Ditulis kembali dari buku : Pertambangan dan Geologi Kota Bitung, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kota Bitung, 2010.
Secara
umum Daerah Bitung dan sekitarnya disusun oleh batuan volkanik yang berumur
Kuarter (Qv) yang terdiri atas lava, bom, lapili dan abu yang sebagian kecil
ditutupi oleh endapan (Qs) yang terdiri atas pasir lanau, konglomerat dan
lempung napalan (EFENDI, 1976).
Berdasarkan
pemetaan geologi permukaan dan pendugaan reseistivitas bawah permukaan, maka
daerah Bitung umumnya disusun oleh batuan
volkanik dan volkaniklastik yang sebagian ditutupi oleh endapan
permukaan. Batuan-batuan ini dapat dikelompokan berdasarkan ciri litologinya kedalam
5 satuan :
1.
Satuan tufa-breksi
2.
Satuan lava
3.
Satuan tefra
4.
Satuan aluvium sungai
5.
Satuan aluvium pantai.
1. Satuan Tufa-Breksi
Satuan
tufa-breksi terdiri atas lava andesit, tufakasar-halus, tufa lapili
berbatuapung, breksi tufa lapili dan breksi. Pengelompokan batuan-batuan ini
dalam keadaan satu satuan didasarkan pada kesatuan ciri litologi yang
menunjukkan satu sumber dan proses pembentukan berupa kesamaan komposisi
mineral dan kelanjutan tatanan litologinya.
Satuan
tufa-breksi merupakan batuan terluas penyebarannya meliputi sebagian besar daerah
selidikan. Sebaran ini di bagian barat hingga kearah utara hingga membentuk
morfologi pebukitan, dan bagian tengah membentuk morfologi kerucut gunung api
Duasudara, sedangkan bagian selatan hingga ke arah timur umumnya membentuk
morfologi bergelombang dan pegunungan serta sebagian membentuk daratan.
Batuan-batuan
penyusunnya umumnya tersingkap di permukaan secara alami pada tebing alur
sungai dan pantai, sebagian lagi disingkap melalui penggalian untuk pembuatan
sumur gali dan penambangan bahan galian serta pemotongan punggungan bukit untuk
pembuatan ruas jalan, sedangkan batuan penyusun yang berada jauh dipermukaan
dilakukan melalui pendugaan resistivitas di atas permukaan dan pendugaan
potensial diri dapa lubang bor dalam
Batuan
lava andesit basaltis merupakan batuan beku ekstrusif di daerah ini yang
merupakan pencerminan jenis magma asalnya. Singkapannya sulit dijumpai di dalam
satuan tufa breksi ini, kecuali singkapan lava di sepanjang pantai utara
sekitar kaki lereng G. Tangkoko-Batuangus yang dikelompokan kedalam satuan
batuan tersendiri, karena memiliki sebaran yang cukup luas disekitar kerucut G.
Tangkoko.
Singkapan
lava andesit penyusun satuan tuva – breksi ini hanya dijumpai di hulu K.
Danowudu yang keberadaannya didukung oleh dugaan resitivitas dari atas
permukaan di sekitar Danowudo (GBT 1) yang menunjukkan adanya batuan jenis
ini pada kedalaman 14-30 meter di bawah
permukaan tanah setempat (bmt). Sedangkan disekitar Pinokalan (GBT 5) mulai
dijumpai pada kedalaman 32 meter (bmt) dengan nilai resistivitas yang tertinggi
10.000 Ohm.m. Korelasi kedua titik duga tersebut menguak adanya retas batuan
ini di antara batuan piroklastik yang dicirikan oleh adanya kesinambungan
litilogi bearah utara – selatan pada kedalaman tersebut. Namun ada gejala keidaksinambungan
ke arah timur dengan tidak dijumpai lava pada kedalaman tersebut pada titik
duga yang berdekatan (GBT 2). Hal ini ditunjukkan oleh penurunan harga
resistivitas (2.550 Ohm.m) yang ditafsir sebagai lapisan breksi pada kedalaman
sekitar itu (13 – 55 bmt). Sedangkan titik duga lainnya tidak menunjukkan
adanya jenis batuan ini, sehingga retas andesit ini ditafsir sebagai lidah lava
yang menjulur dari arah barat hingga berakhir disekitar Danowudu dan Pinokalan.
Petunjuk
lain tentang keberadaan batuan lava didapatkan dari logging sumur bor disekitar
Madidir Weru (SP 1) yang menujukkan adanya lava andesit mulai pada kedalaman 55
meter hingga kedalaman maksimum pemboran 60 m dengan nilai potensial diri 60
mV. Belum dapat ditafsir hubungan antara lava andesit disekitar Madidir Weru
ini dengan lava andesit yang ada disekitar Danowudu-Pinokalan, sebab kedalaman
maksimum titik duga resistivitas disekitar tersebut baru mencapai kedalaman
maksimum 47 m dengan resistivitas 300 yang ditafsirkan sebagai breksi disekitar
Wangurer Atas (GBT 9). Sedangkan titik duga yang lebih dalam lagi tidak
menunjukkan adanya jenis batuan tersebut, seperti yang tampak pada titik duga
disekitar Girian Atas (GBT 7 dan 8) yang mencapai kedalaman 65 – 110 m bmt dan
disekitar Manembo-nembo (GBT 13) yang mencapai kedalaman 87 m bmt yang hanya
memberikan nilai resistivitas 26 – 45 Ohm.m yang ditafsir tufa kasar – lapili.
Sedangkan
lava andesit penyusun satuan tersebut yang dijumpai ditebing barat lembah alur
K. Danowudu memperlihatkan struktur blok atau aa-lava yang dibatasi oleh
bidang-bidang rekahan berjarak 1 – 2 m yang sebagian memancarkan air tanah
sebagai mata air. Singkapan lain dapat dijumpai di hulu K. Kayuwale Kecil
sekitar Pinasungkulan yang diduga merupakan kelanjutan dari lidah lava yang
tersingkap di Danowudu tersebut. Singkapannya umumnya masih segar dengan warna
abu-abu gelap sebagai cerminan dari kandungan mineral umumnya plagioklas dan
piroksen sebagai fenokris berukuran halus – sedang (< 3 mm) yang tertanam
dalam masa dasar afanitis dalam kemasan tekstur porfiritis dan struktur masif.
Sebagian melapuk ringan sampai sedang membentuk tanah regolit pasiran hingga
sedikit lempungan dengan warna abu-abu kecoklatan sebagai cermin dari oksidasi
kandungan mineral mafiknya.
Sedangkan
tufa breksi sebagai batuan utama penyusun satuan tufa-breksi umumnya dapat
dijumpai disebagian besar daerah selidikan, singkapan paling luas dapat
dijumpai mulai dari potongang punggungan bukit untuk ruas jalan disekitar
Madidir hingga daratan abrasif Winenet, bandingkan dengan lava andesitis hanya
tersingkap di hulu K. Danowudu dan K. Kayuwale Kecil. Ciri singkapan
menunjukkan perselingan batuan volkaniklastik halus dan kasar yang berlapis
tipis hingga masif. Sedangkan pola sebarannya menunjukkan dominasi breksi tufa
lapili disekitar Danowudu hingga Batupi\utih, tufa kasar – lapili. Batuapung di
Tandurusa hingga Makawidey. Pola sebaran permukaan ini didukung oleh pola
sebaran bawah permukaan dari dugaan resistivitas yang menunjukkan adanya
dominasi breksi tufa lapili berbatuapung disekitar Pinokalan hingga
Manembo-nembo, dominasi breksi disekitar Girian Weru hingga Pinangunian dan
didominasi tufa halus kasar berbatuapung disekitar Girian hingga Aertembaga.
Singkapan
tufa – breksi memperllihatkan struktur berlapis tipis hingga masif
volkanikklastik halus yang berukuran abu (< 4 mm) dan volkanikklastik kasar
berukuran lapili - blok (4 – 250 mm). Batuan-batuan ini dalam keadaan segar
berwarna abu-abu terang hingga gelap sebagai cerminan kandungan mineral
andesistis yang umumnya berupa felspar, hornblenda dan piroksen dalam bentuk
pecahan kristal maupun kepingan gelas dan batuan. Lapikan sempurnanya membentuk
lapisan tipis tanah andosol yang berwarnas coklat kekuningan hingga kemerahan
sebagai tanah lempung lateritis yang meliputi hampir seluruh permulaan batuan.
Setempat dijumpai ubahan hidrotermal berupa lempungan kaolin yang berwarna
putih yang dijumpai dipotongan kaki lereng bukit sekitar Pinasungkulan.
Tufa
halus dan kasar masing-masing disusun oleh pecahan kristal felspar dan piroksen
yang berbentuk menyudut dan berukuran abu halus (< 0,06 mm) dan abu kasar
(0,06 – 4 mm).) Butiran kristalnya tersebar merata di dalam gelas volkanik
dengan kemasan tekstur klastik halus yang terpilah baik. Kehadiran fragmen
batuan andesit balatis berwarna abu-abu gelap dan batuapung berwarna abu-abu
terang dan berstruktur vesikular yang berukuran lapili ( 64 mm) dalam jumlah
yang cukup banyak (60 %) di dalam kemasan batuan tufa ini menyebabkan pilahan
butirannya memburuk dan membentuk tufa lapili. Fragmen batuapung menunjukkan
struktur bersusun terbalik, sedangkan batuan andesit bersusun normal akibat
mekanisme jatuhan material piroklastik eksplosif.
Breksi
tufa lapili merupakan tufa lapili dengan kandungan yang proporsional (30 – 60
%) antara fragmen berukuran lapili (< 64 mm) dan blok (> 64 mm), lebih
dari 60 % fragmen berukuran blok akan membentuk breksi. Didalan jenis batuan
tufa lapili dan breksi ini tampak adanya pergeseran kelimpahan kandungan antara
fragmen batuan andesit balastis. Kadang-kadang fragmen batuan andesit balastis
menunjukkan gejala terelaskan yang menunjukkan adanya aliran mineral oleh gas
panas seperti kenampakan breksi yang dijumpai disekitar Tandurusa. Sedangkan
disekitar Makawidey dijumpai adanya breksi laharik yang dicirikan oleh
kandungan fragmen batuan seperti adanya fragmen tufa yang membundar yang
menyebar tidak merata di dalam matriks limpur tufaan di dalam kemaan terbuka
dan pilahan buruk aliran material oleh air permukaan.
2. Satuan Lava Andesit
Satuan
lava andesit terdiri atas lava andesit dan breksi autoklasik. Pengelompokan
batuan-batuan ini kedalam satu satuan didasarkan pada kesatuan ciri litologi
yang menunjukkan satua sumber dan proses pembentukan berupa kesamaan komposisi
mineral dan kelanjutan tatanan litoliginya yang berbeda dengan batuan volkanik
dan volkanilistik yang menyusun satuan
tufa-breksi. Jika pada satuan tufa-breksi yang lebih dominan adala batuan
volkanikklastik, maka pada satuan lava ini yang lebih dominan adalah batuan
volkaniknya.
Dominasi
batuan volkanik efusif tersebut berkaitan erat dengan aktivitas G. Tongkoko dan
Batuangus yang umumnya melelhkan lava selama perioda keaktifannya. Satuan lava andesit tersebar
mulai dari puncak kerucut G. Tangkoko dan kerucut parasitnya G. Batuangus
hingga ke kaki-kaki lerengnya membentuk morfologi kerucut volkanik G. Tangkoko
dan dataran lava Tg. Batuangus. Batuan-batuan penyusunnya umumnya tersingkap
dipermukaan secara alami sepanjang tebing pantai.
Singkapan
lava andesit penyusun satuan tersebut yang dijumpau disepanjang tebing pantai
utara – timur kaki lereng kerucut G. Tangkoko memperlihatkan struktur masif dan
blok atau aa-lava yang dibatasi oleh bidang-bidang rekahan berjarak 1 – 2 m.
Singkapan batuan ini umumnya masih segar dengan warna abu-abu gelap sebagai
cerminan dari kandungan mineral umunya plagioklas dan piroksen sebagai fenokris
berukuran halus – sedang (< 3 mm) yang tertanam dalam masa dasar afanitis
dalam kemasan tekstur porfiritis dan strutuk masif, kadang-kadang memperlihatkan
struktur aliran oleh kesejajaran fenokrisnya. Sebagian melapuk ringan sampai
sedang membentuk tanah regolit pasiran hingga sedikit lempungan dengan warna
abu-abu kecoklatan sebagai cerminan dari oksidasi kandungan mineral mafiknya.
Pelapukan terutama tampak pada permukaan batuan dan bidang rekahannya.
Leleran
lava andesit tersebut menindih batuan klastika kasar yang berfragmen
blok-blok batuan sejenis yaitu andesit
dan tertanam didalam matriks tufa litik dari batuan sejenis. Karakteristik menunjukkan
adanya breksiasi dari lava andesit oleh aliran mineral akibat hembusan gas
vulkanis eksplosif membentuk breksi aliran autoklastik.
3. Satuan tefra
Satuan
tefra merupakan endapan jatuhan piroklastik yang belum terkonsolidasi membentuk
batuan, namun masih bersifat urai atau lepas. Pengelompokkan material batuan
ini kedalam satu satuan didasarkan ciri litologis yang berbeda dengan ciri
litologi material batuan sebelumnya yang telah terkonsolidasi.
Endapan
tefra tersebut terdiri atas material volkanis eksplosif berkomposisi andesit
basalis yang berwarna abu-abu gelap kehitaman, berukuran abu hingga lapili
(< 25 mm) dan berbentuk menyudut. Terendapkan dalam struktur bersusun normal
di dalam kemasan yang terpilah sedang – buruk atau bergradasi baik. Sumur uji
tempat pemercontoan tanah tak-terganggu (TBT 1) menunjukkan perulangan struktur
susunan normal tersebut yang dibatasi oleh bidang batas lapukan berupa pasir
lempungan lateritis. Ciri litologi ini menunjukkan perulangan perioda pengendapannya, sehingga dapa ditafsirkan
paling sedikit terjadi empat kali pengendapan letakan bawah udara material
piroklastik eksplosif. Ekslposifitas sumber material tefra ini cukup kuat,
sehingga materialnya menutupi hampir seluruh daerah Bitung dan sekitarnya
dengan ketebatan yang bervariasi sesuai bentanglahan asal tempat
pengendapannya, sedangkan pola sebarannya dipengaruhi oleh kedudukan relatif
pusat erupsi terhadap arah tiupan angin.
Hasil
pemataan geologi permukaan dan pendugaan bawah permukaan melalui bentangan resistivitas,
uji penetrasi konus dan sumuran menunjukkan bahwa material tefra umumnya
menyebar di bagian barat daerah selidikan yang menunjukkan bahwa angin yang
melalui pusat erupsi G. Tangkoko dan Duasudara dan membawaserta materialnya
berhembus dari arah timur. Ketebalan maksimum (7,60 m) dijumpai disekitar
Danowudu (SBT 3) yang merupakan bentanglahan lembah K. Girian antar kerucut
volkanis G. Klabat dan Duasudara yang bertindak sebagai cekungan pengendapan.
4. Satuan Aluvium Sungai
Satuan
aluvium sungap merupakan endapan aliran epiklasik yang sebagian telah
terkonsolidasi lemah dan sebagian lagi masih terurai lepas-lepas.
Pengelompokkan material batuan ini kedalam satu satuan didasarkan pada ciri
lilologis yang berbeda dengan ciri litologi material batuan sebelumnya yang
telah terkonsolidasi kuat membentuk batuan.
Endapan
tersebut terdiri atas material epiklastik berukuran bongkahan hingga pasir dari
berbagai batuan asal seperti andesit, breksi dan tufa hasil erosi dan
transportasi aliran air sungai yang diendapkan disekitar tepian alur sungai.
Bentuk material umumnya telah membudar akibat abrasi selama transportasi dan
terendapkan dalam pilahan baik. Material kasar relatif terendapkan lebih dahulu
dibandingkan dengan material halus, baik secara laretal maupun vertikal. Secara
lateral dicirikan oleh endapan bongkahan dibagian hulu sungai dan pasir
dibagian hilirnya, sedangkan sevara vertikal dicirikan oleh struktur bersusun
normal.
Oleh
karena proses pembentukannya dipengaruh oleh aliran air sungai, maka sebarannya
berada di sekitar lembah beraliran sungai yaitu di lembah K. Girian dan K.
Batuputih. Ketebalan dan sebarannya dipengaruhi oleh kekuatan aliran sungai dan
bentanglahan lembah. Kekuatan aliran tergantung pada volume air dan gradien
alur, makin besar kedua faktor tersebut, maka makin kuat alirannya. Volume air
akan meningkat pada musim penghujan, sedangkan gradien membesar ke arah hulu,
maka kekuatan aliran maksimum berada pada kondisi tersebut, sehingga erosi
terjadi di zona ini. Secara berangsur ke arah hilir kekuatan aliran yang
membawa material erosif melelmah akibat pengecilan gradien alur, sehingga
terjadi pengendapan di zona ini. Hasil pemetaan geologi permukaan dan pendugaan bawah permukaan melalui bentangan
resistivitas (BP 1 – 4) menunjukkan bahwa ketebalan aluvium disekita Batuputih
mencapai 40 m.
5. Satuan Aluvium Pantai.
Satuan
aluvium pantai merupakan endapan arus dan gelombang pantai di zona pasang
surut. Umumnya berkomposisi epiklastik darat yang berukuran pasir hingga
lempung, kadang-kadang lumpur yang masih bersifat urai atau lepas-lepas.
Pengelompokan material batuan ini kedalam satu satuan didasarkan pada ciri
litologis yang berbeda dengan ciri lotologi material batuan sebelumnya yang
sebagian telah terkonsolidasi lemah dan mengandung material berukuran bongkah.
Endapan tersebut terdiri atas material
epiklastik berukuran pasir hingga lanau, setempat lempungan organis dan
lumpuran sebagai endapan rawa pantai. Bentuk material selain telah sangat
membundar, juga terpilah sagat bail oleh gelombang dan terjangan arus alaut
pasang. Pengendapan terjadi pada saat surut akibat penurunan kekuatan arus dan
gelombang membentuk endapan gumuk pantai membusur disekitar muara K. Girian
dan K. Batuputih.