Rabu, 06 Agustus 2025

SETRIKE

Oleh : Fredrik Dandel (Pemerhati Budaya Siau)


Setrike, atau dalam Bahasa Indonesia disebut setrika, adalah salah satu alat rumah tangga yang sangat umum digunakan hingga saat ini. Kehadirannya begitu penting dalam kehidupan sehari-hari, karena membantu kita merapikan pakaian yang kusut agar tampak rapi dan nyaman dipakai. Di era modern ini, kebanyakan orang sudah terbiasa menggunakan setrika listrik. Cukup mencolokkan kabel ke sumber listrik, menunggu beberapa menit, lalu alat ini siap digunakan untuk menyetrika pakaian dengan mudah dan cepat. Setrika listrik telah menjadi solusi praktis untuk aktivitas harian, baik saat bersiap ke sekolah, pergi ke kantor, menghadiri ibadah di gereja, maupun dalam berbagai kegiatan lainnya yang menuntut penampilan rapi dan bersih.

Namun, pernahkah Anda membayangkan bagaimana orang-orang menyetrika pakaian sebelum adanya teknologi setrika listrik? Sebelum tahun 1990-an, terutama di banyak wilayah pedesaan, termasuk di wilayah Kecamatan Siau Barat Selatan, atupun Pulau Siau pada umumnya masih mengandalkan setrika arang sebagai alat utama untuk merapikan pakaian. Setrika arang tidak hanya berbeda dari segi bentuk dan berat, tetapi juga dari segi proses penggunaannya yang jauh lebih rumit dan memerlukan waktu serta tenaga ekstra. Ini adalah bagian dari sejarah kehidupan rumah tangga yang kini mulai terlupakan, padahal memiliki cerita dan nilai tersendiri.

Proses menggunakan setrika arang dimulai dengan menyiapkan bahan bakar berupa tempurung kelapa atau potongan kayu yang dibakar hingga menjadi bara. Setelah bara menyala sempurna, barulah arang tersebut dimasukkan ke dalam ruang pembakaran di dalam setrika. Panas dari bara inilah yang kemudian menghantarkan suhu ke permukaan logam bagian bawah setrika, sehingga pakaian dapat disetrika. Butuh waktu sekitar 30 menit sejak proses pembakaran hingga setrika benar-benar siap digunakan. Tidak hanya itu, selama proses menyetrika, pengguna harus memantau bara arang secara berkala. Bila nyala bara mulai meredup, arang baru bisa ditambahkan, lalu ditiup perlahan agar bara kembali menyala dan panas kembali stabil.

Salah satu ciri khas dari setrika arang ini adalah adanya ornamen atau pegangan berbentuk ayam di bagian atas atau ujung setrika. Ayam ini bukan hanya sekadar hiasan, tetapi memiliki fungsi praktis sebagai tuas pembuka dan penutup setrika. Tuas ini digunakan saat kita ingin memasukkan arang ke dalam setrika atau mengeluarkannya kembali setelah pekerjaan menyetrika selesai. Bentuk dan desain setrika arang memang mencerminkan kreativitas lokal pada masanya, dengan sentuhan artistik yang membuat setiap unitnya memiliki keunikan tersendiri. Meski terlihat sederhana dan tradisional, cara kerja serta efektivitasnya cukup luar biasa pada zamannya.

Kini, setrika arang mungkin sudah tidak ditemukan dan digunakan, tergeser oleh kepraktisan setrika listrik bahkan setrika uap modern. Namun demikian, alat ini menyimpan nilai sejarah dan budaya yang tinggi, menjadi saksi bisu dari perjuangan dan ketekunan generasi terdahulu dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Mengenang setrika arang bukan sekadar nostalgia, tetapi juga bentuk apresiasi terhadap cara hidup masa lalu yang penuh dengan kesederhanaan, kerja keras, dan kreativitas. Dalam dunia yang serba cepat dan instan seperti sekarang, mengenang alat seperti setrika arang bisa menjadi pengingat bahwa segala kemudahan hari ini berdiri di atas proses panjang yang telah dilalui oleh generasi sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar