Minggu, 09 Oktober 2011

Dasar Hukum Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Sektor Pertambangan dan Energi.


Oleh : Fredrik Dandel, ST.

Undang-Undang Dasar 1945 mengisyaratkan hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Pekerjaan baru dapat disebut memenuhi kelayakan bagi kemanusiaan, apabila keselamatan tenaga kerja sebagai pelaksananya terjamin. Kematian, cacat, cedra, penyakit, dan lain-lain sebagai akibat kecelakaan dalam melakukan pekerjaan bertentangan dengan dasar kemanusiaan. Maka dari itu, atas dasar landasan UUD 1945 lahir undang-undang dan ketentuan-ketentuan pelaksanaannya dalam keselamatan kerja.

Pada   umumnya   setiap   sektor  mempunyai   dasar   hukum  dalam bentuk Undang-undang sebagai landasan pelaksanaan kegiatan di sektor   tersebut.  Berdasarkan Undang-undang  tersebut  diterbitkan berbagai  Peraturan  Pemerintah   (PP)   tentang  berbagai   hal   yang dalam  undang-undang   tersebut   perlu   jabarkan   dalam Peraturan Pemerintah.  Peraturan Pemerintah disusun atas dasar  ketentuan dalam   Undang-undang   terkait.   Peraturan   Pemerintah   dibuat sebagai pelaksanaan suatu Undang-undang. Jadi seharusnya tidak ada   Peraturan   Pemerintah   yang   tidak   ada   landasan   Undang-undangnya. Dalam Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah pada   umumnya   disebut   instansi   yang   bertanggung   jawab   atas ketentuan yang diatur.

Sejarah pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja di sektor pertambangan dan energi secara terkendali dimulai pada Tahun 1930 yaitu sejak dikeluarkannya Undang-Undang Hindia Belanda yakni Mijn Politie Reglement (MPR) 1930 tentang pengawasan keselamatan kerja perminyakan.

Seirama dengan derap langkah kemajuan pembangunan di sektor pertambangan dan energi telah melahirkan banyak kebijakan menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja, baik di bidang minyak dan gas bumi, bidang ketenagalistrikan maupun bidang pertambangan umum. Ini menunjukkan bahwa penanganan pengawasan keselamatan kerja di sektor pertambangan dan energi mendapat perhatian yang serius oleh pemerintah.

Sesuai dengan bidangnya masing-masing dalam sector pertambangan dan energi, maka pengaturan regulasinyapun diatur berdasarkan bidang-bidang tersebut, yakni :

Bidang Ketenagalistrikan

Dasar Hukum yang menjadi landasan dalam pelaksanaan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja bidang ketenagalistrikan adalah sebagai berikut :
  1. UU No.1 / 1970 ttg Keselamatan Kerja
  2. UU No.15 / 1985 ttg Ketenagalistrikan
  3. PP No.03 / 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
  4. PP No.26 / 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
  5. Keppres No.22 / 1993 ttg Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja
  6. Kep Menaker No.5/Men/1996 ttg Sistem Manajemen K3 (SMK3)
  7. Kep Direksi No.090.K/DIR/2005 ttg Pedoman Keselamatan Instalasi
  8. Kep Direksi No.091.K/DIR/2005 ttg Pedoman Keselamatan Umum
  9. Kep Direksi No.092.K/DIR/2005 ttg Pedoman Keselamatan Kerja
  10. Kep Direksi No. 093.K/DIR/2005 ttg Pedoman  Keselamatan Lingkungan

Bidang Minyak dan Gas Bumi (Migas)

Dasar Hukum yang menjadi landasan dalam pelaksanaan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja bidang minyak dan gas bumi adalah sebagai berikut :
  1. Undang-undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
  2. Undang-Undang No.1 / 1970 tentang Keselamatan Kerja.
  3. Mijn Politie Reglement Staatsblad 1930 Nomor 341 Peraturan Keselamatan Kerja Tambang.
  4. PP. No. 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan.
  5. PP. No. 17 Tahun 1974 tentang Pengawasan Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas di Daerah Lepas Pantai.
  6. PP. No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.
  7. PP. No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas.
  8. PP. No. 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilar Migas.
  9. Permen Pertambangan Nomor 02/P/M/Pertamb/1975 Keselamatan Kerja Pada Pipa Penyalur Serta Fasilitas kelengkapan Untuk Pengangkutan Minyak Dan Gas Bumi Diluar Wilayah Kuasa Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi.
  10. Permen Pertambangan No. 05/P/M/Pertamb/1977 tentang Kewajiban Memiliki Sertifikat Kelayakan Konstruksi untuk Platform Migas di Daerah Lepas Pantai.
  11. Permen Pertambangan dan Energi No. 06P/0746/M.PE/1991 tentang Pemeriksaan Keselamatan Kerja atas Instalasi, Peralatan dan Teknik yang Dipergunakan dalam Pertambangan Migas dan Pengusahaan Sumberdaya Panas Bumi.
  12. Permen Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor : 045 Tahun 2006
    Pengelolaan Lumpur Bor, Limbah Lumpur Dan Serbuk Bor Pada Kegiatan Pengeboran Minyak Dan Gas Bumi.
  13. Kepmen Pertambangan Dan Energi Nomor 300k/38/Mpe/1997
    Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak Dan Gas Bumi.
  14. Keputusan Direktur Jenderal Minyak Dan Gas Bumi Nomor 39 K/38/DJM/2002 tentang Pedoman Dan Tatacara Pemeriksaan Keselamatan Kerja Atas Tangki Penimbun Minyak Dan Gas Bumi.
Bidang Pertambangan Umum.

Dasar Hukum yang menjadi landasan dalam pelaksanaan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja bidang pertambangan umum adalah sebagai berikut :
  1. Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
  2. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
  3. PR 1930 No. 341 tentang Peraturan Kepolisian Pertambangan
  4. PP No. 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan.
  5. Peraturan Umum Tenaga Listrik (PUIL).
  6. Peraturan Menteri Tamben No. 1/P/M/Pertamb/1978 tentang pengawasan Keselamatan Kerja Kapal Keruk.
  7. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor : 555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum.

Peraturan K3 Terkait Sektor Pertambangan dan Energi.
Dalam pelaksanaan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja di sektor pertambangan dan energi harus memperhatikan undang-undang yang telah dibuat sebelumnya, yang sampai sekarang ini masih tetap dipakai. Peraturan-peraturan tersebut di bawah ini, umumnya dapat dikategorikan sebagai landasan sektor ketenagakerjaan (sektor yang khusus menangani persoalan tenaga kerja serta segala persoalannya) dalam melakukan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja.

A.        Undang-Undang.
  1. Undang-undang Uap Tahun 1930,  mengatur   tentang keselamatan dalam   pemakaian   pesawat   uap.   Pesawat   uap   menurut   Undang-undang  ini  adalah ketel  uap,  dan alat-alat   lain yang bersambungan dengan ketel uap, dan bekerja dengan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan   udara.   Undang-undang   ini   melarang   menjalankan   atau mempergunakan   pesawat   uap   yang   tidak   mempunyai   ijin   yang diberikan   oleh   kepala   jawatan   pengawasan   keselamatan   kerja (sekarang Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Ketenaga Kerjaan dan Pengawasan Norma Kerja-Departemen Tenaga Kerja). Terhadap pesawat uap yang dimintakan ijinnya akan dilakukan pemeriksaan dan pengujian   dan apabila memenuhi persyaratan yang diatur peraturan Pemerintah diberikan Akte Ijin. Undang-undang   ini   juga  mengatur   prosedur   pelaporan   peledakan pesawat   uap,   serta   proses   berita   acara   pelanggaran   ketentuan undang-undang ini.
  2. Undang-undang   nomor   3   Tahun   1969  tentang   Persetujuan Konvensi  Organisasi  Perburuhan Internasional  nomor 120 mengenai Higiene   dalam  Perniagaan   dan   Kantor-kantor.   Undang-undang   ini memberlakukan Konvensi ILO nomor 120, yang berlaku bagi badan-badan   perniagaan,   jasa,   dan   bagian   bagiannya   yang   pekerjanya terutama melakukan pekerjaan kantor. Dalam azas umum konvensi ini diatur   syarat   kebersihan,   penerangan   yang   cukup   dan   sedapat mungkin  mendapat   penerangan   alam,   suhu   yang   nyaman,   tempat kerja   dan   tempat   duduk,   air  minum,   perlengkapan   saniter,   tempat ganti   pakaian,   persyaratan   bangunan   dibawah   tanah,   keselamatan terhadap   bahan,   proses   dan   teknik   yang   berbahaya,   perlindungan terhadap kebisingan dan getaran, dan perlengkapan P3K.
  3. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja terdiri dari XI bab dan 18 pasal. Didalam  penjelasan   umum,   disebutkan   bahwa  Undang-undang   ini merupakan   pembaharuan   dan   perluasan   dibandingkan   dengan undang-undang   sebelumnya   (Veilegheids  Reglement   Tahun   1910).

B.        Peraturan Pemerintah
  1. Peraturan Uap 1930, mengatur pembagian pesawat uap berdasarkan tekanan uapnya,  yaitu  lebih besar  dari    1 kg/cm2  di  atas   tekanan udara  luar  dan paling  tinggi  1kg/cm2  di  atas  tekanan udara  luar. Peraturan in memuat ketentuan untuk   mendapatkan ijin penggunaan pesawat   uap,   serta   ketentuan  mengenai   pesawat   uap   yang   tidak memerlukan   akte   ijin.   Peraturan   ini   memuat   persyaratan   teknis keselamatan ketel uap dan pesawat uap selain ketel  uap,  pengering uap,  penguap,  bejana uap antara  lain mengenai  persyaratan bahan pembuat, perlengkapan pengaman dan tata cara pengujian.
  2. Peraturan   Pemerintah   R.I   nomor   19   Tahun   1973  tentang Pengaturan   dan   Pengawasan   Keselamatan   Kerja   di   Bidang Pertambangan,  mengatur   pengaturan   keselamatan   kerja   di   bidang pertambangan   dilakukan   oleh   Menteri   Pertambangan   setelah mendengar   pertimbangan   Menteri   Tenaga   Kerja.   Menteri Pertambangan   melakukan   pengawasan   keselamatan   kerja berpedoman   kepadan  Undang-undang   nomor   1  Tahun   1970   serta Peraturan   pelaksanaannya.   Pengangkatan   pejabat   pegawasan keselamatan kerja setelah mendengar pertimbangan Menteri Tenaga Kerja.   Pejabat   tersebut   mengadakan   kerjasama   dengan   pejabat pengawasan keselamatan kerja dari departemen Tenaga Kerja baik di Pusat   dan   di   Daerah.     Juga   diatur   pelaporan   pelaksanaan pengawasan serta pengecualian pengaturan dan pengawasan ketel uap dari Peraturan Pemerintah ini.
  3. Peraturan   Pemerintah   R.I   nomor   11   Tahun   1975  tentang Keselamatan Kerja terhadap Radiasi, terdiri dari 9 Bab dan 25 pasal. Peraturan  ini  mewajibkan setiap  instalasi  atom mempunyai  petugas proteksi  radiasi.  Untuk mengawasi  ditaatinya peraturan keselamatan kerja terhadap radiasi perlu ditunjuk ahli proteksi radiasi oleh instansi yang berwenang. Peraturan Pemerintah ini telah diganti dengan Peraturan Pemerintah No.  63  tahun 2000  tentang Keselamatan dan Kesehatan  terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion
  4. Peraturan Pemerintah R.I. No.   11   Tahun   1979  tentang Keselamatan Kerja pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi, yang terdiri dari 31 Bab dan 58 pasal mengatur tata usaha dan pengawasan   keselamatan   kerja   pada   pemurnian   dan   pengolahan minyak   dan   gas   bumi,   wewenang   dan   tanggung   jawab   menteri pertambangan,   dan  dalam pelaksanaan  pengawasan  menyerahkan kepada  Dirjen   dengan   hak   substitusi   sedang   tugas   dan   pekerjaan pengawasan   tersebut   dilaksanakan   oleh   kepala   inspeksi   dan pelaksana inspeksi tambang. Peraturan   pemerintah   ini   juga   mengatur   persyaratan   teknis keselamatan   dalam pemurnian   dan   pengolahan   mulai   dari perencanaan,   pembangunan,   pengoperasian,   pemeliharaan   dan perbaikan   instalasi,   termasuk   persyaratan   keselamatan   untuk bangunan,  jalan tempat  kerja,  pesawat  dan perkakas,  demikian pula kompressor, pompa vakum, bejana tekan dan bejana vakum, instalasi uap   air,   tungku   pemanas,   dan   heat   exchanger,   instalasi   penyalur, tempat  penimbunan,  pembongkaran dan pemuatan minyak dan gas bumi,  pengolahan bahan berbahaya,   termasuk mudah  terbakar  dan mudah  meledak   dalm  ruang   kerja,   proses   dan  peralatan     khusus, listrik, penerangan lampu, pengelasan, penyimpanan dan pemakaian zat radioaktif, pemadam kebakaran, larangan dan pencegahan umum, pencemaran  lingkungan,  perlengkapan penyelamatan dan pelindung diri,   pertolongan   pertama   pada   kecelakaan,   syarat-syarat   pekerja, kesehatan dan kebersihan , kewajibannnnn umum pengusaha, kepala teknik   dan   pekerja,   pengawasan,   tugas   dan  wewenang   pelaksana inspeksi   tambang,   keberatan   dan  pertimbangan,   ketentuan   pidana, ketentuan peralihan dan penutup.
C.        Peraturan Menteri.
  1. Peraturan   Menteri   Tenaga   Kerja,   Transmigrasi   dan   Koperasi nomor   Per-03/Men/1978  tentang   Persyaratan   penunjukan   dan wewenang   serta   kewajiban  Pegawai   pengawas   keselamatan   kerja dan ahli keselamatan kerja, terdiri atas tujuh pasal. Peraturan menteri ini   mengatur   persyaratan   untuk   ditunjuk   sebagai   pengawas keselamatan kerja dan sebagai  ahli  keselamatan kerja,  kewenangan dan kewajiban pegawai  pengawas serta kewenangan dan kewajiban ahli keselamatan. kerja. Salah satu kewajiban pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja adalah menjaga kerahasiaan keterangan yang didapat   karena   jabatannya.   Kesengajaan   membuka   rahasia   ini diancam  hukuman   sesuai   ketentuan  Undang-undang   Pengawasan Perburuhan.
  2. Peraturan  Menteri   Tenaga  Kerja   dan   Transmigrasi   nomor  Per 02/Men/1980  tentang   Pemeriksaan   Kesehatan   Kerja   dalam Penyelenggaraan   Keselamatan   kerja,   terdiri   atas   sebelas   pasal. Semua   perusahaan   yang   termasuk   dalam  ruang   lingkup  Undang-undang   Keselamatan   kerja   harus   mengadakan   pemeriksaan kesehatan   sebelum  bekerja   dan   pemeriksaan   kesehatan   berkala. Pemeriksaan   kesehatan   khusus   dilakukan   terhadap   tenaga kerja/golongan   tenaga   kerja   tertentu.   Direktur   Jenderal   dapat menunjuk   Badan   sebagai   penyelenggara   pemeriksaan   kesehatan tenaga kerja.
  3. Peraturan   Menteri   Tenaga   Kerja   dan   Transmigrasi   nomor 04/Men/1980  tentang Syarat-syarat  Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api ringan, terdiri atas enam bab dan 27 pasal. Dalam peraturan ini kebakaran digolongkan menjadi golongan A, B, C dan D. Sedang alat  pemadam api   ringan dibagi  menjadi   jenis cairan,   jenis busa, jenis tepung kering dan jenis gas. Alat pemadam api ringan harus ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan diambil dan dilengkapi tanda pemasangan.   Dalam   peraturan   menteri   ini   juga   diatur   tatacara pemeiiksaan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan.
  4. Peraturan   Menteri   Tenaga   Kerja   dan   Transmigrasi   nomor 01/Men/1982  tentang Bejana Tekan, terdiri atas sepuluh bab dan 48 pasal.   Peraturan  menteri   ini  mencabut   peraturan   khusus   FF   dan peraturan khusus DD.  Mengatur  bejana  tekan selain pesawat  uap, termasuk   botol-botol   baja,   bejana   transport,   pesawat   pendingin, bejana   penyimpanan   gas   yang   dikempa  menjadi   cair   terlarut   atau terbeku. Peraturan ini mengatur tentang kode warna, cara pengisian, pengangkutan,   pembuatan   dan   pemakaian,   dan   pemasangan, perbaikan dan perubahan teknis.
  5. Peraturan   Menteri   Tenaga   Kerja   dan   Transmigrasi   nomor 02/Men/1982 tentang Kualifikasi Juru Las di Tempat Kerja, terdiri dari enam bab, dan 36 pasal. Menurut peraturan ini, juru las digolongkan menjadi   juru  las  kelas  I,  kelas   II,  dan kelas   III.  Juru  las  dianggap terampil apabila telah menempuh ujian las dengan hasil memuaskan, dan mempunyai sertifikat juru las. Pengujian juru las terdiri dari ujian teori   dan   ujian   praktek.   Ujian   praktek   harus   dapat  menunjukkan keterampilan mengelas seperti yang ditentukan peraturan ini.
  6. Peraturan Menteri  Tenaga Kerja nomor  02 Tahun 1983  tentang Instalasi  Alarm Kebakaran Otomatik,  terdiri  dari  delapan bab dan 87 pasal,   mengatur   perencanaan,   pemasangan,   pemeliharaan   dan pengujian  instalasi  alarm kebakaran otomatik di   tempat  kerja.  Diatur ruangan   dan   bagiannya   yang   memerlukan   detektor   kebakaran. Instalasi harus dipelihara dan diuji secara berkala, mingguan, bulanan atau tahunan, yang diatur tatacaranya dalam peraturan ini. Juga diatur berbagai sistem detektor alarm kebakaran, antara lain sistem deteksi panas, asap dan api.
  7. Peraturan Menteri  Tenaga Kerja nomor  03   Tahun 1985  tentang Keselamatan   dan   Kesehatan   kera   Pemakaian   Asbes,   terdiri   atas sepuluh bab dan 25 pasal, melarang pemakaian asbes biru dan cara penggunaan   asbes   dengan   menyemprotkan.   Selain   itu   diatur kewajiban   pengurus   untuk   menyediakan alat   pelindung   diri, penerangan   pekerja, melaporkan proses dan jenis   asbes yang digunakan,   memasang   tanda/rambu,   pengendalian debu   asbes, analisa debu asbes, buku petunjuk mengenai bahaya debu asbes dan cara   pencegahannya.  Kewajiban   tenaga   kerja   untuk  memakai   alat pelindung diri, memakai dan melepas alat pelidung diri di tempat yang ditentukan,  dan melaporkan kerusakan alat  pelindung diri,  alat  kerja dan/atau ventilasi. Selain   itu   diatur   kebersihan lingkungan   kerja,   dan   pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.
  8. Peraturan Menteri  Tenaga Kerja nomor  04 Tahun 1985  tentang Pesawat  Tenaga dan Produksi,   terdiri  atas dua belas bab dan 147 pasal,  mengatur   ketentuan   umum  teknis   keselamatan   kerja   pada pesawat   tenaga   dan   pesawat   produksi,   ketentuan  mengenai   alat perlindungan,  pengujian bagi  bejana  tekan sebagai  penggerak mula motor   diesel,   keselamatan   perlengkapan   transmisi   mekanik, keselamatan mesin perkakas dll. Juga diatur mengenai pemeriksaan, pengujian dan pengesahan pesawat tenaga dan pesawat produksi.
  9. Menteri   Tenaga   Kerja   nomor   05   Tahun   1985  tentang   Pesawat angkat   dan   Angkut,   terdiri   atas   dua   belas   bab   dan   146   pasal, mengatur   perencanaan,   pembuatan,   pemasangan,   peredaran, pemakaian, perubahan dan atau perbaikan teknis,serta pemeliharaan pesawat  angkat  dan angkut.  Syarat  keselamatan mencakup bahan konstruksi,   serta   perlengkapan   pesawat   angkat   dan   angkut,   harus cukup kuat, tidak cacat dan memenuhi syarat. Beban maksimum yang diijinkan  harus  ditulis  pada bagian   yang  mudah  dilihat  dan  dibaca dengan jelas. Setiap pesawat angkat dan angkut tidak boleh dibebani melebihi   beban  maksimum  yang   diijinkan.   Peraturan   ini  mengatur syarat-syarat   teknis berbagai  pesawat  angkat  dan angkut,   termasuk komponen-komponennya.  Demikian pula pesawat  angkutan di  atas landasan dan diatas permukaan, alat angkutan jalan riil, pengesahan, pemeriksaan dan pengujian.
  10. Peraturan Menteri  Tenaga Kerja nomor  04 Tahun 1987  tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Tata-cara Penunjukan Ahli  Keselamatan Kerja,   terdiri  dari  16 pasal.  Peraturan Menteri ini mewajibkan pengusaha atau pengurus tempat kerja yang mempekerjakan   100   orang   pekerja   atau   lebih   atau  menggunakan bahan,   proses   dan   instalasi   yang  mempunyai   risiko   besar   terjadi peledakan,   kebakaran,   keracunan   dan   penyinaran   radioaktif membentuk P2K3.   Keanggotaan P2K3 adalah unsur pengusaha dan unsur pekerja. Sekretaris P2K3 adalah ahli K3 dari perusahaan yang bersangkutan. Selain mengatur tugas dan fungsi p2K3, juga mengatur tentang tatacara penunjukan ahli K3.
  11. Peraturan Menteri  Tenaga Kerja nomor  01 Tahun 1988  tentang Kualifikasi   dan   Syarat-syarat   Operator   Pesawat   Uap,   terdiri   atas delapan bab dan 13 pasal. Kualifikasi operator pesawat uap terdiri dari operator   kelas   I   dan   operator   kelas   II.   Peraturan   ini   mengatur persyaratan pendidikan, pengalaman, umur, kesehatan,  administrasi, mengikuti   kursus   operator   dan   lulus   ujian   sesuai   kualifikasinya. Operator   diberi   kewenangan   sesuai   dengan   kualifikasinya.   Jumlah dan   kualifikasi   operator   untuk   ketel   uap   serta   kurikulum  operator sesuai kualifikasinya dicantumkan dalam lampiran peraturan ini.
  12. Peraturan Menteri  Tenaga Kerja nomor  04 Tahun 1988  tentang Berlakunya   Standard   Nasional   Indonesia   (SNI)   No:   SNI-225-1987 Mengenai  Peraturan  Umum  Instalasi   Listrik   Indonesia   1987   (PUIL 1987)  di  Tempat  Kerja,   terdiri  atas   sepuluh pasal,  memberlakukan PUIL 1987 di   tempat  kerja.  Pengurus wajib menyesuaikan  instalasi listrik yang digunakan di tempat kerjanya dengan ketentuan SNI 225-1987.
  13. Peraturan Menteri  Tenaga Kerja nomor  01 Tahun 1989  tentang Kualifikasi   dan   Syarat-syarat   Operator   Keran   Angkat,   terdiri   atas delapan bab dan 13 pasal.  Kualifikasi  operator   terdiri  dari  operator kelas   I,   Operator   kelas   II   dan   operator   kelas   III.     Peraturan   ini mengatur   persyaratan   pendidikan,   pengalaman,   umur,   kesehatan, administrasi,   mengikuti   kursus   operator   dan   lulus   ujian   sesuai kualifikasinya.   Operator   diberi   kewenangan   sesuai   dengan kualifikasinya, dan mempunyai kewajiban dan tanggung jawab sesuai dengan kualifikasinya. Jumlah dan kualifikasi operator untuk masing-masing keran dicantumkan dalam lampiran peraturan ini.
  14. Peraturan Menteri  Tenaga Kerja nomor  02 Tahun 1989  tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir, terdiri atas sebelas bab dan 60 pasal,   mengatur   persyaratan   istalasi   penyalur   petir   tentang kemampuan perlindungan, ketahanan teknis dan ketahanan terhadap korosi, persyaratan bahan dan sertifikat atau hasil pengujian bagian-bagian   instalasi.   Memuat   persyaratan   teknis   untuk   penerima, penghantar   penurunan,   pembumian,   menara,   bangunan   yang mempunyai   antena,   persyaratan   instalasi   penyalur   petir   untuk cerobong   asap.  Selain   itu  diatur   juga   pemeriksaan  dan   pengujian, pengesahan dan ketentuan pidana.
  15. Peraturan  Menteri   Tenaga  Kerja   nomor   02   Tahun   1992  tentang Tatacara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan   Kerja,   terdiri   dari   lima bab dan 15   pasal,   mengatur persyaratan   untuk   dapat   ditunjuk   menjadi   ahli keselamatan dan kesehatan kerja harus memenuhi persyaratan pendidikan, pengalaman, pekerjaan, dan lulus seleksi. Ditetapkan berdasarkan permohonan dari pimpinan   instansi   dan   dokumen   pribadi   yang perlu  dilampirkan.. Kewajibannya   adalah  membantu  mengawasi   pelaksanaan   peraturan perundang-undangan   K3   dan   melaporkan   pelaksanaan   tugasnya kepada Menteri  Tenaga Kerja  serta merahasiakan  keterangan  yang didapat karena jabatannya. Diatur pula kewenangan Ahli Keselamatan Kerja untuk memasuki tempat kerja, minta keterangan, memonitor dan menetapkan syarat keselamatan dan kesehatan kerja.
  16. Peraturan Menteri  Tenaga Kerja nomor  05 Tahun 1996    tentang Sistem Manajemen   Keselamatan   dan   Kesehatan   Kerja,   terdiri   dari sepuluh bab dan   12 pasal  serta  tiga  lampiran,  mengatur   tujuandan sasaran   Sistem   Manajemen   K3,   kriteria   perusahaan   yang   wajib melaksanakannya, dan harus dilaksanakan oleh pengurus, pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai suatu kesatuan. Ketentuan-ketentuan yang wajib dilaksanakan perusahaan dalam menerapkan SMK3. Selain itu ketentuan mengenai  Audit  SMK3 dan Sertifikat  Keselamatan dan Kesehatan   Kerja.   Lampiran   I  memuat   pedoman   penerapan   SMK3, lampiran II memuat pedoman teknis audit, lampiran III memuat formulir laporan audit dan lampiran IV memuat ketentuan penilaian hasil audit.
  17. Peraturan  Menteri   Tenaga  Kerja   nomor   03   Tahun   1998  tentang Tatacara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan, terdiri dari enam bab dan   15   pasal,   mengatur   kewajiban   pengurus   atau   pengusaha DK3N – LK3I  12melaporkan   kecelakaan,   tatacara   pelaporan   dan   pemeriksaan   dan pengkajian kecelakaan oleh pengawas ketenagakerjaan. Lampiran satu adalah bentuk laporan kecelakaan, lampiran II laporan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan kerja,  lampiran III  bentuk  laporan pemeriksaan dan   pengkajian   penyakit   akibat   kerja,   lampiran   IV   bentuk   laporan pemeriksaan   dan   pengkajian   peristiwa   kebakaran/peledakan/bahaya pembuangan limbah.


 Referensi :

  • Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral RI (2005). Pengenalan K3 Tambang Batubara Bawah Tanah. Penerbit Balai Diklat Tambang Bawah Tanah. Yakarta.
  • Departemen Pertambangan dan Energi (1985). 40 Tahun Peranan Pertambangan dan Energi Indonesia 1945 – 1985. Penerbit Departemen Pertambangan dan Energi. Jakarta.
  • Fredrik Dandel (2006). Laporan Diklat Teknis Keselamatan Ketenagalistrikan (K2) pada Pusdiklat Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan - Jakarta. Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Maluku. Ambon.
  • Luluk Sumiarso (2006). Pembinaan dan Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Konstelasi “Keselamatan Migas”. Penerbit Ditjen Migas. Jakarta.
  • Munir Ahmad (2005). Inspeksi Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik. Penerbit Badan Diklat Teknis Inspektur Ketenagalistrikan. Jakarta.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Sektor Pertambangan dan Energi.



Oleh : Fredrik Dandel, ST.

Pertambangan dan energi mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi nasional dan pertahanan negara. Seirama dengan proses pelaksaan pembangunan di sektor pertambangan dan energi tersebut, maka persoalan keselamatan dan kesehatan kerja telah menjadi suatu persoalan yang serius untuk ditangani dengan sebaik-baiknya.

Seorang pekerja yang tertimbun longsoran tanah, kehilangan lengan, kaki atau bahagian tubuh yang lain akibat pengoperasian mesin, tersengat arus listrik, jatuh dari tower yang tinggi, terbakar karena ledakan pipa gas atau tanki minyak, sampai kepada masalah lingkungan akibat pengelolaan limbah yang kurang profesional merupakan suatu gambaran kasus diantara sekian banyak kasus yang terjadi di sektor pertambangan dan energi.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja di sektor pertambangan dan energi dapat dijabarkan dalam 3 (tiga) bidang dengan penanganannya masing-masing secara khas, yakni bidang ketenagalistrikan, bidang minyak dan gas bumi, serta bidang pertambangan umum.


Keselamatan Ketenagalistrikan

Listrik mempunyai posisi strategis dalam perekonomian nasional dan membantu keamanan negara, tetapi juga mempunyai potensi bahaya bagi jiwa manusia dan kerugian harta benda serta potensi merusak lingkungan hidup.

Yang dimaksud dengan Keselamatan Ketenagalistrikan adalah segala upaya atau langkah-langkah pengamanan instalasi tenaga listrik, peralatan dan pemanfaat tenaga listrik untuk mewujudkan kegiatan penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik dengan kondisi andal dan aman bagi instalasi tenaga listrik dan kondisi aman dari bahaya bagi manusia (pekerja dan masyarakat umum) serta kondisi akrab lingkungan.

Keselamatan Ketenagalistrikan meliputi :
  • Keselamatan kerja, upaya mewujudkan kondisi aman bagi pekerja dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan Instalasi dan kegiatan ketenagalistrikan lainnya dari Perusahaan, dengan memberikan perlindungan, pencegahan dan penyelesaian terhadap terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit yang timbul karena hubungan kerja yang menimpa pekerja.
  • Keselamatan umum, upaya mewujudkan kondisi aman bagi masyarakat umum dari bahaya yang diakibatkan oleh kegiatan Instalasi dan kegiatan ketenagalistrikan lainnya dari Perusahaan, dengan memberikan perlindungan, pencegahan dan penyelesaian terhadap terjadinya kecelakaan masyarakat umum yang berhubungan dengan kegiatan Perusahaan.
  • Keselamatan lingkungan, upaya mewujudkan kondisi akrab lingkungan dari Instalasi, dengan memberikan perlindungan terhadap terjadinya pencemaran dan / atau pencegahan terhadap terjadinya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan Instalasi.
  • Keselamatan instalasi, upaya mewujudkan kondisi andal dan aman bagi Instalasi, dengan memberikan perlindungan, pencegahan dan pengamanan terhadap terjadinya gangguan dan kerusakan yang mengakibatkan Instalasi tidak dapat berfungsi secara normal dan atau tidak dapat beroperasi.

Kisi-Kisi Keselamatan Ketenagalistrikan.
Sumber : Munir Ahmad (2005:21)


Keselamatan Minyak dan Gas Bumi (Migas)

Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Konteks kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah melingkupi baik pengelola, tenaga kerja serta seluruh masyarakat di sekitar lokasi pertambangan minyak dan gas bumi. Optimalnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat itu baru terpenuhi apabila keselamatan dan kesehatan kerja baik tenaga kerja sebagai pelaksana maupun lingkungannya itu terjamin.

Pembinaan dan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dalam konstelasi keselamatan migas melingkupi :
  • Keselamatan dan Kesehatan Kerja, aman bagi pekerja.
  • Keselamatan umum, aman bagi masyarakat.
  • Keselamatan Instalasi/Peralatan, Instalasi/Peralatan yang handal.
  • Keselamatan Lingkungan Hidup, ramah lingkungan.

Pembinaan dan Pengawasan K3L pada Kegiatan Usaha Migas.
Sumber : Luluk Sumiarso (2006:8)

K3 pada Bidang Pertambangan Umum.
Kecelakaan Kerja Tambang adalah kecelakaan kerja yang terjadi pada pekerjaan usaha pertambangan dalam waktu antara mulai pekerjaan sampai pada saat akhir pekerjaan.

Menurut PP No. 32/1969 dapat diambil suatu batasan terkait dengan definisi di atas, yakni:
a. Kecelakaan kerja itu terjadi
b. Kecelakaan kerja itu menimpa pekerja tambang
c. Kecelakaan terjadi akibat dari pekerjaan tambang
d. Kecelakaan terjadi pada jam kerja / giliran kerja
e. Kecelakaan terjadi pada daerah tambang, yaitu daerah kontrak karya/KP.

Suatu peristiwa kecelakaan kerja yang terjadi pada sebuah perusahaan pertambangan pada dasarnya harus dilakukan penyelidikan untuk mendapatkan bukti-bukti autentik tentang sebab-sebab terjadinya. Dengan adanya bukti-bukti tersebut dapat dilakukan tindakan pencegahan atas kejadian yang sama pada masa yang akan datang.

Agar Prinsip Pertambangan dapat berjalan dengan baik, perlu pengawasan oleh Inspektur Tambang/IT secara rutin/berkala. Secara sistematisnya dapat digambarkan sebagai berikut :


Pembinaan dan Pengawasan K3L pada Kegiatan Usaha Migas.
Sumber : Luluk Sumiarso (2006:8)
Inspektur Tambang bertugas melakukan inspeksi terhadap pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan serta pelaksanaan pengelolaan lingkungan (RKL & RPL atau UKL & UKL) pada usaha pertambangan.

Pengawasan oleh Inspektur Tambang Terhadap aspek teknis dan non teknis, meliputi :
  • Tingkat kepatuhan dan  pentaatan terhadap peraturan;
  • Pencapaian target dari rencana kerja yang telah disusun;
  • Mengetahui sejak dini bila terjadi penyimpangan baik berdasarkan ketentuan/peraturan maupun rencana kerja;
  • Dapat segera melakukan koreksi bila terjadi perubahan rencana kerja atau perubahan kebijakan Pemerintah;
  • Timbulnya gangguan atau perubahan komponen lingkungan yang menghambat pelaksanaan rehabilitasi lahan tambang.


Referensi :
  • Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral RI (2005). Pengenalan K3 Tambang Batubara Bawah Tanah. Penerbit Balai Diklat Tambang Bawah Tanah. Yakarta.
  • Fredrik Dandel (2006). Laporan Diklat Teknis Keselamatan Ketenagalistrikan (K2) pada Pusdiklat Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan - Jakarta. Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Maluku. Ambon.
  • Luluk Sumiarso (2006). Pembinaan dan Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Konstelasi “Keselamatan Migas”. Penerbit Ditjen Migas. Jakarta.
  • Munir Ahmad (2005). Inspeksi Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik. Penerbit Badan Diklat Teknis Inspektur Ketenagalistrikan. Jakarta.
  • Sumber Gambar : http://matanews.com/wp-content/uploads/tambang-tambang-590x399.jpg

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Oleh : Fredrik Dandel, ST.

Seirama dengan derap langkah pembangunan di negara kita, kegiatan industri ditujukkan untuk mewujudkan industri yang maju dan mandiri dalam rangka memasuki era industrialisasi. Proses industrialisasi maju ditandai antara lain dengan mekanisme, elektrifikasi dan modernisasi. Dalam keadaan yang demikian maka penggunaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, instalasi-instalasi modern serta bahan berbahaya akan semakin meningkat.

Masalah tersebut di atas dipastikan akan sangat mempengaruhi dan mendorong peningkatan jumlah maupun tingkat keseriusan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu keselamatan dan kesehatan kerja yang merupakan salah satu bagian dari perlindungan tenaga kerja perlu dikembangkan dan ditingkatkan.

Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah upaya atau pemikiran dan penerapannya yang ditujukan untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya, untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja.

Suma’mur P.K. (1986) mengartikan keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannnya serta cara-cara melakukan pekerjaan.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 03/Men/1988 mendefenisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. 

Dari pengertian diatas, maka dapat dirumuskan tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja itu sendiri, yakni sebagai berikut :
  1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
  2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
  3. Sumber porduksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Penyebab Kecelakaan Kerja.

Kecelakaan dalam industri banyak disebabkan oleh aturan dan kondisi kerja yang tidak mempunyai aspek keselamatan. Pendekatan tradisional teori penyebab kecelakaan dikemukakan oleh H.W. Heinrich pada sekitar tahun 1920-an yang diambil dari perkembangan kasus-kasus atau laporan para ahli keselamatan kerja. Pendekatan kasus ini menjadi sebuah teori yang disebut Teori Urutan Domino (Domino sequence theory), yaitu :
  1. Luka-luka disebabkan oleh kecelakaan.
  2. Kecelakaan disebabkan oleh tindakan tidak selamat oleh manusia atau oleh kondisi mekanis yang tidak selamat.
  3. Tindakan dan kondisi tidak selamat disebabkan oleh kesalahan manusia.
  4. Kesalahan manusia disebabkan oleh lingkungan atau diperoleh dari kebiasaan.
  5. Lingkungan atau kebiasaan kerja yang ceroboh menyebabkan luka-luka.
Selain teori urutan domino ada beberapa teori lain tentang penyebab kecelakaan kerja, yaitu :
  • Pure Chane Theory (Teori Kebetulan Murni) ; Kecelakaan terjadi atas ”Kehendak Tuhan” (Act of God), sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwanya, karena kecelakaan kerja terjadi secara kebetulan saja.
  • Accident Prone Theory (Teori Kecenderungan Kecelakaan) ; Pada pekerja tertentu lebih sering tertimpah kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya (bukan psikologis) yang memang cenderung untuk mengalami kecelakaan.
  • Three Main Factors Theory (Teori Tiga Faktor Utama) ; Penyebab kecelakaan adalah peralatan, lingkungan dan manusia pekerja itu sendiri.
  • Two Main Factors Theory (Teori Dua Faktor Utama) ; Kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya atau kondisi tidak aman (unsafe conditions) dan tindakan atau perbuatan berbahaya / tidak aman (unsafe actions).
  • Human Factors Theory (Teori Faktor Manusia) ; Menekankan bahwa pada akhirnya semua kecelakaan kerja, baik langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh kesalahan manusia. Selalu ditemui dari hasil penelitian bahwa 8- - 85 % kecelakaan disebabkan oleh factor manusia.

Dua hal yang menjadi penyebab kecelakaan kerja yang terbesar adalah : perilaku yang tidak aman (unsafe actions) dan kondisi lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions). Berdasarkan data dari Biro Pelatihan Tenaga Kerja, penyebab kecelakaan yang pernah terjadi sampai saat ini adalah diakibatkan oleh perilaku yang tidak aman sebagai berikut:
  1. sembrono dan tidak hati-hati
  2. tidak mematuhi peraturan
  3. tidak mengikuti standar prosedur kerja.
  4. tidak memakai alat pelindung diri
  5. kondisi badan yang lemah
Persentase penyebab kecelakaan kerja yaitu 3% dikarenakan sebab yang tidak bisa dihindarkan (seperti bencana alam), selain itu 24% dikarenakan lingkungan atau peralatan yang tidak memenuhi syarat dan 73% dikarenakan perilaku yang tidak aman. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima perilaku tidak aman yang telah disebutkan di atas.

Pencegahan dan Penanggulangan Kecelakaan Kerja.

Berbicara tentang pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja, Suma’mur P.K. (1989:20) berpendapat bahwa masalah keselamatan dan kecelakaan pada umumnya sama tua dengan kehidupan manusia. Demikian juga, keselamatan kerja dimulai sejak  manusia bekerja. Manusia purba mengalami kecelakaan-kecelakaan, dan dari padanya berkembang pengetahuan tentang bagaimana agar kecelakaan tidak berulang.

Dari pendapat tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja bermula dari kesadaran manusia yang timbul secara alamiah untuk kepentingan diri manusia itu sendiri.
Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja haruslah ditujukan untuk mengenal dan menemukan sebab-sebabnya, bukan gejala-gejalanya untuk kemudian sedapat mungkin menghilangkan atau mengeliminirnya. Untuk itu semua pihak yang terlibat dalam usaha berproduksi khususnya para pengusaha dan tenaga kerja diharapkan dapat mengerti dan memahami serta menerapkan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di tempat masing-masing.

Beberapa keadaan dan masalah yang dapat dijumpai di lapangan yang merupakan hambatan bagi pelaksanaan operasional sehubungan dengan usaha untuk mencapai program keselamatan kerja, antara lain :
  1. Tingkat pengetahuan, pemahaman, perilaku, kesadaran, sikap dan tindakan masyarakat, tenaga kerja, aparatur pemerintah dan masyarakat pada umumnya dalam upaya penanggulangan masalah keselamatan kerja masih sangat rendah dan belum menempatkannya sebagai suatu kebutuhan yang pokok bagi peningkatan kesejahteraan secara menyeluruh.
  2. Perkembangan ilmu, teknik dan penerapan teknologi disertai dengan pesatnya perkembangan pembangunan dibidang konstruksi, pertambangan, industri dan lain-lain belum dapat diimbangi dengan tingkat pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja.
  3. Peningkatan jumlah kecelakaan kerja, kebakaran, pencemaran lingkungan industri, penyakit akibat kerja dan lain sebagainya tidak seimbang dan selaras dengan upaya pencegahan secara dini, sehingga menimbulkan akibat korban jiwa manusia, kerugian material yang tak ternilai harganya.
  4. Belum memadainya jumlah dan mutu tenaga pengawas, sangat kurangnya tenaga ahli keselamatan kerja, masih lemahnya penindakan hukum law enforcement serta belum memadainya peraturan /petunjuk pelaksanaan dalam keselamatan kerja.
  5. Belum terjadinya koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar berbagai instansi, belum dijabarkannya strategi dan pelaksanaan program keselamatan kerja secara lintas sektoral dan regional serta lemahnya informasi dan edukasi dibidang keselamatan kerja.
Oleh Organisasi Buruh Intenasional (International Labour Organitations) telah dikembangkan berbagai langkah pencegahan sebagai berikut :
  1. Peraturan-peraturan, yaitu ketentuan yang harus dipatuhi mengenai hal-hal seperti kondisi kerja umum, perancangan, konstruksi, pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan pengoperasian peralatan industri, kewajiban-kewajiban para pengusaha dan pekerja, pelatihan, pengawasan kesehatan, pertolongan pertama dan pemeriksaan kesehatan.
  2. Standarisasi, yaitu menetapkan standar-standar misalnya mengenai konstruksi yang aman dari jenis-jenis peralatan industri dan alat pengamanan perorangan.
  3. Pengawasan, sebagai contoh adalah usaha-usaha penegakan peraturan yang harus dipatuhi.
  4. Riset Teknis, termasuk hal-hal seperti penyelidikan peralatan dan ciri-ciri dari bahan-bahan berbahaya, penelitian tentang pelindung mesin, pengujian alat pelindung dan lain-lain.
  5. Riset Medis, termasuk penyelidikan efek fisiologis dan patologis dari faktor-faktor lingkungan serta kondisi-kondisi fisik yang mengakibatkan kecelakaan.
  6. Riset Psikologis, adalah penelitian tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.
  7. Riset Statistik, adalah penelitian menyangkut jenis kecelakaan, banyaknya sebab kecelakaan, mengenai siapa saja dan lain-lain.
  8. Pendidikan, meliputi pengajaran materi kesehatan dan keselamatan kerja di sekolah-sekolah, akademi-akademi dan lain-lain.
  9. Pelatihan, untuk meningkatkan kualitas pengetahuan serta ketrampilan kesehatan dan keselamatan kerja bagi tenaga kerja.
  10. Persuasi, adalah penggunaan berbagai cara penyuluhan, metode publikasi atau pendekatan lain untuk menumbuhkan sikap selamat.
  11. Asuransi, berupa insentif financial dalam bentuk pengurangan biaya premi, jika keselamatan kerjanya baik.
  12. Tindakan-tindakan pengamanan yang dilakukan oleh masing-masing individu.
 
Referensi : 





Selasa, 04 Oktober 2011

Amayadori (Lyrics) - Mayumi Itsuwa

Eki no humo de mikaketa
Anata wa mukashi no koibito
sono, natsukashi yokogao
Omowazu koe o kaketa watashi

Anata wa odoroita yo o ni
Tabako o otoshite shimatta
Kudake chitta hoo no hibi ga Tsuka no mani,
yomigaeri Mitsume au,

Doo shiteru ima wa
Arekara kimi wa,
Genki ni shiteru wa
Itsu datte watashi,

Ocha demo nomou
Sukoshi no jikan,
Densha wa
Toori sugite yuku

Anata wa koohi kaku ni
Kakkusatoo futatsu irete
Ima no boku wa, konna mono sato
Warai nagara
Kami o kaki ageta

Soo dakedo fushigi ne
Anohi wakareta koto mo
Tada amari ni wakasugita dakedato futari
Tagai ni yurushi aeru

Aishita wa, watashi
Anata no koto o
Ima wa betsu betsu no
Yume o ou kedo

Meguri aiwa
Sutekina koto ne
Amayadori suru yoo ni futari

Aishita wa, watashi
Anata no koto o
Ima wa betsu betsu no
Yume o ou kedo
Meguri aiwa
Sutekina koto ne
Amayadori suru yoo ni futari

Itsuwa Mayumi - Amayadori Lyrics @ LyricsTime.com
Gambar : http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/5/57/ItsuwaMayumi.jpg
 

Kokoro No Tomo (Lyrics) - Mayumi Itsuwa

Mayumi Itsuwa - Kokoro No Tomo lyrics

ANATA KARA KURUSHIMI O UBAETA SONO TOKI
WATASHI NIMO IKITEYUKU YUUKI NGA WAITE KURU
ANATA TO DEAU MADE WA KODOKU NA SASURAI-BITO
SONO TE NO NUKUMORI O KANJI SASETE

AI WA ITSUMO RARABAI
TABI NI TSUKARETA TOKI
TADA KOKORO NO TOMO TO
WATASHI O YONDE

SHINJIAU KOTO SAE DOKOKA NI WASURETE
HITO WA NAZE SU'NGITA HI NO SHIAWASE OIKAKERU
SHISUKA NI MABUTA TOJITE KOKORO NO DOA O HIRAKI
WATASHI O TSUKANDARA NAMIDA HUITE

AI WA ITSUMO RARABAI
ANATA NGA YOWAI TOKI
TADA KOKORO NO TOMO TO
WATASHI O YONDE

AI WA ITSUMO RARABAI
TABI NI TSUKARETA TOKI
TADA KOKORO NO TOMO TO
WATASHI O YONDE



Lyrics | Mayumi Itsuwa lyrics - Kokoro No Tomo lyrics