Selasa, 30 Juni 2020

Laporan Ketua Panitia Pembangunan Dalam Rangka Peletakan Batu Pertama Pembangunan Pastori Jemaat GP Solafide Kapeta

Salam sejahtera dalam kasih Kristus
Shalom !!!

Yth. Ibu Camat Siau Barat Selatan
Yth. Bapak Kapitlau Kapeta dan Ibu
Yth. Bapak Kapitalau Mahuneni dan Ibu
Yth. Para Gembala Sidang Gereja Pantekosta Solafide.
Yth. Ketua Wilayah GP Solafide Wilayah III Sitaro sekaligus sebagai Gembala Sidang GP Solafide Kapeta dan Ibu
Yang saya kasihi semua Jemaat GP Solafide Kapeta
Undangan dan Hadirin yang berbahagia.

Ijinkanlah kami atas nama Panitia Pembangunan Pastori dan Renovasi Gereja GP Solafide Kapeta menyampaikan Laporan Pelaksanaan Kegiatan Peletakan Batu Pertama Pembangunan Pastori Jemaat GP Solafide Kapeta sebagai berikut :

I.             DASAR
Memperhatikan dengan seksama Surat Edaran Bupati Siau Tagulandang Biaro Nomor : 42/SE/VI-2020 Tanggal 19 Juni 2020 tentang Protokol Kesehatan dalam Rangka Tatanan Kehidupan Normal Baru Menghadapi Corona Virus Disease 20-19 (Covid 19) di Rumah Ibadah Wilayah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro. Pelaksanaan Peletakan Batu Pertama Pembangunan Pastori Jemaat GP Solafide Kapeta, tgl. 28 Juni 2020 hari ini didasarkan pada :
·   Surat Keputusan Gembala Sidang Gereja Pantekosta Solafide Kapeta Nomor :   01/SK/GS-GP-SK/XI/2019, tanggal 29 November 2019, Tentang Pembentukan Panitia Pembangunan Pastori dan Renovasi Gereja GP Solafide Kapeta. Serta
·    Undangan Peletakan Batu Pertama Pembangunan Pastori Jemaat GP Solafide Kapeta tanggal 27 Juni 2020

II.        RENCANA ANGGARAN  BIAYA
Mengingat Kebutuhan Pelayanan dan untuk memfasilitasi kedatangan Hamba-Hamba Tuhan dan Tamu Undangan dari Luar Daerah, maka Rencana Pembangunan Pastori Jemaat GP Solafide Kapeta ini adalah 2 (dua) Lantai yang ditaksir akan menelan biaya sebesar ± Rp. 400.000.000,-. (Empat Ratus Juta Rupiah). Lantai Dasar disamping untuk Gembala dan Keluarga juga disediakan Ruang Serba Guna, sedangkan Lantai II dikhususkan untuk Kamar Tamu dan Hamba-Hamba Tuhan dari Luar Daerah dan Sekretariat.
Anggaran sebesar tersebut diatas, diharapkan dapat terwujud dengan pertolongan Tuhan, baik melalui Swadaya Jemaat, Pengumpulan Dana dengan berbagai Modus Kegiatan serta harapan Niat Tulus dari Donatur yang hatinya digerakan oleh Tuhan.

III.       PENUTUP-.
Momentum Peletakan Batu Pertama Pembangunan Pastori Jemaat GP Solafide Kapeta hari ini, Minggu 28 Juni 2020 sangatlah berbeda tentunya dengan situasi dan kondisi yang Normal, ini masa New Normal, dimana seluruh umat manusia di dunia bahkan kita semua yang ada di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro berada dalam pergumulan untuk menghadapi Pandemi Covid-19. Syukur kepada Tuhan bahwa negeri 47 Pulau ini, termasuk salah satu Daerah yang masuk Zona Hijau, artinya bebas dari Corona dari Jumlah 102 Daerah yang masuk Zona Hijau di Indonesia, Provinsi Sulawesi Utara hanya ada 2 (dua) Daerah : Sitaro dan Kabupaten Bolmong Timur. Sebagai bandingan, Indonesia terdiri dari 34 Provinsi dan 514 Kabupaten / Kota (416 Kabupaten dan 98 Kota).
Tentunya kita sebagai warga gereja dan warga masyarakat haruslah selalu mendukung upaya Pemerintah Daerah dalam memerangi/ menganggulangi Pandemi Covid – 19 ini baik dengan doa dan upaya kita bersama. Mematuhi Protokol Penanganan Covid – 19 oleh Pemerintah : Jaga Jarak, Mencuci Tangan, memakai masker dan lain-lain.
Dengan terselenggaranya Acara Peletakan Batu Pertama Pembangunan Pastori Jemaat GP Solafide Kapeta di hari ini, Minggu 28 Juni 2020, menandai dimulainya Pembangunan Pastori Jemaat GP Solafide Kapeta dan dengan pertolongan Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja, Panitia dan Jemaat dimampukan untuk melaksanakan tugas yang berat dan mulia ini.Selanjutnya kami meminta dengan hormat kesedian dari Pemerintah Daerah, dalam hal ini diwakili oleh Ibu Camat Siau Barat Selatan kiranya berkenan untuk memberikan Sambutan.
Atas nama Panitia, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas partisipasi dan kehadiran Bapak/Ibu/Sdr/i dalam Acara Peletakan Batu Pertama Pembangunan Pastori Jemaat GP Solafide Kapeta III. Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada para donatur yang telah memberikan bantuan baik materiil maupun spirituil.
Panitia juga menyampaikan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya, apabila dalam pelaksanaan Peletakan Batu Pertama Pembangunan Pastori Jemaat GP Solafide Kapeta ini terdapat hal-hal yang kurang berkenaan di hati Bapak/Ibu/ hadirin sekalian. Sekian dan Terima kasih. Shaloom !!!

Kapeta Siau, 28 Juni 2020
Ketua Panitia 


Pdp. Fredrik Dandel, ST.

Selasa, 02 Juni 2020

SONGKO Mahkluk Penyihir Khas Siau/Sangihe.


Oleh : Fredrik Dandel, ST.
(Ditulis Kembali dari https://web.facebook.com/groups/375590465825555 dan telah dimuat dalam https://kompaq.id/read/lainnya/sasahara/2020/05/23/songko-sosok-perempuan-misterius-peneror-orang-berpergian-sendiri-di-malam-hari/ ).

Jika kita mencoba melakukan pencarian di Om Google, maka yang muncul adalah gambar topi nasional Indonesia, yang lebih dikenal dengan nama kopiah. Walaupun memiliki nama yang serupa, makna kata "songko" yang digunakan oleh masyarakat Siau dan Suku Sangihe memiliki konotasi yang sangat berbeda. Songko dalam konteks ini merujuk pada sesuatu yang jauh lebih mistis, yaitu sebuah entitas yang berhubungan dengan dunia gaib: orang yang dianggap sebagai penyihir atau makhluk yang memiliki kekuatan sihir. Ini mirip dengan tokoh-tokoh seperti suanggi, taharoti, dan sebagainya.

Menurut D. Brilman dalam bukunya yang berjudul Zending di Kepulauan Sangi dan Talaud yang diterbitkan oleh BPS GMIST pada tahun 1986, pada halaman 57 disebutkan bahwa songko-songko adalah wanita-wanita yang berkeliaran pada malam hari. Mereka tidak hanya menakut-nakuti orang yang tinggal sendirian, tetapi juga sering kali menimbulkan malapetaka bagi orang-orang yang sedang tidur, bahkan merampok kuburan-kuburan. Dalam pandangan masyarakat Siau, hingga kini mereka mengenali keberadaan songko melalui suara khasnya, yaitu suara "kok, kok, kok", yang sering kali diulang tiga kali dalam sekali berkokok. Jika suara ini terdengar pelan, itu menandakan bahwa songko tersebut berada cukup dekat dengan pendengar, namun jika suaranya terdengar keras atau nyaring, berarti ia berada cukup jauh.

Cerita-cerita yang disampaikan oleh orang tua zaman dahulu sering menggambarkan songko sebagai makhluk yang menyerang orang yang sedang sendirian di malam hari. Konon, ia akan menyerang dengan cara menyambar korban melalui kedua kaki dan tangannya yang ditekuk sejajar, lalu membawanya terbang di udara. Korban yang tertangkap akan dibawa terbang dan dimainkan di atas langit, dilepaskan dari ketinggian, kemudian ditangkap lagi sebelum akhirnya dibebaskan begitu saja. Dampaknya, korban yang lemah dan kelelahan akan ditinggalkan. Namun, ada cerita yang menyebutkan bahwa jika korban yang diserang memiliki kekuatan fisik dan keberanian, maka keadaan bisa berbalik, dan songko bisa saja dikalahkan dan dipermalukan. Menariknya, ketika tertangkap, songko biasanya menutupi wajahnya dengan rambut panjangnya.

Dalam melakukan aksi terbangnya, Songko biasanya akan meramu obat-obatan yang ditaruh dalam sebuah belanga (kuring) dan disembunyikannya diantara rumpun pisang. Orang yang mengerti dan ingin menangkapnya (memingka) akan mencari belanga/kuring tersebut dan membalikan/menumpahkannya. Maka Songko yang sedang beraksi/terbang akan mendarat dengan terpaksa/jatuh. 

Selain itu, ada pula istilah Songko Babalhe, yang merujuk pada songko yang berjenis kelamin laki-laki. Konon, songko jenis ini lebih berbahaya dibandingkan dengan songko perempuan, meskipun kemunculannya tidak terlalu umum.

Di masa kini, meskipun banyak masyarakat yang sudah tidak lagi takut kepada songko, cerita-cerita tentang makhluk ini masih tetap hidup dalam ingatan dan tradisi lisan. Bahkan, saya pribadi pernah mencoba untuk menangkapnya beberapa kali, meskipun hasilnya belum membuahkan hasil. Namun, kepercayaan terhadap songko ini tetap menjadi bagian dari warisan budaya masyarakat Siau dan Sangihe yang terus berkembang.

Meskipun tak ada yang bisa membuktikan secara ilmiah tentang keberadaan songko, fenomena ini menunjukkan betapa eratnya hubungan antara masyarakat dengan dunia gaib serta tradisi lisan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Masyarakat yang percaya akan hal ini juga menunjukkan keberanian dan rasa ingin tahu yang tinggi, berusaha melawan atau membuktikan kekuatan makhluk yang selama ini hanya hidup dalam cerita.