting factor) dalam pertumbuhan gereja.
(Asin 2011). Demikian juga (Peters 2002) menyebutkan bahwa dimensi pertumbuhan Gereja
ditentukan oleh ibadah kepada Allah, pelayanan di tengah-tengah persekutuan,
konseptualisasi Alkitab, penginjilan kepada kelompok masyarakat, mengakomodasi tuntutan
lingkungan, memperkenalkan gaya hidup kristiani kepada masyarakat, proklamasi Injil ke
seluruh dunia, dan lain-lain sebagainya.
Namun dalam tulisan ini penulis menguraikan factor yang sangat menentukan dalam
pertumbuhan gereja khususnya di kalangan gereja Pentakosta sebagaimana fenomena yang
telah disebutkan diatas, yakni tentang Spiritualitas Pentakosta yang sampai saat ini menjadi
cirri khas yang sangat menarik dalam memberikan pengaruh kepada umat / masyarakat
sehingga telah menjadi cikal bakal pertumbuhan gerakan Pentakosta di gereja lokal.
Hipotesa
Penulis menarik hipotesis penelitian ini bahwa Spiritualitas Pentakosta Merupakan
Faktor Pendorong Pertumbuhan Gereja khususnya Gereja Beraliran Pentakosta. Penulis
melakukan penelitian yang bersifat studi kepustakaan, yakni mengadakan penelitian dengan
perbandingan beberapa pustaka yang terkait dengan penulisan.
Tujuan
Melalui tulisan ini penulis berharap agar dapat memberi motivasi kepada para hambahamba Tuhan tentang pentingnya menyertakan spiritualitas Pentakosta dalam setiap
pelayanan, sehingga akan berdampak kepada pertumbuhan gereja yang sedang digembalakan.
II. PERTUMBUHAN GEREJA
Gereja Harus Bertumbuh
Dalam Alkitab tidak pernah dijelaskan adanya pertumbuhan gereja, selain dari yang
diungkapkan oleh Lukas dalam Kisah Para Rasul. Saat jemaat mula-mula terbentuk, ungkapan
Lukas mengenai pertumbuhan gereja adalah pertambahan jumlah (Kis. 2:47). Sedangkan
pengertian yang ditunjukkan oleh I Korintus 3 tidak mengarah pada pertambahan jumah,
melainkan pada perkembangan diri. Tanpa pertambahan jumlah orang yang diselamatkan,
sebuah gereja tidak akan disebut bertumbuh. Pertambahan jumlah orang yang diselamatkan
tidak akan terjadi tanpa peningkatan jumlah pengunjung gereja. Dengan demikian, indikator
pertumbuhan gereja adalah pertambahan jumlah pengunjung gereja setiap Minggu.
Gereja harus bertumbuh tanpa batas, karena gereja dihidupi oleh Roh Allah yang tidak
terbatas. Sebagaimana Roh Allah itu tidak pernah sakit atau bahkan mati, gereja juga tidak
boleh sakit, apalagi mati. Sebab sebagaimana kematian manusia dikarenakan tubuh yang
ditinggalkan roh, demikian pula kematian sebuah gereja menunjukkan bahwa tubuh gereja
tersebut tidak lagi didiami oleh Roh Allah. Oleh karena itu kita harus terus menjaga agar
gereja harus terus bertumbuh, artinya menjaga Roh Allah terus ada dalam tubuh gereja.
Defenisi Pertumbuhan Gereja
Kata pertumbuhan, berasal dari kata tumbuh. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
tumbuh berarti : Timbul dan bertambah besar atau sempurna; sedang berkembang (menjadi
besar, sempurna); timbul, terbit, terjadi. Para pakar Pertumbuhan Gereja mendefinisikan
’pertumbuhan gereja’ sebagai berikut :
- Ron Jenson dan Jim Steven dalam bukunya Dinamic of Church Growth menyatakan:
”Pertumbuhan gereja adalah kenaikan yang seimbang dalam kuantitas, kualitas dan
kompleksitas organisasi sebuah gereja lokal”. Definisi ini menekankan keseimbangan
antara tiga komponen, yaitu: kuatitas, kualitas dan kompleksitas organisasi agar gereja
bertumbuh dengan sehat.
- C. Peter Wagner dalam bukunya Your Church Can Grow menyatakan: “Pertumbuhan
gereja adalah segala sesuatu yang terlibat dalam membawa pria dan wanita yang tidak
memiliki hubungan pribadi dengan Yesus Kristus masuk ke dalam persekutuan denganNya ke dalam keanggotaan gereja yang bertanggung jawab”.
- Donald Mc Gavran merumuskan Pertumbuhan Gereja sebagai ”segala sesuatu yang
mencakup soal membawa orang-orang yang tidak memiliki hubungan pribadi dengan
Yesus Kristus ke dalam persekutuan dengan Dia dan membawa mereka menjadi
anggota gereja yang bertanggung jawab”.
- George W. Peters dalam bukunya A Theology of Church Growth memberikan
pengertian bahwa Pertumbuhan Gereja adalah sesuatu yang sesuai dengan realitas ilahi.
Fakta Pertumbuhan tersebut dapat dibaca dalam Lukas 2:40, 52; Matius 13:31-32;
Efesus 4:16; Wahyu 5:9; I Korintus 3:9, 16. Pertumbuhan tersebut mencakup kuantitas
dan kualitasnya yang menunjukkan adanya perilaku pertumbuhan secara: biologis,
spontan, terencana dan melalui krisis khusus.
Jenis Pertumbuhan Gereja
Pertumbuhan Gereja dapat dikategorikan menjadi 2 (dua), yakni Pertumbuhan
Kuantitatif dan Pertumbuhan Secara Kualitatif.
1. Pertumbuhan Kuantitatif
Pertumbuhan Kuantitatif adalah pertumbuhan gereja dalam segi penambahan jumlah
organik atau umat yang ada didalam gereja Tuhan, gereja tidak akan bisa disebut bertumbuh
ketika gereja tidak menampakkan pertambahan dalam jumlah anggota jemaat bahkan
sekalipun gereja itu memiliki gedung besar, banyak uang dan beragam kegiatan pelayanan,
seorang Ahli yang mempelajari strategi pertumbuhan bernama Michel Griffits berkata “kita
tidak bisa membangun Bait baru tanpa menambah jumlah batu-batu hidup.” Maka indikator
gereja yang bertumbuh secara kuantitatif dalam mengemban amanat agung Tuhan Yesus bagi
kita, dapat dilihat dari bertambahnya jumlah orang percaya yang menjadi selamat hasil dari
pelayanan misi Gereja Tersebut.
Menurut Pdt. Dr. Sukirman terdapat 3 pertumbuhan gereja yang oleh penulis
dikategorikan sebagai pertumbuhan kuantitatif, yakni : Pertumbuhan Biologis, Pertumbuhan
Migrasi dan Pertumbuhan Alamiah.
1) Pertumbuhan Biologis
Satu-satunya alasan Pertumbuhan Biologis adalah faktor keluarga yang bertambah
jumlahnya, baik melalui adopsi maupun melalui kelahiran. Artinya, pertambahan
anggota keluarga secara otomatis menyebabkan pertumbuhan gereja dalam hal jumlah
jemaat. Pertambahan jumlah jemaat ini terjadi dengan perlahan tetapi pasti.
2) Pertumbuhan Migrasi
Pertambahan jumlah jemaat yang disebabkan oleh perpindahan atau migrasi. Seseorang
yang mengalami perpindahan tempat kerja akan mencari gereja di tempatnya yang baru;
danbagi gereja tersebut berarti terjadi Pertumbuhan Migrasi. Pertumbuhan Migrasi juga
dapat disebabkan oleh pernikahan, yakni orang Kristen yang menikah dan bergabung
dengan gereja pasangannya. Saat ini fenomena Pertumbuhan Migrasi terlalu sering
terjadi. Banyak anggota jemaat berpindah ke gereja lainnya dalam satu kota karena
berbagai faktor, misalnya kejenuhan dan mewahnya tempat ibadah yang baru. Alasan
yang paling umum adalah tidak adanya penyelesaian permasalahan mereka di dalam
gereja lama. Pertumbuhan Migrasi dalam satu kota dengan alasan demikian membuat
gereja tidak sehat; gereja tujuan bertambah jumlah pengunjung dengan pertambahan
masalah baru, sementara gereja asal mengalami stagnasi, bahkan kemungkinan mati.
Pertumbuhan Migrasi demikian sangat tidak dianjurkan
3) Pertumbuhan Alamiah
Pertambahan jumlah pengunjung gereja secara tetap dari orang-orang yang sebelumnya
tidak bergereja, atau setidaknya mereka yang sudah lama tidak mengunjungi gereja
karena tidak memiliki gereja yang dikunjungi setiap Minggunya. Biasanya mereka
sangat tidak tertarik untuk datang menghabiskan waktu dengan mendengar ceramah dan
nyanyian berulang-ulang yang membosankan. Atau mungkin mereka adalah seorang
Atheis. Mungkin juga mereka berasal dari iman yang lain.
Pertumbuhan gereja yang
Alamiah seperti ini tidak mudah terjadi jika tidak ada faktor pendorongnya. Jarang
sekali orang dapat mengalami perubahan hidup tanpa faktor pencetus (promoting
factor). Berbagai buku, termasuk Alkitab, menuliskan bahwa Pertumbuhan ini terjadi
setelah pengalaman Pentakostalisme; atau adanya gerakan dari Pentakosta, seperti
kesembuhan ilahi, exorcisme, dan pemulihan kualitas hidup terjadi; sehingga diketahui
bahwa faktor pengaruhnya adalah kuasa supranatural.
2. Pertumbuhan Kualitatif
Pertumbuhan Kualitatif adalah pertumbuhan yang dihasilkan berdasarkan hubungan
pribadi dengan Roh Kudus, hal pertumbuhan Kualitas sangat dilihat kepada kasih yang timbul
dari persekutuan umat Tuhan didalam gereja yang bermisi. Pertumbuhan gereja dalam hal
kualitatif ini dapat terlihat kedewasaan rohani yang dibuktikan dari perbuatan, perkataan dan
tindakan berdasarkan karakter Kristus.
III. SPIRITUALITAS PENTAKOSTA
Dasar Spiritualitas Pentakosta
Kaum Pentakostal lahir pada masa di mana Gereja-Gereja telah terjebak kepada
formalisasi, doktrinisasi, dan pe-metode-an penghayatan iman kepada Yesus Kristus, serta
absennya pengalaman yang dinamis dengan Roh Kudus. Itu sebabnya mengapa tekanan
utama kaum Pentakostal awalnya bukan sekedar kaum Pentakosta dalam pengertian
denominasional, tetapi juga pada gerakan pietisme John Wesly bersaudara yang melahirkan
Metodis maupun Jacob Spenser adalah suatu penghayatan dan pengalaman hidup, sederhana,
spontan, dan komitmen untuk menghidupi firman, menjadi akar bagi spiritualitas Pentakosta.
Roh Kudus mendapat tempat yang khusus dalam seluruh pembicaraan mengenai
spiritualitas Pentakosta. Bahwa baptisan Roh Kudus sebagai sebuah symbol dari
pemberdayaan pelayanan dan permulaan bagi seseorang yang dimampukan untuk berjalan
dalam kebenaran. Kaum pentakostal merasa bahwa apa yang dialami oleh para rasul bukanlah
pengalaman yang telah berhenti setelah kanonisasi Alkitab.
Dasar teologi Pentakosta adalah baptisan Roh Kudus. Gagasan ideal kaum Pentakostal
adalah bahwa menjadi Pentakosta berarti seseorang mengindentifikasikan diri dengan
pengalaman yang terjadi pada para pengikut Kristus pada hari Pentakosta, yaitu dipenuhi
dengan Roh Kudus. Baptisan Roh Kudus ini sebagai titik penting bagi kaum Pentakosta, yang
dipahami sebagai momentum yang bukan hanya sebagai pemberdaya (empowerer) orang
percaya bagi pelayanan, tetapi juga mulainya pengalaman berkelanjutan akan karya Roh
Kudus dalam pertumbuhan dan kehidupan kontempaltif. Kaum Pentakostal percaya bahwa
Allah memberikan kepada tiap-tiap orang karunia-karunia (I Kor. 12) dan jawatan (office)
dalam Tubuh Kristus itu seperti nabi, rasul, gembala, penginjil, dan guru (Ef. 4) sebagai
sarana untuk membawa jemaat bukan hanya terlibat dalam pelayanan, tetapi juga menjadi
dewasa dalam spiritualitasnya.
Defenisi Spiritualitas Pentakosta
Junifrius Gultom berpendapat bahwa Spiritual Pentakosta didudukan atas dasar kata
“Spiritualitas” itu sendiri yang bersifat Umum, baik dalam Agama maupun Kepada Orang
Yang Tak Berkeyakinan Kepada Yang Absolut versi Pemeluk Agama. Spiritualitas
Pentakosta Share in Common (sepakat) merupakan bagian-bagian dari Spiritualitas Kristen
pada Umumnya, namun gagasan yang khas dalam Spiritulaitas Pentakosta adalah menyangkut
Hermeneutik Pentakosta yang membentuk dogmanya, tradisinya, pengalaman pribadi,
komunitas kekinian, serta konteks luas dimana kaum pentakosta hidup. “Spiritualitas
Pentakosta” adalah suatu pengalaman hidup dari konfigurasi khusus ajaran-ajaran, praktikpraktik dan sensibilitas yang meletakan orang percaya pada suatu hubungan yang
berkelanjutan dengan Roh Kudus.
Tentang Spiritualitas Pentakosta, Steven J. Land menegaskan tesis awalnya yaitu Core
Integratif dari Spiritualitas Pentakosta adalah mengenai : Kebenaran, kekudusan, dan kuasa
Allah yang berkorelasi dengan afeksi-afeksi apokaliptik khas. Antara Teologi dan Spiritualitas
mesti berkorelasi, itulah sebabnya pentingnya Roh Kudus sebagai titik awal bagi suatu
pendekatan pentakostal yang khas kepada teologi sebagai spiritualitas.
Senada dengan itu, Simon Chan menyatakan bahwa Teologi yang sejati muncul dari
pengalaman dengan Allah dan Yesus Kristus. Teologi yang benar harus menghasilkan
doxology atau lagu pujian selain teologi rohani, membentuk arah bagi pertumbuhan dan
perkembangan kehidupan yang supernatural.
Penekanan Spiritualitas Pentakosta
Menurut Gernaida Pakpahan dalam Marthina Novalina (2020), Dalam spiritualitas
pentakosta, ada beberapa penekanan yang diberikan; yang nampak dari karakteristik gereja
Pentakosta itu sendiri, antara lain:
- Lebih menekankan peranan Roh Kudus dalam kehidupan sehari-hari.
- Tata laksana liturgi yang lebih sederhana, lagu rohani yang digunakan lebih modern.
- Mengijinkan keterlibatan kaum perempuan dan kaum awam dalam pelayanan.
- Panggilan pertobatan dan hidup dalam kesucian.
- Menekankan panggilan untuk menjadi saksi hingga ke seluruh dunia sebagai bentuk
tanggungjawab terhadap respon eskhatologis.
- Memberi tempat untuk nubuat, bicara dalam bahasa roh sebagai bentuk nyata baptisan
Roh Kudus.
- Memberi kepedulian terhadap isu-isu social, keadilan, ekonomi, politik, ras, budaya, dll.
- Komitmen yang kuat terhadap pelayan praktis di gereja local.
Sehingga ketika berbicara mengenai spiritualitas Pentakosta, maka tidak bisa tidak,
beberapa karakteristik di atas akan tercakup didalamnya.
GEREJA LOKAL
Pengertian Gereja Lokal Menurut Dr. Th. Van den End, Gereja lokal adalah
persekutuan orang-orang percaya yang lahir baru oleh Firman dan Roh Kudus di suatu
tempat. Gereja Lokal dapat juga disebut dengan gereja setempat. Martin B. Dainton dalam
bukunya yang berjudul Gereja Milik Siapa, mengungkapkan bahwa istilah gereja lokal
menunjuk pada sidang jemaat setempat dan bukan sekali kali pada aliran atau denomonasi
gerejani.
Gereja lokal bukanlah menunjuk kepada suatu aliran atau denominasi gereja. Aliran
dan denominasi gereja merupakan akibat dari perbedaan pemahaman tentang penafsiran
kebenaran Firman Tuhan dan berbagai kepentingan.
Sebelum terjadi perpecahan dalam gereja, sudah terdapat suatu istilah gereja lokal.
Gereja lokal menunjuk kepada persekutuan orang-orang percaya yang berkumpul pada tempat
atau kota tertentu. Alkitab menyebutkan tentang kumpulan orang-orang percaya atau Gereja
setempat diantaranya gereja di Yerusalem (Kisah 8 : 1; Kisah 11 : 22), Gereja di Korintus (I
Kor. 1,2; II Kor. 1 :1). Dengan demikian gereja lokal merupakan suatu persekutuan orang
orang yang percaya kepada Tuhan Yesus dalam suatu kehidupan baru dan berkumpul dalam
suatu lingkup tempat tertentu.
IV. DAMPAK SPIRITUALITAS PENTAKOSTA BAGI PERTUMBUHAN GEREJA
LOKAL
Berbagai karunia Roh Kudus yang diberikan setelah peristiwa Pentakosta telah
mendatangkan pertumbuhan gereja Yerusalem demikian pesatnya. Hal yang sama juga terjadi
setelah peristiwa Pentakosta Modern di Azusa Street. Sampai hari ini, manifestasi berbagai
karunia-karunia Roh Kudus terus terjadi dan menghasilkan pertumbuhan gereja yang
spektakuler.
Steven Talumewo, menyebutkan setidaknya terdapat 10 factor yang menyebabkan
Gerakan Pentakosta berkembang pesat, yakni : (1) Hal-hal Supernatural atau Mukjizat, (2)
Sifat nondenominasi, (3) Kesederhanaan, (4) Misi dan Pekabaran Injil, (5) Kebaktian massa
dan kesembuhan ilahi, (6) Literatur, (7) Musik dan pujian, (8) Pengharapan, (9) Urapan Allah
dan (10) Berkorban.
Schwarz dan Schalk menuliskanbahwa Roh Kudus adalah Pribadi yang menginspirasi
ibadah dalam gereja dan membawa pertambahan jumlah pengunjung gereja. Mereka dengan
tegas menyatakan bahwa pertumbuhan kuantitatif adalah pekerjaan Roh. Manusia atau para
pelayan mendapat bagian untuk bekerja dan membangun bagian kualitatifnya.
Dampak Spiritualitas Pentakosta dalam pertumbuhn gereja local sebagaimana
dimaksud, diantaranya dapat diuraikan melalui contoh kesaksian sebagai berikut :
Doa Puasa dan Peperangan Rohani.
Keberhasilan Thomas Muthee memenangkan kota Kiambu, Kenya, bagi Kristus adalah
contoh pekerjaan pelayanan yang dilakukan bersama Roh Kudus, seperti dituturkan Peter
Wagner dalam bukunya Berdoa Dengan Penuh Kuasa. Dikisahkan oleh Direktur Fuller
Seminary ini bahwa pelajaran Church Planting (Perintisan Gereja) tidak banyak membantu
dalam peperangan memenangkan kota ini. Beberapa Perndeta telah pulang dengan kegagalan.
Kemenangan Thomas hanya terjadi setelah ia dan isterinya berpuasa selama 6 bulan. Tuhan
menunjukkan kepada mereka bahwa kota tersebut telah dikuasai oleh roh perdukunan (witch-craft). Setelah doa peperangan untuk menghancurkan roh-roh jahat perdukunan di udara,
Thomas dan isterinya mulai melakukan penginjilan dan mereka berhasil memenangkan kota
ini.Sebuah gerakan doa yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Artinya karunia Roh Kudus yang
diberikan kepada Thomas Muthee adalah berdoa dengan penuh kuasa dan Thomas Muthee
memenangkan Kiambu Kenya bagi Kristus.
Mujizat / Kesembuhan Ilahi
Dalam buku yang berbeda, Peter Wagner juga mengisahkan beberapa penginjilan yang
berhasil di Amerika Latin. Sebuah cerita penginjilan yang dahsyat terjadi di Mexico City.
Seorang anak laki-laki berumur 12 tahun menderita lumpuh, bisu dan tuli. Orang tua si anak
tersebut pergi kepada seorang penginjil, Ausencio Gonzalez, untuk meminta agar anak
mereka didoakan. Ketika mereka sampai di rumah sakit tempat si anak tersebut dirawat,
petugas rumah sakit melarang mereka melakukan ritual doa secara Pentakostal, karena takut
mengganggu pasien lain. Ausencio mengajak mereka keluar dan berhenti di pintu masuk
stasiun kereta bawah tanah yang ramai. Ausencio Gonzalez memberitahukan kepada umum
bahwa Tuhan akan menyembuhkan anak tersebut meskipun para dokter di rumah sakit tidak
bisa melakukan apa- apa, bahkan mengatakan bahwa si anak tidak memiliki harapan untuk
sembuh. Pada waktu mereka selesai berdoa, Ausencio berkata, “Berdiri!” Ayah anak itu
memberi tanda sebab anak itu tuli. Anak itu berdiri dan keluar dari kursi roda! Ia sembuh.
Namun, ia belum bisa berbicara dan tidak bisa mengatakan apa yang ia rasakan. Sekali lagi
Ausencio berdoa dan meminta Tuhan mengangkat keadaan tuli dan bisu anak tersebut.
Seketika anak itu memanggil, “Mama,” dan “Papa”, kemudian mereka mengajarnya
menyayikan lagu “Cristo viene muy pronto”.
Banyak orang yang ada di jalan keluar stasiun
kereta bawah tanah tersebut menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pada saat itu
juga, setelah mereka menyaksikan mukjizat yang hebat itu. Beberapa dari mereka berlari ke
rumah sakit dan membawa kawan- kawan serta sanak keluarga mereka yang sakit dan sedang
dirawat di rumah sakit itu, agar didoakan Ausencio Gonzalez. Seorang pria berusia 36 tahun
menderita penyakit jantung parah. Para dokter menyarankan operasi jantung sebagai satu-satunya jalan keluar dari kemungkinan kematian. Kelompok Ausencio lalu berdoa baginya,
setelah ia mau menerima Kristus dalam hidupnya. Ausencio menuntunnya berdoa dan ia
berteriak dengan penuh keyakinan, “Aku sudah sembuh!” Sebagai batu uji, Ausencio
menyuruhnya berlari cepat dan kembali segera dan ia melakukannya tanpa rasa sakit. Ia
sembuh seketika tanpa kardiogram!
Pengusiran Setan
Derek Prince menceritakan bagaimana karunia pengusiran setan telah membawa
pertambahan jumlah pengunjung gerejanya. Dia yang adalah seorang Injili dari kalangan
Baptis,diberi mandat untuk melakukan pelayanan exorcisme. Ketika itu, salah seorang kerabat
temannya mengalami kerasukan yang membanting-banting tubuh sang korban. Karena satu-satunya pendeta yang hadir di situ, ia merasa terpanggil untuk melakukan pengusiran setan.
Akhirnya pelayanan exorcisme berjalan dengan sangat sukses. Dari pengalaman pertama ini,
Tuhan kemudian membawanya ke dalam berbagai pengalaman pelayanan exorcisme dan
occultisme yang lebih dahsyat. Dengan itu juga ia mengajarkan bahwa pengusiran setan tidak
memiliki pola tertentu dan sama sekali tidak membutuhkan pengetahuan, kecuali iman dan
nama Yesus yang penuh kuasa. Pelayanan ini akan menghasilkan jiwa-jiwa yang lebih
sungguh-sungguh mengasihi Yesus.
Karunia Bernubuat
Bickle dan Sullivant justru merangsang pembacanya untuk mengembangkan karunia
bernubuat. Mereka menjelaskan pertumbuhan jemaat muda dewasa yang spektakuler di gereja
mereka disebabkan karena gereja mereka diperlengkapi Tuhan dengan karunia kenabian.
Ibadah mereka juga dirancang dengan desain yang serupa dengan ibadah yang dianjurkan
rasul Paulus untuk jemaat Korintus (I Korintus 14). Kegembiraan ibadah dimulai diawal yang
akan memudarberangsur-angsur dengan digantikan lagu-lagupenyembahan dan berakhir pada
pekerjaan Roh Kudus dalam nubuatan sebelum Firman Tuhan. Kesenyapan dan puncak
seluruh ibadah mereka adalah Firman Tuhan. Dalam hal ini justru mereka menunggu Tuhan
berbicara secara pribadi kepada mereka melalui nubuat sebelum Firman yang diteguhkan
dengan Firman Tuhan yang menjadi acara puncak.
Kuasa Doa dan Minyak Urapan
Tentang hal ini, penulis mempunyai kesaksian, salah satu diantaranya terjadi pada
Tahun 2004 ketika kami baru saja kembali ke rumah kami usai tragedi kemanusiaan Ambon.
Suatu sore, saya dan isteri serta kakak ipar kami yang juga adalah gembala sidang kami
sedang duduk di depan rumah kami, seorang pemuda teman saya melintas di depan kami.
Kami saling menyapa, diapun menceritakan keadaan penyakit kusta basah yang ia derita yang
membuat ia sangat tertekan, ia telah melakukan berbagai upaya penyembuhan baik secara
medis, tradisional, juga sudah didoakan oleh Pendeta dan Majelis Jemaat tempat ia bergereja,
namun tidak pernah membuahkan hasil yang diharapkan. Kamipun sepakat untuk mendoakan
dia, disediakan minyak kelapa dalam botol kecil (Lih. Yak. 5:14-16). Usai didoakan, iapun
diolesi dengan minyak yang telah kami doakan tersebut. Apa yang terjadi kemudian, pagi
harinya setelah bangun tidur, terdengar suara teriakannya yang nyaring sambil memuji Tuhan,
ia berlari ke rumah kami yang kebetulan hanya berjarak 15 meter dan menunjukkan dirinya
yang telah sembuh dari kusta basah yang ia derita. Hal ini telah membuat heboh lingkungan di
sekitar kami, ibadah pos pelayanan yang kami lakukan di rumah kami, dihadiri oleh banyak
warga yang kemudian memberi diri masuk dalam persekutuan bersama kami.
Masih terdapat banyak lagi kesaksian yang meyakinkan bahwa hal-hal yang terkait
dengan Spiritualitas Pentakosta itu sendiri memang merupakan suatu hal yang sangat
berdampak dalam mempengaruhi pertumbuhan gereja local, baik secara kuantitas maupun
kualitasnya.
V. PENUTUP
Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja, senantiasa mendambakan Gereja Tuhan
dapat terus bertumbuh dan berkembang. Matius 28:18-20, berkata seperti demikian : Yesus
mendekati mereka dan berkata: Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena
itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak
dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan
kepadamu, dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman. Pernyataan
kebenaran firman Allah ini, menjadi jelas sekali bahwa Yesus sangat menghendaki agar gereja/jemaat
bertumbuh. Alasannya sangat jelas, ”Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya
semua orang berbalik dan bertobat” (2 Ptr. 3:9).
Gereja yang adalah Tubuh Kristus tidak boleh mengalami stagnasi, apalagi penurunan
pertumbuhan. Gereja yang sehat dan hidup dicirikan dengan adanya pertumbuhan dan
perkembangan baik secara kualitas maupun kuantitasnya, sebagaimana Roh Allah itu tidak
pernah sakit atau bahkan mati, gereja juga tidak boleh sakit, apalagi mati.
Tidak dapat disangkal bahwa spiritualitas Pentakosta yang menekankan Baptisan Roh
Kudus dengan Karunia-Karunia Roh Kudus merupakan faktor yang sangat efektif dalam
memberikan dampak bagi pertumbuhan gereja-gereja local.
Dengan demikian setiap pemimpin gereja yang mengharapkan terjadinya pertumbuhan
dalam gerejanya, perlu tetap mempertahankan atau senantiasa mau menghidupkan
Spiritualitas Pentakosta dalam setiap pelayanan yang dilakukan di jemaatnya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
- Bickle, M. dan Sullivant, M (2000). Growing In The Prophetic (Mengembangkan Pelayanan
Profetik). Dit. Sarah IswantiTioso. Batam: Dospel Press.
- Dr. Steven H. Talumewo, M.Th. (2008). Sejarah Gerakan Pentakosta. ANDI – Yogyakarta.
- Fredy Simanjuntak (2019). Kontroversi Kegerakan Pentakosta Yang Ke Tiga (Third
Pentacost Movement Controversy). Artikel.
- Henry C. Thiessen (2015). Teologi Sistematika. BPK Gunung Mulia
- Johny Sumarauw dan Made Astika. Analisis Pendayagunaan Karunia-Karunia Roh Terhadap
Pertumbuhan Jemaat Gereja Pantekosta di Indonesia El Shaddai Makassar. Jurnal
JAFFRAY, Vol. 13, No. 1, April 2015.
- Junifrius Gultom (2015). Teologi Misi Pentakosta – Isu-Isu Terpilih. BPK Gunung Mulia
Lembaga Alkitab Indonesia (2002).
- Alkitab, Cetakan Kesepuluh. Penerbit Lembaga Alkitab
Indonesia. Jakarta
- Marthina Novalina (2020). Spiritualitas Orang Kristen Dalam Menghadirkan Kerajaan Allah
di Tengah Tantangan Radikalisme. Jurnal Teologi Kontekstual Indonesia. Vol. 1 No. 1 :
26 – 37.
- Pdt. Dr. Gunaryo Sudarmanto. Mitos Misi Pertumbuhan Gereja Masa Kini, Artikel.
Pew Research Center (2011). Global Christianity – A Report on the Size and Distribution of
the World’s Christian Population. https://www.pewforum.org/2011/12/19/global-christianity-exec/ (diakses 22 Desember 2021).
- Prince, D. (1998). Mereka Akan Mengusir Setan-setan (markus 16:17) Hal-Hal Yang Perlu
ANda Ketahui Tentang Setan – Musuh Yang Tidak Kasat Mata. Jakarta: Yayasan
Pekabaran Injil “Immanuel”.
- Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Penerbit Balai Pustaka. Jakarta.
- Schwarz, CA dan Schalk, C. Pertumbuhan Gereja Alamiah. Pedoman Penerapan Praktis. Dit.
Tan Mellisa dan Natalia W Sugiarto. TT: Metanoi, 2002:86
- Wagner CP (2000). Berdoa Dengan Penuh Kuasa, Seri Prajurit Doa. Jakarta Nafiri Gabriel.
- Wagner, CP. (2005). Pertumbuhan Gereja dan Peranan Roh Kudus.. Malang: Penerbit Gandum
Mas.
- Yohanes Liu. Karunia-Karunia Roh Kudus sebagai Faktor Pendorong (Promoting Factor)
Pertumbuhan Gereja. Artikel