MITOS tentang MEMI kembali mencuat di Kampung Talawid. Penyebabnya
Oma Mbau Ba, penduduk setempat dikabarkan sempat menghilang di Hutan
Belliang dan baru diketemukan kurang lebih dua jam yang lalu (kira-kira
jam 21.00 WITA).
Pages
Label
- KHOTBAH
- SIAU
- OBJEK WISATA
- Artikel
- DESDM
- HERMENEUTIK
- KOTA BITUNG
- PENDALAMAN ALKITAB
- Serba-Serbi
- Lagu Daerah SATAS
- Memimpin Ibadah Umum
- HOMILETIKA
- JADUL
- KATA SAMBUTAN
- Puisi
- ALAT TABERNAKEL
- BENDA CAGAR BUDAYA
- MENARA
- MINAHASA
- DOA
- NATAL
- PAHLAWAN
- PASTORAL KONSELING
- SASTRA
- GUNUNG API
- KEC. SIBARSEL
- KORPRI
- Kesaksian
- LAGU POP INDONESIA
- PERHUBUNGAN
- POP JAPANESE
- Para Martir
- CATUR
- CERITA RAKYAT
- KELUARGA DANDEL
- LAGU NASIONAL
- LITURGI
- Lagu - Lagu Rohani
- Memimpin Pujian
- PEMILU
- TANAMAN OBAT
- TEMPAT IBADAH
Sabtu, 15 Juni 2013
Rabu, 12 Juni 2013
MEMBEDAH SEJARAH TEMPOE DOELOE LEWAT LAGU TRADISIONAL MASYARAKAT SIAU (Khususnya Masyarakat di Kec. Siau Barat Selatan).
Oleh : Fredrik Dandel, ST.
Masyarakat Pulau Siau sejak jaman dahulu merupakan masyarakat yang
berbudaya. Hal ini dibuktikan bukan hanya karena pulau Siau dan
sekitarnya pada lebih dari 500 tahun yang lalu telah menjadi sebuah
negeri yang berdaulat dengan bentuk Kerajaan Siau. Tetapi juga dapat ditemukan
dari cerita tempoe doeloe yang dikisahkan secara lisan dari satu generasi ke generasi lainnya.
Kisah yang diceritakan secara lisan seringkali diabadikan lewat syair-syair lagu. Umumnya syair lagu tersebut syarat dengan makna sejarah atau peristiwa yang dialami oleh masyarakat waktu itu. Seperti halnya syair dalam lagu berikut :
Nakataku si kami lima
Nikarusang u pamo
Palhiangheng e napapedi
Senggo e naghaghede
Pundalhe simbua nailang
Pundalhe simbua nailang
Pundalhe simbua nailang
Nikerea su Sawang u patung.
Lirik lagu diatas, menceritakan tentang suatu peristiwa yang menimpa lima orang yang pastinya berasal dari P. Siau. Dalam suatu perjalanan pelayaran mereka mengalami kerusakan Pamo (salah satu alat transportasi tradisional). Kerusakan tersebut rupanya amatlah hebat, sebab yang mungkin terjadi adalah karena terjangan ombak angin barat yang terkenal ganas, sehingga menyebabkan rusaknya penahan sema-sema (paliahenge napapedi), layar robek (Senggo e naghaghede) serta kehilangan dayung (pundalhe simbua nailang).
Dapat dibayangkan, ketika 3 (tiga) hal yang sangat dibutuhkan dalam pelayaran ini semuanya tak lagi berfungsi. Tentunya suatu hal yang sangat menghantui pikiran mereka, bahwa kematian akan segera menjemput, dan inilah yang sangat menakutkan mereka (Nakataku si kami lima).
Kelima orang tersebut, entah siapa dan berasal dari kampung mana ? sulitlah dipastikan identitasnya. Sekalipun ada orang tua yang mengatakan bahwa peristiwa ini terjadi di dekat Tonggeng Singkaha yang terkenal sangat berbahaya. Hal ini dapatlah dipertegas dengan syair lagu berikut ini :
Batuwulang, Niambangeng,
Kiawang, Hiung, Kinali,
Lehi, Pehe, Ondong, Paniki,
Paseng, Peling, Laghaeng,
Batusenggo, Eneraha,
Talawide, Mahuneni,
Tonggeng Singkaha berbahaya,
Tonggeng Bahu Sirungang.
Dari syairnya, dapat dipastikan bahwa pencipta lagu tersebut adalah warga masyarakat Kampung Talawid / Kamp. Mahuneni Kec. Siau Barat Selatan. Penggubah lagu mengetahui benar bahwa Tonggeng Singkaha adalah sebuah tanjung yang berbahaya. Mengapa berbahaya ? Berdasarkan penuturan beberapa orang tua yang saya tanyakan, disamping peristiwa yang menimpa 5 (lima) orang dalam Pamo seperti dikisahkan di atas, umumnya mereka juga mengaminkan bahwa tonggeng singkaha itu telah menelan banyak korban, terutama di seputar daerah Batu Derendung. Terungkaplah sebuah kisah tentang satu keluarga yang sempat hilang tak tahu rimbanya tatkala mereka melewati Tonggeng Singkaha ini dalam perjalanan pengembaraan mereka. Sampai sekarang cerita / mitos ini sangat membekas di hati masyarakat Kampung Talawid dan Kampung Mahuneni, sekalipun tidak diabadikan dalam syair lagu.
Ada pula syair lagu tradisional lainnya yang berbunyi seperti demikian :
Bulude Lisung
Bongkong Baliang
Tonggene Bahu
Bawa Singkaha
I Sire Epa
Nipunialang
Mahuneni
Soang Tamawala
Dalam lagu ini, penyair yang dapat dipastikan adalah masyarakat Kampung Mahuneni Kec. Siau Barat Selatan mencoba mengutarakan kecintaannya kepada Kampung halaman dengan mengabadikan empat lokasi sebagai penanda Kampung Mahuneni yakni : 1. Bulude Lisung, 2. Bongkong Baliang, 3. Tonggeng Bahu, serta 4. Tonggeng Singkaha.
Bersambung .............................. ..
Kisah yang diceritakan secara lisan seringkali diabadikan lewat syair-syair lagu. Umumnya syair lagu tersebut syarat dengan makna sejarah atau peristiwa yang dialami oleh masyarakat waktu itu. Seperti halnya syair dalam lagu berikut :
Nakataku si kami lima
Nikarusang u pamo
Palhiangheng e napapedi
Senggo e naghaghede
Pundalhe simbua nailang
Pundalhe simbua nailang
Pundalhe simbua nailang
Nikerea su Sawang u patung.
Lirik lagu diatas, menceritakan tentang suatu peristiwa yang menimpa lima orang yang pastinya berasal dari P. Siau. Dalam suatu perjalanan pelayaran mereka mengalami kerusakan Pamo (salah satu alat transportasi tradisional). Kerusakan tersebut rupanya amatlah hebat, sebab yang mungkin terjadi adalah karena terjangan ombak angin barat yang terkenal ganas, sehingga menyebabkan rusaknya penahan sema-sema (paliahenge napapedi), layar robek (Senggo e naghaghede) serta kehilangan dayung (pundalhe simbua nailang).
Dapat dibayangkan, ketika 3 (tiga) hal yang sangat dibutuhkan dalam pelayaran ini semuanya tak lagi berfungsi. Tentunya suatu hal yang sangat menghantui pikiran mereka, bahwa kematian akan segera menjemput, dan inilah yang sangat menakutkan mereka (Nakataku si kami lima).
Kelima orang tersebut, entah siapa dan berasal dari kampung mana ? sulitlah dipastikan identitasnya. Sekalipun ada orang tua yang mengatakan bahwa peristiwa ini terjadi di dekat Tonggeng Singkaha yang terkenal sangat berbahaya. Hal ini dapatlah dipertegas dengan syair lagu berikut ini :
Batuwulang, Niambangeng,
Kiawang, Hiung, Kinali,
Lehi, Pehe, Ondong, Paniki,
Paseng, Peling, Laghaeng,
Batusenggo, Eneraha,
Talawide, Mahuneni,
Tonggeng Singkaha berbahaya,
Tonggeng Bahu Sirungang.
Dari syairnya, dapat dipastikan bahwa pencipta lagu tersebut adalah warga masyarakat Kampung Talawid / Kamp. Mahuneni Kec. Siau Barat Selatan. Penggubah lagu mengetahui benar bahwa Tonggeng Singkaha adalah sebuah tanjung yang berbahaya. Mengapa berbahaya ? Berdasarkan penuturan beberapa orang tua yang saya tanyakan, disamping peristiwa yang menimpa 5 (lima) orang dalam Pamo seperti dikisahkan di atas, umumnya mereka juga mengaminkan bahwa tonggeng singkaha itu telah menelan banyak korban, terutama di seputar daerah Batu Derendung. Terungkaplah sebuah kisah tentang satu keluarga yang sempat hilang tak tahu rimbanya tatkala mereka melewati Tonggeng Singkaha ini dalam perjalanan pengembaraan mereka. Sampai sekarang cerita / mitos ini sangat membekas di hati masyarakat Kampung Talawid dan Kampung Mahuneni, sekalipun tidak diabadikan dalam syair lagu.
Ada pula syair lagu tradisional lainnya yang berbunyi seperti demikian :
Bulude Lisung
Bongkong Baliang
Tonggene Bahu
Bawa Singkaha
I Sire Epa
Nipunialang
Mahuneni
Soang Tamawala
Dalam lagu ini, penyair yang dapat dipastikan adalah masyarakat Kampung Mahuneni Kec. Siau Barat Selatan mencoba mengutarakan kecintaannya kepada Kampung halaman dengan mengabadikan empat lokasi sebagai penanda Kampung Mahuneni yakni : 1. Bulude Lisung, 2. Bongkong Baliang, 3. Tonggeng Bahu, serta 4. Tonggeng Singkaha.
Bersambung ..............................
MARS KORPRI
Lagu Mars KORPRI ditetapkan berdasarkan Keputusan Musyawarah Nasional VI KORPRI Nomor Kep-09/MUNAS/2004 tanggal 30 Nopember 2004. Lagu Mars KORPRI masih berlaku, namun diberikan kewenangan kepada DPP KORPRI untuk menghubungi penciptanya apabila akan dilakukan penyesuaian aslinya. Berikut adalah lirik lagu Mars Korpri :
Tempo di Marcia
Con Vigore
Teks/Musik : EL Pohan
MARS KORPRI
Satukan irama langkahmu
Bersatu tekad menuju ke depan
Berjuang bahu-membahu
Memberikan tenaga tak segan
Membangun negara yang jaya
Membina bangsa besar sejahtera
Memakai akal dan daya
Membimbing membangun mengemban
Berdasar Pancasila
Dan Undang-Undang Dasar Empat Lima
Serta dipadukan oleh haluan negara
Kita maju terus
Di bawah Panji Korpri
Kita mengabdi tanpa pamrih
Di dalam naungan Tuhan Yang Maha Kuasa
Korpri maju terus
Langganan:
Postingan (Atom)