Oleh : Pdm. Dr.(C). Fredrik Dandel, S.T, S.Th, M.Ag, M.Th.
Pendahuluan:
Saudara-saudara yang terkasih, pada kesempatan ini kita akan merenungkan Mazmur 122, sebuah mazmur yang dipenuhi dengan sukacita dan doa bagi kedamaian. Mazmur ini ditulis oleh Raja Daud sebagai ungkapan kegembiraan karena diberi kesempatan untuk pergi ke Yerusalem, kota yang menjadi tempat kediaman Tuhan. Bagi Daud, Yerusalem bukan hanya sekadar tempat fisik, tetapi merupakan rumah Tuhan, tempat di mana umat Tuhan berkumpul untuk beribadah dan menyembah-Nya. Dalam mazmur ini, Daud menyatakan sukacitanya yang mendalam karena dapat mendekatkan diri kepada Tuhan dan mendoakan kedamaian bagi kota yang penuh makna tersebut.
Mazmur 122 mengajarkan kita pentingnya memiliki sukacita setiap kali kita diberi kesempatan untuk beribadah di hadirat Tuhan. Selain itu, Daud juga mengajarkan kita untuk mendoakan kedamaian, tidak hanya untuk Yerusalem, tetapi juga untuk tempat kita tinggal dan untuk seluruh komunitas orang percaya. Doa bagi kedamaian bukan hanya untuk tempat-tempat fisik, tetapi lebih dalam lagi, doa agar kehadiran Tuhan membawa keselamatan dan kesejahteraan bagi umat-Nya.
Hari ini, mari kita merenungkan bagaimana kita dapat menemukan sukacita dalam beribadah di rumah Tuhan dan bagaimana doa kita dapat menjadi saluran damai bagi dunia ini.
1. Sukacita dalam Pergi ke Rumah Tuhan (Ayat 1-2)
“Aku bersukacita, ketika mereka berkata kepadaku: 'Marilah kita pergi ke rumah TUHAN!' Kini kaki kita berdiri di gerbang-gerbangmu, hai Yerusalem.” Daud memulai mazmurnya dengan ungkapan sukacita yang mendalam. Sukacita ini datang dari sebuah ajakan yang sangat berharga baginya: ajakan untuk pergi ke rumah Tuhan. Bagi Daud, tidak ada yang lebih membahagiakan daripada kesempatan untuk berada di tempat yang telah dipilih Tuhan untuk beribadah dan menyembah-Nya.
Yerusalem, sebagai kota tempat dibangunnya Bait Suci Allah, menjadi simbol suci yang sangat penting bagi umat Israel, dan hal ini sangat terasa dalam ayat pertama mazmur ini. Bagi Daud, kota Yerusalem bukan hanya sekadar sebuah tempat geografis, tetapi merupakan rumah Tuhan, tempat di mana Tuhan memilih untuk berdiam di tengah umat-Nya. Bait Suci yang ada di Yerusalem menjadi pusat ibadah dan tempat pertemuan antara Tuhan dan umat-Nya. Daud mengungkapkan sukacitanya karena dapat mendekatkan diri kepada Tuhan di tempat yang telah dipilih-Nya. Mengunjungi Yerusalem berarti datang ke tempat yang penuh dengan keberkahan dan kemuliaan, tempat di mana umat Tuhan dapat mengalami kehadiran-Nya secara khusus.
Bait Suci di Yerusalem bukan hanya sebuah bangunan fisik yang megah, melainkan simbol dari kehadiran Tuhan di dunia ini. Ketika Daud menyebutkan "rumah Tuhan" dalam mazmur ini, ia merujuk pada Bait Suci yang menjadi tempat pertemuan umat dengan Tuhan yang Maha Kudus. Sukacita yang ia rasakan mencerminkan kerinduan yang mendalam untuk berada di hadirat Tuhan, untuk menyembah dan memuji-Nya. Bahkan lebih dari sekadar bangunan, rumah Tuhan adalah tempat yang mempertemukan iman dan kehidupan umat dengan kehadiran ilahi. Ini adalah tempat di mana korban-korban dipersembahkan, doa-doa dinaikkan, dan keselamatan serta berkat Tuhan diterima.
Bagi kita sebagai umat Tuhan saat ini, kita diajak untuk merenungkan sukacita yang sama dalam beribadah. Meskipun kita tidak lagi pergi ke Yerusalem untuk beribadah di Bait Suci fisik seperti yang dilakukan oleh umat Israel pada zaman Daud, rumah Tuhan dalam kehidupan kita adalah setiap tempat di mana kita bertemu dan bersekutu dengan Tuhan, baik itu di gereja, dalam doa pribadi, atau di tengah kehidupan sehari-hari kita. Sebagai orang percaya, kita harus memiliki sukacita yang sama dalam mendekatkan diri kepada Tuhan, karena setiap kesempatan untuk beribadah adalah kesempatan untuk mengalami kehadiran-Nya, untuk disucikan, dan diperbaharui oleh kasih-Nya. Seperti Daud yang bersukacita karena dapat berdiri di gerbang Yerusalem, kita juga seharusnya merasakan kegembiraan yang besar ketika kita diundang untuk datang ke hadirat Tuhan.
2. Kedamaian dan Keteraturan dalam Rumah Tuhan (Ayat 3-5)
"Yerusalem yang dibangun seperti kota yang rapat tersusun, ke sanalah suku-suku, suku-suku TUHAN, pergi, sesuai dengan peraturan bagi Israel, untuk memuji nama TUHAN. Karena di sana ada takhta pengadilan, takhta dari keluarga Daud."
Dalam Mazmur 122:3-5, Daud menggambarkan Yerusalem sebagai kota yang dibangun dengan rapi dan tersusun, sebuah gambaran yang mengungkapkan lebih dari sekadar struktur fisik. Yerusalem, bagi Daud, bukan hanya tempat tinggal yang terbentuk oleh batu dan batu, tetapi juga simbol dari kedamaian dan keteraturan yang hadir melalui Tuhan yang berkuasa. Kota ini menjadi tempat yang dipilih oleh Tuhan untuk berkumpulnya suku-suku Israel, untuk beribadah dan memuji nama-Nya. Dalam hal ini, Yerusalem menggambarkan kehadiran Tuhan yang mengatur kehidupan umat-Nya dengan adil dan penuh kasih, sesuai dengan peraturan-peraturan Tuhan yang membimbing hidup mereka (Mazmur 119:105). Sebagaimana Allah memerintahkan agar seluruh suku Israel datang ke Yerusalem untuk merayakan pesta-pesta keagamaan (Ulangan 16:16), kota ini bukan hanya merupakan pusat keagamaan, tetapi juga pusat tatanan sosial dan spiritual yang dibangun sesuai dengan hukum Allah.
Yerusalem yang rapat tersusun juga dapat dipahami sebagai simbol kesatuan umat Tuhan yang seharusnya tercermin dalam kehidupan kita sebagai gereja. Di dalamnya, ada takhta pengadilan, yang mengingatkan kita akan kehadiran Allah sebagai Hakim yang adil, yang memimpin dengan kebijaksanaan dan kebenaran. Takhta keluarga Daud mengingatkan kita pada janji Allah untuk memberikan keturunan Daud yang akan memerintah dengan adil (2 Samuel 7:16). Takhta ini adalah simbol pemerintahan yang diatur oleh Tuhan, yang memberikan keadilan dan kedamaian bagi umat-Nya. Yesus Kristus, sebagai keturunan Daud, datang sebagai Raja yang memerintah dalam kebenaran dan kasih, dan di dalam Dia kita menemukan kedamaian sejati (Yesaya 9:6-7).
Apa yang bisa kita pelajari dari gambaran Yerusalem dalam konteks ini? Rumah Tuhan, baik dalam bentuk Yerusalem pada zaman Daud maupun gereja kita hari ini, seharusnya menjadi tempat yang mencerminkan kedamaian dan keteraturan ilahi. Ketika kita datang ke rumah Tuhan, kita datang untuk menemukan persekutuan yang baik dengan sesama, untuk bersama-sama memuji Tuhan dalam kesatuan iman, dan untuk hidup menurut peraturan-peraturan-Nya. Seperti yang tertulis dalam 1 Korintus 14:40, "Tetapi segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur." Rumah Tuhan adalah tempat yang aman, tempat yang memberikan kita kekuatan untuk menghadapi tantangan hidup, karena di dalamnya kita belajar untuk hidup dalam tatanan yang ditetapkan oleh Tuhan, yang membawa kedamaian sejati bagi jiwa kita (Filipi 4:7).
Di tengah dunia yang penuh dengan kerusakan dan kekacauan, kita diajak untuk melihat gereja sebagai tempat di mana Tuhan mendatangkan kedamaian dan keteraturan. Di gereja, kita tidak hanya diingatkan untuk beribadah, tetapi juga untuk hidup dalam kesatuan, mengikuti perintah Tuhan yang membawa kita kepada kehidupan yang lebih baik, lebih harmonis, dan penuh dengan kasih, sebagaimana yang dimaksudkan oleh Tuhan ketika pertama kali membangun Yerusalem sebagai kota kedamaian dan pusat ibadah.
3. Doa bagi Kedamaian Yerusalem (Ayat 6-9)
Dalam Mazmur 122:6-9, Daud mengakhiri mazmurnya dengan doa yang penuh kasih dan perhatian terhadap kedamaian Yerusalem. Doa ini bukan hanya untuk kesejahteraan fisik kota, tetapi lebih dalam lagi, untuk kesejahteraan rohani yang mencerminkan kehadiran Tuhan di tengah umat-Nya. Daud menyatakan, "Doakanlah kesejahteraan Yerusalem! Biarlah mereka yang mencintaimu beroleh keselamatan!" (Mazmur 122:6). Ia menyadari bahwa kedamaian Yerusalem sangat erat kaitannya dengan keselamatan dan keberkahan yang datang dari Tuhan. Yerusalem, sebagai pusat ibadah dan pemerintahan yang dipilih oleh Tuhan, adalah simbol dari keselamatan dan harapan umat Tuhan. Doa Daud untuk kesejahteraan Yerusalem mencakup semua aspek kehidupan: fisik, sosial, dan rohani, karena kedamaian sejati hanya dapat ditemukan dalam kehadiran Tuhan.
Doa bagi kedamaian Yerusalem ini juga mencerminkan kepedulian Daud terhadap umat Tuhan secara keseluruhan. Ia berdoa, "Untuk sake saudara-saudaraku dan teman-temanku, aku akan berkata: 'Kiranya sejahtera ada padamu!'" (Mazmur 122:8). Ini mengajarkan kita untuk tidak hanya memikirkan kesejahteraan pribadi, tetapi juga untuk mendoakan dan memperjuangkan kedamaian dan kesejahteraan orang lain, terutama saudara-saudara seiman. Dalam Kitab 1 Timotius 2:1-2, kita diajak untuk berdoa bagi "semua orang, untuk raja-raja dan semua orang yang berkuasa, supaya kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan penghormatan." Sebagai umat percaya, kita diajak untuk memiliki hati yang penuh kasih dan kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat dan bangsa tempat kita tinggal.
Kesejahteraan suatu kota atau negara, menurut Alkitab, sangat bergantung pada kedamaian yang datang dari Tuhan. Yeremia 29:7 mengingatkan kita, "Carilah kesejahteraan kota ke mana kamu kubawa sebagai orang buangan, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu." Ini menunjukkan bahwa kesejahteraan umat Tuhan dan tempat tinggal mereka saling terkait. Ketika kita mendoakan kedamaian kota atau negara kita, kita tidak hanya berdoa untuk keamanan fisik, tetapi juga untuk kedamaian rohani, di mana Tuhan memerintah dengan keadilan dan kasih.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk berperan aktif dalam mendoakan kedamaian, bukan hanya bagi diri kita sendiri tetapi juga bagi komunitas kita, negara kita, dan bahkan dunia ini. Kita diajak untuk tidak hanya berdoa, tetapi juga bertindak untuk mendatangkan kedamaian dengan menjadi pembawa damai di mana pun kita berada (Matius 5:9). Seperti Daud, kita harus mencari kebaikan dan kesejahteraan bagi orang lain, terutama dalam konteks rumah Tuhan yang menjadi pusat kebaikan dan harapan bagi umat-Nya.
Doa bagi kedamaian Yerusalem juga menjadi doa untuk kemuliaan nama Tuhan, karena kedamaian yang sejati hanya dapat tercapai ketika Tuhan berkuasa dan memerintah di dalam kehidupan kita. Sebagai umat Tuhan, kita diajak untuk mendoakan agar Tuhan memerintah dalam kedamaian dan keadilan di setiap aspek kehidupan kita—baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, gereja, masyarakat, maupun negara.
Kesimpulan:
Mazmur 122 mengajarkan kita tiga hal penting. Pertama, kita harus memiliki sukacita yang besar ketika diberi kesempatan untuk datang ke rumah Tuhan, tempat pertemuan kita dengan-Nya. Kedua, rumah Tuhan harus menjadi tempat yang penuh kedamaian, keteraturan, dan persekutuan yang baik. Ketiga, kita dipanggil untuk mendoakan kedamaian dan kesejahteraan bagi tempat kita tinggal, komunitas kita, dan umat Tuhan di seluruh dunia.
Mari kita renungkan, apakah kita memiliki sukacita seperti Daud ketika kita datang beribadah? Apakah kita berdoa bagi kedamaian kota dan negara kita? Semoga kita selalu menghargai rumah Tuhan dan terus mendoakan kedamaian, baik di Yerusalem maupun di tempat kita tinggal.
Doa Penutup: Tuhan, terima kasih atas kesempatan yang Engkau berikan kepada kami untuk datang ke rumah-Mu. Kami bersyukur karena Engkau memberi kami sukacita dalam beribadah. Kami juga berdoa bagi kedamaian dan kesejahteraan kota kami, negara kami, dan seluruh dunia. Kiranya damai sejahtera-Mu memerintah di hati kami dan membawa berkat bagi sesama. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.