Selasa, 28 Januari 2025

MENIKMATI SUKACITA DAN KEDAMAIAN DI RUMAH TUHAN (YERUSALEM)

Oleh : Pdm. Dr.(C). Fredrik Dandel, S.T, S.Th, M.Ag, M.Th.


Pendahuluan:

Saudara-saudara yang terkasih, pada kesempatan ini kita akan merenungkan Mazmur 122, sebuah mazmur yang dipenuhi dengan sukacita dan doa bagi kedamaian. Mazmur ini ditulis oleh Raja Daud sebagai ungkapan kegembiraan karena diberi kesempatan untuk pergi ke Yerusalem, kota yang menjadi tempat kediaman Tuhan. Bagi Daud, Yerusalem bukan hanya sekadar tempat fisik, tetapi merupakan rumah Tuhan, tempat di mana umat Tuhan berkumpul untuk beribadah dan menyembah-Nya. Dalam mazmur ini, Daud menyatakan sukacitanya yang mendalam karena dapat mendekatkan diri kepada Tuhan dan mendoakan kedamaian bagi kota yang penuh makna tersebut.

Mazmur 122 mengajarkan kita pentingnya memiliki sukacita setiap kali kita diberi kesempatan untuk beribadah di hadirat Tuhan. Selain itu, Daud juga mengajarkan kita untuk mendoakan kedamaian, tidak hanya untuk Yerusalem, tetapi juga untuk tempat kita tinggal dan untuk seluruh komunitas orang percaya. Doa bagi kedamaian bukan hanya untuk tempat-tempat fisik, tetapi lebih dalam lagi, doa agar kehadiran Tuhan membawa keselamatan dan kesejahteraan bagi umat-Nya.

Hari ini, mari kita merenungkan bagaimana kita dapat menemukan sukacita dalam beribadah di rumah Tuhan dan bagaimana doa kita dapat menjadi saluran damai bagi dunia ini.

1. Sukacita dalam Pergi ke Rumah Tuhan (Ayat 1-2)

“Aku bersukacita, ketika mereka berkata kepadaku: 'Marilah kita pergi ke rumah TUHAN!' Kini kaki kita berdiri di gerbang-gerbangmu, hai Yerusalem.” Daud memulai mazmurnya dengan ungkapan sukacita yang mendalam. Sukacita ini datang dari sebuah ajakan yang sangat berharga baginya: ajakan untuk pergi ke rumah Tuhan. Bagi Daud, tidak ada yang lebih membahagiakan daripada kesempatan untuk berada di tempat yang telah dipilih Tuhan untuk beribadah dan menyembah-Nya.

Yerusalem, sebagai kota tempat dibangunnya Bait Suci Allah, menjadi simbol suci yang sangat penting bagi umat Israel, dan hal ini sangat terasa dalam ayat pertama mazmur ini. Bagi Daud, kota Yerusalem bukan hanya sekadar sebuah tempat geografis, tetapi merupakan rumah Tuhan, tempat di mana Tuhan memilih untuk berdiam di tengah umat-Nya. Bait Suci yang ada di Yerusalem menjadi pusat ibadah dan tempat pertemuan antara Tuhan dan umat-Nya. Daud mengungkapkan sukacitanya karena dapat mendekatkan diri kepada Tuhan di tempat yang telah dipilih-Nya. Mengunjungi Yerusalem berarti datang ke tempat yang penuh dengan keberkahan dan kemuliaan, tempat di mana umat Tuhan dapat mengalami kehadiran-Nya secara khusus.

Bait Suci di Yerusalem bukan hanya sebuah bangunan fisik yang megah, melainkan simbol dari kehadiran Tuhan di dunia ini. Ketika Daud menyebutkan "rumah Tuhan" dalam mazmur ini, ia merujuk pada Bait Suci yang menjadi tempat pertemuan umat dengan Tuhan yang Maha Kudus. Sukacita yang ia rasakan mencerminkan kerinduan yang mendalam untuk berada di hadirat Tuhan, untuk menyembah dan memuji-Nya. Bahkan lebih dari sekadar bangunan, rumah Tuhan adalah tempat yang mempertemukan iman dan kehidupan umat dengan kehadiran ilahi. Ini adalah tempat di mana korban-korban dipersembahkan, doa-doa dinaikkan, dan keselamatan serta berkat Tuhan diterima.

Bagi kita sebagai umat Tuhan saat ini, kita diajak untuk merenungkan sukacita yang sama dalam beribadah. Meskipun kita tidak lagi pergi ke Yerusalem untuk beribadah di Bait Suci fisik seperti yang dilakukan oleh umat Israel pada zaman Daud, rumah Tuhan dalam kehidupan kita adalah setiap tempat di mana kita bertemu dan bersekutu dengan Tuhan, baik itu di gereja, dalam doa pribadi, atau di tengah kehidupan sehari-hari kita. Sebagai orang percaya, kita harus memiliki sukacita yang sama dalam mendekatkan diri kepada Tuhan, karena setiap kesempatan untuk beribadah adalah kesempatan untuk mengalami kehadiran-Nya, untuk disucikan, dan diperbaharui oleh kasih-Nya. Seperti Daud yang bersukacita karena dapat berdiri di gerbang Yerusalem, kita juga seharusnya merasakan kegembiraan yang besar ketika kita diundang untuk datang ke hadirat Tuhan.

2. Kedamaian dan Keteraturan dalam Rumah Tuhan (Ayat 3-5)

"Yerusalem yang dibangun seperti kota yang rapat tersusun, ke sanalah suku-suku, suku-suku TUHAN, pergi, sesuai dengan peraturan bagi Israel, untuk memuji nama TUHAN. Karena di sana ada takhta pengadilan, takhta dari keluarga Daud."

Dalam Mazmur 122:3-5, Daud menggambarkan Yerusalem sebagai kota yang dibangun dengan rapi dan tersusun, sebuah gambaran yang mengungkapkan lebih dari sekadar struktur fisik. Yerusalem, bagi Daud, bukan hanya tempat tinggal yang terbentuk oleh batu dan batu, tetapi juga simbol dari kedamaian dan keteraturan yang hadir melalui Tuhan yang berkuasa. Kota ini menjadi tempat yang dipilih oleh Tuhan untuk berkumpulnya suku-suku Israel, untuk beribadah dan memuji nama-Nya. Dalam hal ini, Yerusalem menggambarkan kehadiran Tuhan yang mengatur kehidupan umat-Nya dengan adil dan penuh kasih, sesuai dengan peraturan-peraturan Tuhan yang membimbing hidup mereka (Mazmur 119:105). Sebagaimana Allah memerintahkan agar seluruh suku Israel datang ke Yerusalem untuk merayakan pesta-pesta keagamaan (Ulangan 16:16), kota ini bukan hanya merupakan pusat keagamaan, tetapi juga pusat tatanan sosial dan spiritual yang dibangun sesuai dengan hukum Allah.

Yerusalem yang rapat tersusun juga dapat dipahami sebagai simbol kesatuan umat Tuhan yang seharusnya tercermin dalam kehidupan kita sebagai gereja. Di dalamnya, ada takhta pengadilan, yang mengingatkan kita akan kehadiran Allah sebagai Hakim yang adil, yang memimpin dengan kebijaksanaan dan kebenaran. Takhta keluarga Daud mengingatkan kita pada janji Allah untuk memberikan keturunan Daud yang akan memerintah dengan adil (2 Samuel 7:16). Takhta ini adalah simbol pemerintahan yang diatur oleh Tuhan, yang memberikan keadilan dan kedamaian bagi umat-Nya. Yesus Kristus, sebagai keturunan Daud, datang sebagai Raja yang memerintah dalam kebenaran dan kasih, dan di dalam Dia kita menemukan kedamaian sejati (Yesaya 9:6-7).

Apa yang bisa kita pelajari dari gambaran Yerusalem dalam konteks ini? Rumah Tuhan, baik dalam bentuk Yerusalem pada zaman Daud maupun gereja kita hari ini, seharusnya menjadi tempat yang mencerminkan kedamaian dan keteraturan ilahi. Ketika kita datang ke rumah Tuhan, kita datang untuk menemukan persekutuan yang baik dengan sesama, untuk bersama-sama memuji Tuhan dalam kesatuan iman, dan untuk hidup menurut peraturan-peraturan-Nya. Seperti yang tertulis dalam 1 Korintus 14:40, "Tetapi segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur." Rumah Tuhan adalah tempat yang aman, tempat yang memberikan kita kekuatan untuk menghadapi tantangan hidup, karena di dalamnya kita belajar untuk hidup dalam tatanan yang ditetapkan oleh Tuhan, yang membawa kedamaian sejati bagi jiwa kita (Filipi 4:7).

Di tengah dunia yang penuh dengan kerusakan dan kekacauan, kita diajak untuk melihat gereja sebagai tempat di mana Tuhan mendatangkan kedamaian dan keteraturan. Di gereja, kita tidak hanya diingatkan untuk beribadah, tetapi juga untuk hidup dalam kesatuan, mengikuti perintah Tuhan yang membawa kita kepada kehidupan yang lebih baik, lebih harmonis, dan penuh dengan kasih, sebagaimana yang dimaksudkan oleh Tuhan ketika pertama kali membangun Yerusalem sebagai kota kedamaian dan pusat ibadah.

3. Doa bagi Kedamaian Yerusalem (Ayat 6-9)

Dalam Mazmur 122:6-9, Daud mengakhiri mazmurnya dengan doa yang penuh kasih dan perhatian terhadap kedamaian Yerusalem. Doa ini bukan hanya untuk kesejahteraan fisik kota, tetapi lebih dalam lagi, untuk kesejahteraan rohani yang mencerminkan kehadiran Tuhan di tengah umat-Nya. Daud menyatakan, "Doakanlah kesejahteraan Yerusalem! Biarlah mereka yang mencintaimu beroleh keselamatan!" (Mazmur 122:6). Ia menyadari bahwa kedamaian Yerusalem sangat erat kaitannya dengan keselamatan dan keberkahan yang datang dari Tuhan. Yerusalem, sebagai pusat ibadah dan pemerintahan yang dipilih oleh Tuhan, adalah simbol dari keselamatan dan harapan umat Tuhan. Doa Daud untuk kesejahteraan Yerusalem mencakup semua aspek kehidupan: fisik, sosial, dan rohani, karena kedamaian sejati hanya dapat ditemukan dalam kehadiran Tuhan.

Doa bagi kedamaian Yerusalem ini juga mencerminkan kepedulian Daud terhadap umat Tuhan secara keseluruhan. Ia berdoa, "Untuk sake saudara-saudaraku dan teman-temanku, aku akan berkata: 'Kiranya sejahtera ada padamu!'" (Mazmur 122:8). Ini mengajarkan kita untuk tidak hanya memikirkan kesejahteraan pribadi, tetapi juga untuk mendoakan dan memperjuangkan kedamaian dan kesejahteraan orang lain, terutama saudara-saudara seiman. Dalam Kitab 1 Timotius 2:1-2, kita diajak untuk berdoa bagi "semua orang, untuk raja-raja dan semua orang yang berkuasa, supaya kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan penghormatan." Sebagai umat percaya, kita diajak untuk memiliki hati yang penuh kasih dan kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat dan bangsa tempat kita tinggal.

Kesejahteraan suatu kota atau negara, menurut Alkitab, sangat bergantung pada kedamaian yang datang dari Tuhan. Yeremia 29:7 mengingatkan kita, "Carilah kesejahteraan kota ke mana kamu kubawa sebagai orang buangan, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu." Ini menunjukkan bahwa kesejahteraan umat Tuhan dan tempat tinggal mereka saling terkait. Ketika kita mendoakan kedamaian kota atau negara kita, kita tidak hanya berdoa untuk keamanan fisik, tetapi juga untuk kedamaian rohani, di mana Tuhan memerintah dengan keadilan dan kasih.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk berperan aktif dalam mendoakan kedamaian, bukan hanya bagi diri kita sendiri tetapi juga bagi komunitas kita, negara kita, dan bahkan dunia ini. Kita diajak untuk tidak hanya berdoa, tetapi juga bertindak untuk mendatangkan kedamaian dengan menjadi pembawa damai di mana pun kita berada (Matius 5:9). Seperti Daud, kita harus mencari kebaikan dan kesejahteraan bagi orang lain, terutama dalam konteks rumah Tuhan yang menjadi pusat kebaikan dan harapan bagi umat-Nya.

Doa bagi kedamaian Yerusalem juga menjadi doa untuk kemuliaan nama Tuhan, karena kedamaian yang sejati hanya dapat tercapai ketika Tuhan berkuasa dan memerintah di dalam kehidupan kita. Sebagai umat Tuhan, kita diajak untuk mendoakan agar Tuhan memerintah dalam kedamaian dan keadilan di setiap aspek kehidupan kita—baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, gereja, masyarakat, maupun negara.

Kesimpulan: 

Mazmur 122 mengajarkan kita tiga hal penting. Pertama, kita harus memiliki sukacita yang besar ketika diberi kesempatan untuk datang ke rumah Tuhan, tempat pertemuan kita dengan-Nya. Kedua, rumah Tuhan harus menjadi tempat yang penuh kedamaian, keteraturan, dan persekutuan yang baik. Ketiga, kita dipanggil untuk mendoakan kedamaian dan kesejahteraan bagi tempat kita tinggal, komunitas kita, dan umat Tuhan di seluruh dunia.

Mari kita renungkan, apakah kita memiliki sukacita seperti Daud ketika kita datang beribadah? Apakah kita berdoa bagi kedamaian kota dan negara kita? Semoga kita selalu menghargai rumah Tuhan dan terus mendoakan kedamaian, baik di Yerusalem maupun di tempat kita tinggal.

Doa Penutup: Tuhan, terima kasih atas kesempatan yang Engkau berikan kepada kami untuk datang ke rumah-Mu. Kami bersyukur karena Engkau memberi kami sukacita dalam beribadah. Kami juga berdoa bagi kedamaian dan kesejahteraan kota kami, negara kami, dan seluruh dunia. Kiranya damai sejahtera-Mu memerintah di hati kami dan membawa berkat bagi sesama. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.

Minggu, 26 Januari 2025

CATATAN PENTING LARI PAGI INI DI MANADO. Secuil Goresan Perjalanan Gembala GBI PETRA Talawid.

Lari pagi merupakan salah satu aktifitas yang menyenangkan dan baik untuk menjaga kesehatan tubuh, hal mana tentunya tidak bisa dibantah selaras dengan Firman Tuhan. Tujuan yang seringkali menjadi pilihanku ketika berada di Manado adalah kawasan Mega Mall yang jaraknya kurang lebih 1,2 km dari Hotel Marina tempat aku menginap mengingat jaraknya yang dekat dengan Pelabuhan Manado.Meskipun selama ini route yang aku tempuh selalu berulang yakni samping Tugu Lilin ke arah Barat menyusuri kawasan Ruko dekat pantai terus ke Selatan menuju Gedung Utama Kantor Bank SulutGo, baru kali ini aku memastikan bahwa ternyata aku selama ini selalu melewati Gereja GBI Marina Plaza.


GBI Marina Plaza Manado merupakan salah satu cabang penggembalaan dari salah seorang Dosen kami di STTBI Jakarta, Pdt. Dr. Johanes Rajagukguk. Beliau memang berdarah campuran Batak Manado yang juga menggembalaan beberapa Gereja baik di Indonesia juga di Luar Negeri, dibawah Gembala Pembina Senior Pdt. Dr. Ir. Niko Notorahardjo. 

Hari Minggu sebelumnya, tanggal 19 Januari 2025 lalu, saya mengikuti ibadah Minggu Raya sesi I di GBI Marina Plaza ini, meskipun tidak bertemu dengan Pak Jo, demikian kami memanggil Dosen kami tersebut, karena menurut keterangan salah seorang pelayan di situ, beliau terjadwalkan sebulan sekali berkhotbah di GBI Marina Plaza Manado ini. Saya hanya bisa mengabari beliau melalui Chat WA seusai ibadah yang direspon dengan baik oleh beliau.

Terus ke Selatan menyusuri Kawasan Mega Mall, merupakan tempat favorit yang banyak dipilih oleh pegiat lari pagi. Mereka pada umumnya berusia separuh baya, meskipun beberapa diantaranya adalah anak muda dan juga lansia. Para fotografer yang bergerombol pada beberapa titik lokasi acapkali mengabadikan momen ini, entah apa tujuan mereka, saya belum bisa memastikannya.

Di kawasan Mega Mall juga berdiri kokoh salah satu Gereja GBI yang bernama GBI Menorah. Gembalanya di sini adalah mantan calon Ketua BPD GBI SulutGo, yakni Pdt. Honny Sirapandji, MTh. Beliau juga merupakan salah seorang alumni STT Bethel Indonesia Jakarta, senior kami tentunya. Bupati Sitaro terpilih periode 2025 - 2029 Ibu Chintya Kalangit, SKM merupakan salah seorang anggota Jemaat GBI Menorah Manado ini. Salah satu cabang Gereja GBI Menorah ini juga berada di Tagulandang tepatnya di Kawasan Pasar 66 Tagulandang.


Berlanjut terus ke Selatan, ke Ujung Kawasan Mega Mall sebagai tujuan akhir lari pagi ini, terlihat hotel Ibiss. Di seputaran tempat ini saya masih sempat mengabadikan foto bersama patung Singa. Patung ini mengingatkan saya kepada Lion of Yehuda, menginspirasi saya akan membuat patung seperti itu namun dalam konteks berbeda yang tentunya terkait dengan PETRA, nama Gereja kami di Siau. Route balik saya memilih sisi jalan Raya, menyusuri trotoar, lokasi khusus pejalan kaki. Sepanjang jalur ini, ditata apik oleh Pemkot Manado dengan hiasan taman Jalan yang dilengkapi lampu jalan dan juga bangku taman yang terbuat dari besi, dengan catnya yang menarik yang terlihat baru diselesaikan. Pemkot Manado sedang merancang untuk mengembangkan titik lokasi yang menarik pengunjung untuk berbelanja di sepanjang Kawasan Mega Mall sampai Marina Plaza, bathin saya.


Di ujung aktifitas lari pagi ini, mendekati lokasi saya menginap, berjarak tidak lebih dari 400 meter atau kurang lebih 50 meter dari GBI Marina Plazza di Barat, saya tertarik pada salah satu deretan Ruko Marina Plaza yang bertuliskan Gereja Yesus Kristus Dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir. Saya kenal Golongan ini dari Buletin Menara Pengawal yang saya baca 15 tahun lalu di Batuputih-Bitung. Mereka merupakan Sekte Kristen yang tergolong Bidat, karena salah satu alasannya bahwa mereka memiliki Kitab yang lain yang disebut sebagai Kitab Mormon, selain Alkitab sebagai Kitab Suci orang percaya. Golongan ini lebih dikenal sebagai Gereja Mormon.

Ternyata benar bahwa Kota Manado merupakan tempat persemaian berbagai golongan umat dari berbagai agama dan juga denominasi Kristen sebagai agama yang terbesar pengikutnya di Wilayah Provinsi Sulawesi Utara. Itulah sebabnya, dalam beberapa tulisan saya di artikel Teologi ataupun dalam banyak kesempatan ketika berdiskusi dengan jemaat dan para hamba Tuhan, saya menghimbau untuk selalu mengupgrade diri, perdalam iman dengan pengetahuan Alkitab sebagai Kebenaran Mutlak, supaya kita terutama Gembala Jemaat dapat mempertanggungjawabkannya kepada Umat juga kepada Tuhan. Amin.


Sabtu, 25 Januari 2025

Terang yang Membawa Pengharapan

Yesaya 9:2 "Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar..." 

Oleh : Pdm. Fredrik Dandel, S.T, S.Th, M.Ag, M.Th.

(Khotbah ini pertama kali saya khotbahkan pada tgl. 1 Desember 2024 pada saat Perayaan Pra Natal Wanita Bethel Indonesia di Gereja GBI Mala-Siau).

Pendahuluan:

Saudara-saudara yang terkasih dalam Kristus, kita hidup di dunia yang sering kali diliputi oleh kegelapan. Kegelapan ini bisa datang dalam berbagai bentuk—dosa, penderitaan, kekelaman rohani, bahkan ketakutan dan kecemasan yang tak terungkapkan. Seperti bangsa Israel pada zaman Yesaya, kita juga terkadang merasa terperangkap dalam kegelapan hidup, tanpa arah yang jelas. Namun, dalam kegelapan itulah, Allah memberikan pengharapan yang luar biasa. Yesaya 9:2 berkata, "Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar..."

Ayat ini menggambarkan kedatangan terang yang membawa harapan, terang yang tidak hanya menerangi dunia ini tetapi juga membawa keselamatan, kehidupan, dan pembaruan. Terang ini adalah Yesus Kristus, Sang Terang Dunia. Ketika kita memandang kepada-Nya, kita tidak hanya melihat cahaya yang memancar di tengah kegelapan, tetapi kita juga melihat pengharapan yang tak terhingga—pengharapan yang membawa kita keluar dari kegelapan dosa dan memulihkan hubungan kita dengan Allah.

Hari ini, kita akan merenungkan betapa pentingnya terang ini dalam kehidupan kita. Terang yang membawa pengharapan, yang memampukan kita untuk berjalan dengan iman di tengah-tengah dunia yang penuh tantangan ini. Semoga melalui firman Tuhan hari ini, kita dapat semakin memahami betapa besar kasih Allah yang mengirimkan terang-Nya ke dalam hidup kita, dan bagaimana kita dipanggil untuk merespons terang tersebut dengan hidup yang penuh pengharapan.

1. Kegelapan: Kondisi Umat Manusia Tanpa Allah

(kegelapan = ḥōšek melambangkan dosa dan penderitaan). Kekelamam = aravel. Dalam konteks teologi, ḥōšek sering dihubungkan dengan keadaan tanpa Tuhan. Kehadiran Tuhan adalah terang, sementara ketiadaan-Nya sering digambarkan sebagai kegelapan. Dalam Yesus Kristus, Sang Terang Dunia, ḥōšek diatasi oleh terang ilahi.

Yesaya 9:2 menggambarkan kegelapan sebagai kondisi bangsa Israel yang hidup jauh dari Allah. Kegelapan ini melambangkan dosa, pemberontakan, dan konsekuensi yang memisahkan manusia dari hubungan dengan Sang Pencipta. Bangsa Israel sering kali berbalik kepada ilah-ilah palsu dan mengabaikan hukum-hukum Tuhan, yang menyebabkan mereka jatuh ke dalam penderitaan dan keputusasaan (Yesaya 8:21-22). Kondisi ini relevan untuk kita hari ini, di mana dosa masih menciptakan jarak antara manusia dengan Allah, menjadikan hati manusia gelap dan kehilangan arah.

Tanpa terang Allah, manusia kehilangan arah rohani. Dalam Amsal 4:19 dikatakan, “Jalan orang fasik itu seperti kegelapan; mereka tidak tahu apa yang menyebabkan mereka tersandung.” Ketika manusia mengandalkan hikmatnya sendiri, mereka tersesat dan berjalan di jalan yang membawa kebinasaan. Kegelapan di sini juga meliputi keputusasaan, ketakutan, dan penderitaan yang dihasilkan dari kehidupan tanpa pengenalan akan Allah. Hati yang kosong tanpa Allah sering mencari kepuasan dalam hal duniawi, tetapi semua itu berakhir sia-sia.

Dalam konteks pribadi, kita juga bisa mengalami kegelapan dalam bentuk pergumulan, dosa tersembunyi, atau ketakutan akan masa depan. Kabar baiknya adalah kegelapan bukanlah akhir cerita. Advent mengingatkan kita bahwa Allah tidak membiarkan manusia tinggal dalam kegelapan. Sebaliknya, Dia mengutus terang-Nya untuk membawa pembebasan. Mazmur 18:28 berkata, “Engkaulah yang membuat pelitaku bercahaya; TUHAN, Allahku, menyinari kegelapanku.”

2. Terang yang Besar: Janji Kedatangan Sang Mesias

Dalam bahasa Ibrani, kata untuk terang adalah "אוֹר" (ʾōr). ōr dapat merujuk pada: 1. Terang fisik, seperti cahaya dari matahari, bulan, atau sumber lain. 2. Terang simbolik, yang melambangkan kehidupan, kebenaran, atau kehadiran Allah. 3. Terang rohani, yang menggambarkan pencerahan, keselamatan, atau pengharapan yang berasal dari Tuhan.

Dalam teologi, ʾōr sering dipahami sebagai perwujudan kehadiran Allah. Yesus Kristus diidentifikasi sebagai "Terang Dunia" dalam Yohanes 8:12, yang merupakan penggenapan dari banyak nubuatan tentang terang dalam Perjanjian Lama, seperti Yesaya 9:2. Kehadiran terang berarti penyingkiran kegelapan, baik secara fisik maupun rohani.

Yesaya 9:2 memberikan nubuatan yang mengarahkan perhatian kepada Kristus, Sang Terang Dunia. Terang ini melambangkan kehadiran Allah yang membawa harapan, keselamatan, dan kehidupan baru. Yohanes 1:4-5 menegaskan, “Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan, dan kegelapan itu tidak menguasainya.” Kehadiran Yesus adalah pemenuhan janji Allah untuk menyelamatkan umat-Nya dari dosa dan mengarahkan mereka kembali kepada terang kebenaran.

Yesus tidak hanya membawa terang, tetapi Dia sendiri adalah terang itu. Dalam Yohanes 8:12, Yesus berkata, “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.” Dengan terang-Nya, Yesus membuka jalan bagi manusia untuk memiliki hubungan yang dipulihkan dengan Allah. Terang ini memberikan kehidupan yang penuh makna, bukan hanya untuk dunia ini, tetapi juga untuk kekekalan.

Pengharapan yang dibawa oleh terang Kristus memberikan sukacita di tengah kegelapan. Sebagaimana bangsa Israel yang berjalan di tengah penderitaan dapat melihat harapan di depan mereka, kita juga dipanggil untuk bersandar pada Kristus sebagai sumber pengharapan di tengah tantangan hidup. Roma 15:13 mengingatkan kita bahwa Allah adalah sumber pengharapan: “Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu.”

3. Respons Manusia terhadap Terang

Yesaya 9:2 tidak hanya menyatakan bahwa terang telah datang, tetapi juga menantang kita untuk merespons terang itu. Terang ini bukan untuk diamati saja, tetapi untuk diterima dengan iman. Yohanes 3:19-21 menegaskan bahwa respons manusia terhadap terang menentukan nasib rohaninya: “Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan daripada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat.” Menerima terang Kristus berarti bertobat dari dosa dan hidup dalam ketaatan kepada-Nya.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menjadi terang bagi dunia. Dalam Matius 5:14-16, Yesus berkata bahwa kita adalah terang dunia yang harus memancarkan terang itu melalui perbuatan baik, sehingga nama Bapa di surga dimuliakan. Kehadiran kita di dunia ini adalah untuk menjadi saksi Kristus, membawa kasih, pengharapan, dan kebenaran kepada orang-orang di sekitar kita. Terang Kristus tidak hanya mengubah hidup kita, tetapi juga hidup orang lain melalui kita.

Advent juga adalah waktu refleksi untuk melihat apakah kita benar-benar hidup sebagai anak-anak terang. Efesus 5:8-9 berkata, “Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, karena terang hanya berbuahkan kebaikan, keadilan, dan kebenaran.” Respons kita terhadap terang menunjukkan apakah kita sungguh-sungguh berjalan dalam kehendak Allah atau masih terjebak dalam kegelapan dunia ini.

Penutup:

Yesaya 9:2 mengingatkan kita bahwa Allah tidak pernah meninggalkan umat-Nya dalam kegelapan. Kristus, Sang Terang Dunia, datang untuk membawa pengharapan dan keselamatan. Dalam masa Advent ini, mari kita memperbarui iman kita kepada-Nya, hidup dalam terang-Nya, dan menjadi saluran terang bagi dunia di sekitar kita.

Doa: "Ya Tuhan, terima kasih untuk terang-Mu yang menyinari hati kami. Tolong kami untuk hidup seturut kehendak-Mu, menjauhi kegelapan, dan menjadi saksi terang-Mu bagi dunia. Dalam nama Yesus kami berdoa. Amin."